Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Krisis Moralitas di Balik Penganiayaan Dokter Koas
22 Desember 2024 18:40 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Muhammad Ardiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, jagat maya dihebohkan dengan viralnya video penganiayaan yang menimpa seorang dokter koas, Muhammad Luthfi Hadyhan, yang terjadi di Palembang pada 11 Desember 2024. Video tersebut menunjukkan Luthfi, yang merupakan seorang mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani pendidikan profesi dokter (koas), dianiaya oleh Fadilla alias Datuk, seorang sopir pribadi keluarga temannya. Kejadian ini segera menyita perhatian publik dan memicu diskusi panjang tentang kekerasan, ketidakadilan, dan komunikasi yang buruk dalam penyelesaian masalah.
ADVERTISEMENT
Awalnya, masalah ini muncul dari ketidakpuasan Lady Aurellia Pramesti, seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri), terhadap jadwal jaga di RSUD Siti Fatimah Palembang yang bertepatan dengan libur Natal dan Tahun Baru. Lady merasa bahwa jadwal tersebut tidak adil dan ingin mengubahnya. Dalam upaya untuk memperbaiki situasi tersebut, ibunda Lady, Sri Meilina, yang juga seorang dokter, menghubungi Luthfi yang saat itu menjabat sebagai ketua koas di rumah sakit tersebut.
Pertemuan yang awalnya berjalan lancar berubah tegang ketika ibunda Lady merasa permintaannya tidak dihargai. Situasi semakin memanas dan di luar dugaan, Fadilla, yang menemani ibunda Lady, tiba- tiba memukul Luthfi. Kejadian ini pun langsung menjadi viral setelah rekaman video penganiayaan tersebut tersebar luas di media sosial.
ADVERTISEMENT
Kasus ini langsung menjadi sorotan publik. Dekan Fakultas Kedokteran Unsri, dr. Syarif Husin, menyatakan keprihatinannya dan membentuk tim investigasi internal untuk mendalami insiden tersebut. Sementara itu, ibunda Lady, Sri Meilina, telah meminta maaf kepada Luthfi atas kejadian tersebut.
Dilihat dari perspektif Pancasila dalam kasus ini, khusunya sila kedua, yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab". Dalam prinsip kemanusiaan, Pancasila mengajarkan kita untuk memperlakukan orang lain dengan penuh penghargaan terhadap martabat dan hak-haknya. Penganiayaan yang dilakukan oleh Fadilla, sopir pribadi yang merasa tersinggung, jelas melanggar prinsip dasar ini. Tindak kekerasan apapun, baik fisik maupun verbal, tidak pernah dibenarkan dalam konteks menyelesaikan masalah. Apalagi dalam dunia medis, di mana para tenaga kesehatan seharusnya menjadi contoh dalam menunjukkan sikap empati dan integritas yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Tindakan Fadilla yang memukul Luthfi menunjukkan ketidakhormatan terhadap nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam menyelesaikan masalah, apapun bentuknya, kita harus berpegang pada prinsip ini, berusaha untuk menemukan solusi yang tidak merendahkan atau menyakiti orang lain. Pancasila mengajarkan kita untuk lebih mengedepankan akal sehat dan kesadaran sosial, daripada menggunakan kekerasan atau paksaan dalam menghadapi perbedaan pendapat atau ketidaksetujuan.
Pancasila tidak hanya berbicara tentang keadilan, tetapi juga tentang keberadaban. Dalam kasus ini, keberadaban yang dimaksud adalah sikap untuk menyelesaikan permasalahan secara damai, dengan saling menghargai dan mengutamakan musyawarah. Luthfi, sebagai ketua koas, tentu saja memiliki tugas untuk memastikan kelancaran sistem yang ada, namun hal itu tidak bisa dilakukan dengan cara yang kasar atau merendahkan. Begitu pula sebaliknya, Lady yang merasa tidak puas dengan jadwalnya harusnya bisa menyampaikan hal tersebut melalui saluran yang lebih baik, bukan dengan pendekatan yang mengedepankan kekerasan.
ADVERTISEMENT
Kasus ini juga menjadi cerminan bagi kita sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, kita semua memiliki tanggung jawab untuk menghargai hak orang lain dan menjaga martabat sesama. Kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, tidak akan pernah menjadi solusi yang baik. Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus lebih mengedepankan rasa empati, sabar, dan pengertian dalam menghadapi masalah.
Muhammad Ardiansyah, mahasiswa Pendidikan Ekonomi UNPAM.