Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
20 Bank Tumbang: Saatnya Transparansi Akuntansi Diperkuat
20 April 2025 17:20 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Muhammad Ardiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Tahun 2024 jadi tahun kelam untuk perbankan Indonesia. Bukan satu atau dua, tapi sampai 20 bank kolaps dalam waktu setahun. Kok bisa? Dan kenapa akuntansi jadi salah satu kuncinya?
ADVERTISEMENT
Mayoritas bank yang tumbang adalah bank skala kecil, terutama BPR. Tapi yang jadi masalah bukan semata ukuran, melainkan bagaimana mereka menyusun laporan keuangan yang tak mencerminkan kondisi riil. Kredit bermasalah yang seharusnya sudah dikategorikan non-performing loan (NPL) justru masih dicatat sebagai aset lancar. Penyisihan kerugian penurunan nilai (PKPN) pun banyak yang diabaikan atau dibuat seminim mungkin, demi menjaga tampilan sehat secara kasat mata.
Inilah bentuk penyalahgunaan akuntansi yang kerap terjadi, memoles angka demi kepercayaan jangka pendek, sambil menutup risiko jangka panjang. Akibatnya, laporan laba rugi dan neraca menjadi tidak relevan sebagai alat pengambilan keputusan. Regulator, auditor, bahkan investor tertipu oleh angka yang tampaknya stabil, padahal di bawahnya penuh masalah.
Fungsi akuntansi seharusnya bukan sekadar kewajiban pelaporan, melainkan sebagai sistem peringatan dini. Ketika sebuah bank mulai memiliki rasio kredit macet yang tinggi, atau ketika rasio kecukupan modal mulai menyusut, akuntansi seharusnya jadi alat pertama yang bicara. Tapi kenyataannya, banyak dari bank tersebut justru memanipulasi pencatatan agar tetap terlihat “aman”.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, pertanyaan besarnya adalah di mana peran auditor dan pengawas eksternal? Jika sistem akuntansi bank dijalankan dengan benar dan sesuai standar PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), maka masalah ini bisa terdeteksi jauh lebih awal. Namun jika standar hanya dijadikan formalitas, maka fungsi kontrol kehilangan maknanya.
Ke depan, sektor perbankan harus menjadikan transparansi akuntansi sebagai pondasi utama. Ini termasuk memperketat pencatatan penyisihan kerugian, memastikan kualitas aset dinilai secara objektif, serta mendorong akuntan internal dan eksternal untuk bekerja independen dan berintegritas.
Kebangkrutan 20 bank di 2024 adalah tamparan keras bagi dunia akuntansi perbankan Indonesia. Ini momen untuk memperkuat praktik akuntansi yang bukan cuma legal, tapi juga etis dan transparan. Karena di dunia keuangan, angka yang salah bisa berujung pada hilangnya kepercayaan dan itu tak bisa dibeli kembali.
ADVERTISEMENT