2 Resep Bahagia ala Gus Baha

Muhammad Areev
Pegiat Media Sosial, Pengagum Gus Baha, Pecandu Sepakbola, Penulis di www.muhammad-areev.blogspot.com
Konten dari Pengguna
19 Agustus 2021 12:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Areev tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gus Baha sudah tidak asing lagi di telinga para penikmat kajian online Youtube maupun instagram sebagai salah seorang Ulama ahli Al-Qur’an dan Tafsir asal Kab. Rembang, termasuk saya sebagi seorang pengagum beliau.
ADVERTISEMENT
Pemilik nama lengkap KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang lebih akrab disapa Gus Baha ini adalah seorang ulama yang berasal dari Narukan, Krangan, Rembang, Jawa Tengah. Ia dikenal sebagai salah satu ulama ahli tafsir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang Al Quran. Gus Baha merupakan putera dari pasangan ulama ahli Quran, KH Nursalim Al-Hafizh dan Hj. Yuchanidz Nursalim. Dari silsilah keluarga sang ayah, Gus Baha merupakan generasi keempat dari keluarganya yang merupakan ulama-ulama ahli Al-Quran.
Kepakaran beliau dalam bidang agama tentu tidak diragukan lagi. Kajian beliau selalu menyuguhkan materi logis dan analogi yang mudah diterima oleh siapa saja. Murid dari Mbah Moen ( KH. Maimun Zubir) ini, juga diberi keistimewaan untuk menjadi sebagai Ketua Tim Lajnah Mushaf Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Beliau satu-satunya orang yang berlatar belakang pendidikan non-formal dan non-gelar yang diberikan keistimewaan itu. Beliau duduk bersama para Profesor, Doktor dan ahli-ahli Al-Qur'an dari seluruh Indonesia seperti Prof. Dr. Quraisy Syihab, Prof. Zaini Dahlan, Prof. Shohib dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yang lain.
Puncak Gunung. Foto : pixabay.com
Dalam beberapa ceramahnya beliau sering mengungkapkan agar kita harus selalu tampil ceria dan senang sebagai wujud dari yakin akan kebesaran rahmat Allah. Bagi beliau, cemberut merupakan masalah besar. Karena dengan cemberut, rentan sekali untuk kita terjerumus ke dalam ingkar akan rahmat Allah. Tidak ridha dengan kehendak Allah.
Meminimalkan apa yang membuat kita senang
Gus baha pernah menyampaikan dalam kajiannya resep agar kita selalu senang. Mengutip dari perkataan pengarang kitab Al-Hikam, Ibnu Athaillah As-Sakandari beliau mengatakan "Berusaha sedikit mungkin apa yang membuat kita senang, maka akan sedikit pula apa yang membuat kita sedih".
ADVERTISEMENT
Bagi beliau, perkataan pengarang kitab Al-Hikam itu sudah menjadi rule of life (pedoman hidup) untuk selalu berusaha senang. Dengan berusaha sedikit mungkin apa yang membuat seseorang senang, maka akan melahirkan hati yang selalu merasa cukup. Hati yang selalu merasa cukup mudah untuk bersyukur dan dengan bersyukur akan melahirkan hati yang senang ataupun ridha akan ketentuan dari Sang Khalik.
Apa yang membuat kita senang biasanya berangkat dari ekspektasi yang tinggi akan sesuatu. Ingin mempunyai mobil mewah, jabatan yang tinggi, harta yang banyak, demikian itu merupakan ekspektasi yang membuat seseorang senang. Bagi Gus Baha' itu harus dihindari betul. Caranya, dengan ekspektasi yang minimalis saja. Sebagai seorang mubalig misalnya, tidak menetapkan tarif ideal karena akan rentan kecewa bila tarif yang diterima tidak sesuai ekspektasi. Kemudian juga, ketika pulang ke rumah beliau hanya membayangkan istri dalam keadaan islam, salat lima waktu saja sudah cukup.
ADVERTISEMENT
Karena sekali saja kita berekspektasi yang tinggi dan itu tidak tercapai kita akan mudah kecewa. Sikap kecewa ini dapat melahirkan hati yang tidak senang dan ridha dengan ketentuan Allah.
Menghindari Tamak
Dalam kajiannya Gus Baha pernah memberikan penjelasan tentang tamak (berharap berlebihan) dan keterkaitannya dengan kikir dalam sudut pandang ilmu Tasawuf. Asal mula ketika kita menyebut orang lain kikir itu karena ada tamak dalam diri kita yang tidak dipenuhi oleh orang yang kita harapkan.
Misalnya, meminta bantuan teman untuk diberikan uang seratus ribu lalu teman tidak memberikannya lalu kita memvonis dia dengan kikir. Nah, memvonis kikir di sini sebenarnya tidak akan ada selama kita tidak tamak. Lihat saja tokoh nasional, artis, presiden mereka juga tidak memberikan kita uang seratus ribu tapi tidak divonis kikir. Karena ada tamak dalam dari kita yang tidak terpenuhi maka lahirlah sikap dari memvonis orang lain kikir.
ADVERTISEMENT
Tamak di sini harus dibabat habis untuk melahirkan hati yang selalu senang dan ceria. Pernah Gus Baha menceritakan beliau banyak mengenal tokoh-tokoh nasional, menteri yang berkunjung ke tempat beliau. Namun, tetap saja beliau tidak memandang mereka sebagai tokoh nasional maupun menteri. Gus Baha hanya memandang mereka sebagai orang yang mau belajar agama.
Menurut Gus Baha, sekali saja beliau memandang mereka sebagai orang-orang kaya, tokoh nasional terkenal, maka yang hidup di hati itu tamaknya. Ingin ini dan itu dari mereka. Dan ini sangat berbahaya bagi hati, meskipun sebagai manusia kita tidak akan sempurna. Namun tetap perlu dilatih iklas dan menghindari sifat tamak ini.
Muhammad Areev Pengagum Gus Baha
ADVERTISEMENT