Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kasih Sayang dan Ridha Allah
22 Juli 2022 12:44 WIB
Tulisan dari Muhammad Areev tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Buya Arrazy Hasyim seorang pendakwah yang namanya semakin masyhur di telinga masyarakat Indonesia. Beliau banyak membawakan kajian ceramah dengan tema penyucian jiwa dan tentang penguatan aqidah ahlusunnah waljamaah.
ADVERTISEMENT
Secara sanad kelilmuan beliau murid langsung dari muhadditsin indonesia, Syaikh KH Dr. Ali Mustafa Yaqub, MA. Beliau juga belajar dari ulama-ulama suriah yaitu Syaikh Prof Dr. M. Hasan Hito penghafal kitab al-Muwatta’-, Dr Badi Sayyid al-Lahham -murid Syaikh Nuruddin Itr, dan Syaikh Taufiq al-Buthi anak dari Syaikh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi.
Sebagai seorang yang mengidolakan Buya Arrazi, saya sering mendengar ceramah kajian beliau di Youtube Ribath Nouraniah. Semoga Allah izinkan saya dapat berjumpa secara langsung dengannya. Saya pernah mendengar dalam kajiannya, Buya Arrazy pernah mengijazahkan suatu hadist musalsal bil rahmah yang beliau dapatkan dari para masyaikh murid dari Syeikh Yasin Al-Fadani. Para ahli riwayat, ketika mengijazahkan suatu riwayat biasanya selalu mengijazahkan hadist musalsal bil rahmah ini. Hadistnya berbunyi :
ADVERTISEMENT
Kemudian Buya Arrazi menjelaskan yang dimaksud "yang di langit" itu adalah arwah para nabi, arwah para malaikat, arwah para wali. Jika kita menyayangi yang di bumi maka mareka akan menyayangi kita. Tidak terkenal di bumi bukanlah masalah, tetapi yang dilangit terus menyebut nama kita sebagai hamba penyayang. Dengan demikian, insya Allah kita akan terus dalam limpahan rahmat Nya.
Saya sering merinding jika mendengar orang yang membacakan hadist tersebut. Bagi saya, hadist ini tentang bagaimana menjadi manusia seutuhnya, dengan sifat kasih sayang kepada semua makhluk, apakah itu manusia, binatang, tumbuhan. Selain itu, hadist ini juga tentang bagaimana menjaga toleransi diantara banyak perbedaan, dengan sifat kasih sayang. Boleh saja saya dan anda berbeda, tetapi saya menyayangimu. Dengan adanya sifat kasih sayang, tentu saja saya tidak akan mengganggu mereka yang berbeda dengan saya, saya dapat bermuamalah dengan mereka yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Berbicara tentang kasih sayang, saya sering mendengar riwayat yang menyebutkan mereka-mereka yang Allah angkat derajatnya karena sifat kasih sayang yang ada pada dirinya.
Diantara kisah yang pernah saya dengar, ada kisah tentang seorang pelacur yang lewat depan anjing yang menjulurkan lidahnya pada sebuah sumur. Pelacur itu berkata ‘Anjing ini hampir mati kehausan.’ Lalu dilepaslah sepatunya kemudian diikatnya dengan kerudungnya lalu diberinya minum. Dengan sebab sifat kasih sayang yang ada pada dirinya Allah SWT mengampuni wanita tersebut.
Kisah lain tentang Khalifah umar dan Seekor burung. Setelah Khalfah Umar meninggal dunia, beberapa ulama mengaku bermimpi bertemu dengan sang amirul mu`inin itu.
“Bagaimana keadaanmu? Apa yang telah Allah lakukan terhadapmu?” tanya seorang alim di dalam mimpinya itu.
ADVERTISEMENT
“Allah memaafkanku dan mengampuni dosa-dosaku,” jawab Umar.
