Mengenal Survivorship Bias dan Mengapa Orang Dulu Tidak Mudah Sakit?

Muhammad Areev
Pegiat Media Sosial, Pengagum Gus Baha, Pecandu Sepakbola, Penulis di www.muhammad-areev.blogspot.com
Konten dari Pengguna
15 Juli 2021 17:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Areev tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Wabah Foto :pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Wabah Foto :pixabay.com
ADVERTISEMENT
Sebelum saya menjelaskan apa itu survivorship bias, saya tertarik untuk berbagi suatu cerita. Dari cerita ini nantinya kita akan dapat menangkap penjelasan dari apa itu survivorship bias dan berkorelasi dengan alasan mengapa orang dulu tidak mudah sakit.
ADVERTISEMENT
Saat perang dunia kedua, seorang ahli matematika bernama Abraham wald ditugaskan untuk mencari titik-titik kelemahan pesawat yang selamat dari perang untuk perbaikan di pesawat tempur keluaran terbaru. Nah, dari pengamatan Abraham Wald ditemukannlah titik-titik kelemahan pesawat yang banyak terkena peluru itu di daerah sayap dan lambung tengah pesawat. Sementara di sisi lain di daerah kokpit, baling-baling dan buritan sama sekali tidak mengalami kerusakan apa pun, masih utuh.
Berdasarkan pengamatan Wald, kira-kira bagian pesawat manakah yang perlu diberi perlindungan lebih ?
Jika jawaban kita adalah bagian sayap dan lambung tengah pesawat, maka kita telah menjadi korban dari cara berpikir survivorship bias, yaitu suatu kesalahan logika yang memusatkan perhatian kepada orang atau benda yang berhasil melalui suatu proses dan mengabaikan yang lain, sehingga mengarahkan pada kesimpulan yang salah.
ADVERTISEMENT
Jawaban yang tepat dari pertanyaan di atas seharusnya adalah dibagian kokpit, baling-baling dan buritan. Mengapa demikian ? karena jika tertembak di bagian sayap dan lambung tengah, pesawat masih dapat selamat. Sedangkan pesawat yang tidak selamat semuanya terkena di antara bagian kokpit, baling-baling, dan buritan.
Mereka yang menjadi korban survivorship bias (bias kebertahanan) itu adalah mereka-mereka yang punya pemikiran “Orang sukses itu rata-rata drop out dari kampusnya”, “untuk apa divaksin orang tua terdahulu juga bisa hidup tanpa divaksin”, “ merokok itu tidak bahaya, kakek saya umur 90 tahun masih sehat walafiat”. Saya dulu juga punya pemikiran yang demikian, sebelum mengetahui bahwa itu cara berpikir yang keliru (survivorship bias)
Bill gates dan Mark Zuckemberg bisa sukses dengan drop out di kampusnya itu salah 2 orang yang beruntung yang kebetulan memang cerdas dan seorang yang visioner. Sementara di sisi lain di sana ada ratusan ribuan orang di dunia yang memilih untuk drop out menjadi pengangguran, bekerja dengan tidak layak, sulit untuk mencari pekerjaan karena pola pikirnya yang salah.
ADVERTISEMENT
“Untuk apa divaksin orang tua terdahulu juga bisa hidup tanpa di vaksin” untuk yang punya pemikiran demikian ada informasi penting yang harus kita beritahukan. Orang dahulu yang diklaim memiliki daya tahan tubuh yang kuat meskipun tidak divaksin itu merupakan mereka yang memang memiliki kekebalan tubuh yang prima, sedangkan yang lainnya sudah beda alam lebih awal alias meninggal.
Mereka tidak lebih kebal karena tidak divaksin, tetapi mereka memang bertahan hidup karena beruntung memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik. Orang terdahulu menikah cepat dan memiliki banyak anak bukan tanpa alasan. Banyak orang terdahulu tidak bertahan hidup dan kasus kematian anak banyak terjadi.
Di dunia sekarang yang telah mengenal vaksin, kita sedikit beruntung, baik mereka yang tingkat kekebalan tubuh tinggi ataupun rendah akan mendapatkan peluang sembuh dari penyakit jika divaksin. Kasus Flu burung, ebola, mers, dan yang terbaru COVID-19, mengapa menggemparkan dunia? Karena belum adanya vaksin yang tersedia untuk kita saat itu. Yang selamat? hanya mereka-mereka yang memiliki kekebalan tubuh yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Seabad lalu bersin dan pilek adalah tanda untuk membeli batu nisan. Sekarang batuk dan pilek hanya masalah pergi ke warung untuk beli obat kaplet, seiring dengan diadakannya vaksinasi untuk flu.
Vaksin pada dasarnya adalah sarana pelatihan awal untuk sistem kekebalan tubuh kita. Jika sudah dilatih menggunakan vaksin, orang yang terlahir dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah pun bisa mendapatkan kenaikan untuk daya tahan tubuhnya. Kalaupun ada orang yang tidak bisa divaksin karena alasan alergi, selama orang-orang di sekitarnya sudah divaksinasi, maka orang tersebut besar peluang untuk terselamatkan dari virus.
Menurut saya, agar tidak terperangkap ke dalam cara berpikir yang s;urvivorship bias ini penting untuk kita berpikir secara realistis, proporsional. Jangan hanya mengambil kesimpulan dari sesuatu yang positif lihat juga sisi negatifnya. Jangan hanya melihat sesuatu dari hasil yang tampak oleh mata padahal yang tampak oleh bukan alasan untuk kita generalisasi. Melihatlah dari banyak sisi agar apa yang kita simpulkan lebih tepat.
ADVERTISEMENT
*Muhammad Areev Pegiat Media Sosial, pengagum gus baha'