Konten dari Pengguna

Eksistensi Perempuan di Dalam Keluarga

Muhammad Andika
Mahasiswa universitas pamulang ini nyata bukan hanya sekedar retorika
19 Oktober 2022 6:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Andika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi wanita kerja (sumber foto: pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi wanita kerja (sumber foto: pixabay.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perempuan menjadi eksis di dalam ranah pekerjaan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang salah satunya adalah keluarga. Keluarga merupakan sebuah alasan yang paling fundamental untuk terus berjuang dalam mencari nafkah.
ADVERTISEMENT
Perempuan atau laki-laki memiliki tuntutan yang sama di dalam menafkahi keluarga. Di jaman sekuler seperti saat ini, fenomena-fenomena tentang perempuan sebagai penyanggah ekonomi keluarga sudah banyak ditemukan.
Fenomena tersebut terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Hal tersebut serupa dengan apa yang dikemukakan oleh Badan Pusat Statistik, pada tahun 2020, sebanyak 50,70 juta penduduk dengan gender perempuan sudah bekerja sejak berusia 15 tahun ke atas. Data tersebut semakin memperkuat fakta bahwa adanya peningkatan sebesar 2,63% di dalam kerja perempuan.
Namun di dalam kondisi pernikahan, masyarakat seringkali salah menafsirkan hal tersebut, sehingga perempuan hanya di lihat sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan tuntutan untuk berperan sebagai pencari nafkah disebabkan oleh faktor ekonomi di dalam keluarga, dan bukan kondisi pernikahan yang sesuai dengan pandangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Adapun yang menjadi faktor lainnya adalah uang. Uang merupakan hal yang krusial, uang diperlukan hampir pada berbagai aspek kehidupan saat ini, uang sangat diperlukan untuk terus ada dan dikelola secara terus menerus guna memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang ditanggung. Bagi beberapa perempuan, memikul tanggung jawab tunggal mengenai menjaga kesehatan keuangan keluarga menyebabkan kegelisahan yang berkepanjangan.
Dampak dari permasalahan di atas menyebabkan beban yang diemban oleh perempuan akan lebih berat, karena di satu sisi perempuan harus mengurus urusan domestik atau keluarga, dan di satu sisi lainnya perempuan harus mencari nafkah dengan cara bekerja. Dengan kondisi seperti ini maka kontruksi mengenai gender telah membentuk ide baru bahwa perempuan bersedia mengorbankan diri karena naluri keibuannya.
ADVERTISEMENT
Munculnya kebingungan yang disertai dengan perasaan tidak nyaman seolah-olah tampak nyata. Perasaan-perasaan seperti “apakah uang yang dimiliki akan mencukupi untuk kebutuhan keluarga?'' dukungan sosial dari orang sekitar sangat membantu untuk perempuan dalam mencari nafkah, terlebih lagi jika ia memiliki anak. Dukungan sosial dapat didefinisikan melalui bentuk bantuan yang diberikan ataupun yang diterima, kebanyakan telah dikategorikan dukungan berbentuk emosional.
Adanya konflik antara pekerjaan dengan keluarga juga sering kali muncul, terutama jika perempuan ini menjalani peranan ganda dan memikul beberapa tanggung jawab. Yaitu tidak hanya sebagai seorang pekerja pada satu perusahaan, tetapi juga sebagai pencari nafkah utama bagi keluarga.
Perempuan pencari nafkah memiliki konteks yang telah diusul oleh pemimpin agama yang dipimpin wanita, sebutan lainnya yaitu wanita dipertahankan. Dengan kata lain, yaitu perempuan yang memikul tanggung jawab tunggal dalam menghidupi keluarga.
ADVERTISEMENT
Perempuan yang bekerja sekaligus mencari nafkah utama bagi keluarga telah berhasil mematahkan sudut pandang konservatif selama ini, yakni bahwa perempuan adalah pihak yang tunduk tidak berkemampuan dan berada di bawah kuasa laki-laki, namun dalam kasus ini justru realitas nya terbalik.
Sebab perempuan lah yang dipilih sebagai tulang punggung bagi keluarga dan sepenuhnya tanggung jawab ada di pundak perempuan. Perempuan sebagai pencari nafkah tentu saja tidak ada salahnya, asalkan ada kesepakatan antara suami sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ujung tombak ekonomi keluarga yang secara otomatis menggantikan peran suami sebagai seseorang yang mencari nafkah keluarga. Jika adanya kesepakatan, maka hal itu sah-sah saja dan tidak mendiskriminasi laki-laki di dalam tulang punggung keluarga utama.
ADVERTISEMENT
Dari berbagai hipotesis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembagian peran sebagai pencari nafkah keluarga bisa dilakukan oleh pihak perempuan ataupun laki-laki, asalkan hal tersebut di atas persetujuan masing-masing individu didalam ranah keluarga.