“Apa yang membuat Allah mengampunimu? Apakah kedermawananmu, keadilanmu, ataukah karena kezuhudanmu?” tanyanya lagi.
“Tak lama setelah kalian menguburku dan menimbunku dengan tanah, lalu kalian meninggalkanku sendirian, datanglah kepadaku dua malaikat yang sangat menyeramkan wujudnya.
Akalku pun melayang, dan sendi-sendi tulangku gemetaran begitu melihat keduanya. Keduanya lantas memegangku, mendudukkan, dan hendak menanyaiku.
Namun, tiba-tiba aku mendengar suara gaib berkata, ‘Tinggalkanlah hamba-Ku itu dan jangan kalian berdua menakutinya! Sesungguhnya Aku menyayanginya dan telah kuampuni dosa-dosanya. Sebab, di dunia dulu ia menyayangi seekor burung, sehingga Aku pun menyayanginya di akhirat ini.'”
Untuk diketahui, burung yang dimaksud tak lain hewan yang sempat dilihat Khalifah Umar ketika suatu hari berjalan menyusuri Kota Madinah.
ADVERTISEMENT
Waktu itu, tak sengaja ia melihat seorang bocah memegang seekor burung dan mempermainkannya. Umar pun menaruh rasa iba akan burung itu sehingga ia membelinya dari bocah itu.
Ada juga kisah lainnya yang pernah saya dengar, kisah Imam Al-Ghazali dan seekor lalat. Syekh Nawawi al-Bantani dalam Nashaihul ‘Ibad menulis cerita seseorang yang berjumpa Imam al-Ghazali dalam sebuah mimpi.
“Bagaimana Allah memperlakukanmu?” tanya orang tersebut.
Imam al-Ghazali mengisahkan bahwa di hadapan Allah ia ditanya tentang bekal apa yang ia serahkan untuk-Nya. Al-Ghazali pun menimpali dengan menyebut satu per satu seluruh prestasi ibadah yang pernah ia jalani di kehidupan dunia.
“Aku (Allah) menolak itu semua!” Ternyata Allah menampik berbagai amalan Imam al-Ghazali kecuali satu kebaikannya ketika bertemu dengan seekor lalat.
ADVERTISEMENT
Suatu saat Imam al-Ghazali tengah sibuk menulis kitab hingga seekor lalat mengusiknya barang sejenak. Lalat “usil” ini haus dan tinta di depan mata menjadi sasaran minumnya. Sang Imam yang merasa kasihan lantas berhenti menulis untuk memberi kesempatan si lalat melepas dahaga dari tintanya itu.
“Masuklah bersama hamba-Ku ke sorga,” kata Allah kepada Imam al-Ghazali dalam kisah mimpi itu.
Saya harus menyadari, betapa dahsyatnya pengaruh hati yang bersih dari egoisme dan semata untuk kepentingan diri sendiri. Kasih sayang Imam al-Ghazali yang luas, bahkan kepada seekor lalat pun, membawa tokoh dengan jutaan pengikut ini pada kemuliaan.
Berapa banyak Allah mengangkat hambanya untuk menjadi kekasih dikarenakan sifat kasih sayang yang dimiliki oleh hamba tersebut. Kasih sayang merupakan salah satu kunci mendapatkan rahmat dan ridha dari Allah SWT. Kasih sayang juga berangkat dari hati yang bersih yang tidak pandang bulu.
ADVERTISEMENT
Penting untuk saya sadari, ketika melihat kemungkaran yang saya benci bukanlah orang yang berbuat kemungkaran melainkan kemungkaran tersebut. Dengan tetap memiliki rasa kasih sayang terhadap orang yang melakukan kemungkran. Begitu juga ketika melihat orang yang berbeda keyakinan, yang dibenci bukanlah orangnya tetapi kekufuran yang melekat padanya dan dengan kasih sayang mengharapkan hidayah padanya.
Semoga Allah tumbuhkan selalu sifat kasih sayang dalam diri kita.