Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Paris Agreement dan Upaya Mencapai Net Zero Emission
10 Maret 2025 11:19 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Muhammad Areev tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2015 diadakan konferensi perubahan iklim PBB (COP21) di Paris, Prancis yang dihadiri oleh hampir seluruh negara di dunia dimana dalam konferensi ini diputuskan beberapa kesepakatan bersama negara di dunia terkait mitigasi perubahan iklim global dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Konferensi ini juga terkenal dan akrab degan sebutan Paris Agreement.
ADVERTISEMENT
Beberapa kesepakatan dalam pertemuan itu yaitu :
1. Pembatasan suhu global dibawah 2°C diatas level pra industri dan berusaha menekan hingga 1.5°C untuk mengurangi perubahan iklim
2. Mengurangi GRK (Gas Rumah Kaca) dengan target yang disebut NDC (Nationally Determined Contributions) tiap negara akan memperbarui 5 tahun sekali dengan target yang lebih ambisius.
3. Pendanaan iklim, negara maju berjanji memberikan dukungan finansial untuk mitigasi perubahan iklim di negara berkembang
Menarik untuk mengulik lebih dalam mengenai poin nomor 1 yaitu pembatasan suhu global dibawah 2°C dan berusaha menekan hingga 1.5°C diatas level pra industi.
Era pra industri dapat dikatakan ketika sebelum terjadi revolusi Industri besar-besaran yaitu sekitar tahun 1850-1900. Saat itu, tingkat emisi gas rumah kaca masih sangat rendah dibandingkan sekarang alasannya karena saat itu belum adanya aktivitas industri besar-besaran seperti saat ini yang menghasilkan emisi berlebihan dan memiliki dampak buruk terhadap bumi.
ADVERTISEMENT
Untuk suhu global rata-rata saat itu diperkirakan sekitaran 13,7 °C. Dibandingkan dengan saat ini sudah ada peningkatan sekitaran 1.3 °C seperti data badan metereologi Inggris. Bahkan ada laporan yang mencatat saat pertengahan tahun 2023 sudah mencapai 1,5 °C diatas level pra industri yang disebabkan oleh el Nino.
Lalu mengapa batasan yang ditetapkan itu 2°C diatas level pra industri? tentu saja ini bukan sekedar angka tanpa dasar, 2 °C ini angka penting yang sudah dilakukan penelitian dan observasi dimana jika melewati angka batas tersebut akan banyak dampak negatif yang terjadi di bumi seperti, perubahan iklim ekstrem bisa dalam bentuk kekeringan, gelombang panas dan badai akan meningkat tajam.
Kemudian juga ekosistem di laut, hutan, rentan mengalami kerusakan permanen jika suhu global melewati 2°C. Jika terjadi kerusakan ekosistem juga menjadi masalah serius dimana dapat menghilangkan keanekaragaman hayati, rusaknya rantai makanan, peningkatan emisi karbon, gangguan kesehatan, penurunan kualitas tanah dan air. Itu semua jika terjadi sangat membahayakan bagi kehidupan makhluk hidup kedepannya.
ADVERTISEMENT
Dampak lainnya jika kenaikan suhu diatas 2°C terhadap manusia tentu saja masalah kesehatan, kelangkaan air, dampak ekonomi, produksi pangan akan kita rasakan bersama.
Berita buruknya, saat ini Amerika serikat sebagai salah satu negara adidaya dan peyumbang sangat besar emisi karbon global mendeklarasikan diri untuk keluar dari Paris Agreement dibawah pemerintahan Trump. Lalu bagaimana dengan Indonesia? kita masih berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% secara mandiri atau 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Presiden Prabowo Subianto menargetkan porsi energi baru dan terbarukan (EBT) dalam bauran energi primer Indonesia mencapai 20% pada 2025, lalu naik jadi 23% pada 2029.
Target itu tercatat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025.Target ini sedikit menurun dari target yang diteken Presiden Jokowi sebelumnya, melalui Perpres Nomor 22 Tahun 2017, Jokowi menargetkan porsi EBT minimal mencapai 23% pada 2025.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), target itu memang masih sangat jauh dari kenyataan, karena sampai akhir 2024 realisasi bauran EBT baru sekitar 14%. Kita percaya dan optimis pemerintah tetap konsisten dalam upaya mencapai net zero emission.