Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.106.0
Konten dari Pengguna
Makin Digital, Makin Lupa Jati Diri?
10 Juni 2025 13:07 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Arifin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Setiap hari kita terhubung dengan dunia. Buka ponsel, langsung disambut notifikasi dari media sosial, aplikasi berita, sampai video-video viral dari luar negeri. Kita hidup di zaman yang super cepat dan super global. Tapi di balik derasnya arus informasi, muncul pertanyaan penting: apakah kita makin digital berarti makin lupa jati diri sebagai bangsa Indonesia?
ADVERTISEMENT
Identitas Nasional: Lebih dari Sekadar Simbol
Identitas nasional adalah gambaran utuh tentang siapa kita sebagai bangsa. Bukan cuma sekadar bendera, bahasa, atau lambang negara, tapi juga nilai-nilai yang membentuk kepribadian kolektif. Ini mencakup cara berpikir, bersikap, hingga bagaimana kita berinteraksi satu sama lain sebagai bagian dari masyarakat Indonesia.
Koenta Wibisono (2005) menjelaskan bahwa identitas nasional merupakan hasil ungkapan nilai-nilai budaya yang dijalani seseorang sepanjang hidupnya. Artinya, identitas ini bukan sesuatu yang instan, tapi terbentuk dari sejarah panjang, perjuangan, dan proses sosial yang kompleks.
Dalam konteks Indonesia, identitas nasional mencakup Pancasila sebagai nilai dasar, Bahasa Indonesia sebagai pemersatu, semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai filosofi hidup, serta kekayaan budaya, adat, dan tradisi dari Sabang sampai Merauke.
ADVERTISEMENT
Era Digital dan Perubahan Pola Konsumsi Budaya
Kehadiran teknologi digital secara tidak langsung telah mengubah cara kita memaknai identitas tersebut. Budaya global kini bisa diakses dengan mudah. Hanya lewat layar smartphone, kita bisa tahu tren mode dari Paris, musik dari Korea Selatan, atau film dari Hollywood.
Namun, perubahan ini punya dua sisi. Di satu sisi, keterbukaan ini memperkaya perspektif kita. Tapi di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa generasi muda mulai kehilangan kedekatan dengan budaya sendiri. Kita hafal nama-nama idola luar negeri, tapi gagap saat ditanya siapa tokoh penting di masa perjuangan kemerdekaan. Kita tahu tren dance TikTok, tapi tidak tahu tarian daerah dari kampung halaman sendiri.
Contohnya, tak sedikit anak muda yang menganggap budaya lokal itu “jadul” atau ketinggalan zaman. Padahal, budaya lokal bukan cuma soal warisan masa lalu, tapi juga jati diri yang harus terus dihidupkan dan dikembangkan
ADVERTISEMENT
Konten Lokal Bisa Relevan, Asal Dikemas Menarik
Tantangan utama bukan pada budaya lokalnya, tapi pada cara kita mengemasnya. Budaya tidak harus selalu tampil kaku. Batik misalnya, kini hadir dalam bentuk fashion modern. Musik tradisional dikolaborasikan dengan elektronik atau jazz. Cerita rakyat dikisahkan lewat film pendek atau komik digital.
Beberapa kreator konten bahkan sukses mengangkat budaya lokal ke dunia maya dengan cara kreatif. Misalnya, komika yang menyisipkan nilai-nilai kebangsaan lewat stand-up comedy, atau content creator yang membahas sejarah Indonesia dengan cara storytelling yang ringan dan relatable. Artinya, teknologi bukan ancaman ; justru bisa jadi alat untuk memperkuat identitas nasional.
Pentingnya Literasi Kebangsaan di Ruang Digital
Salah satu kunci menjaga identitas nasional di era digital adalah literasi kebangsaan — yaitu pemahaman mendalam tentang nilai-nilai kebangsaan, sejarah, dan budaya, serta kemampuan untuk menyaring informasi dengan bijak.
ADVERTISEMENT
Kita butuh ruang digital yang sehat, di mana konten lokal mendapat tempat, di mana perbedaan tidak diolok tapi dirayakan, dan di mana nilai-nilai dasar bangsa seperti gotong royong, toleransi, dan keadilan tetap relevan.
Upaya ini harus dimulai sejak dini; lewat pendidikan, lewat keluarga, dan lewat teladan di media. Jangan sampai nilai-nilai penting seperti Pancasila hanya menjadi hafalan tanpa makna. Ia harus hidup dalam keseharian, bahkan dalam dunia digital yang penuh tantangan.
Jati Diri Tidak Harus Kuno
Nasionalisme modern bukan berarti harus meninggalkan media sosial atau menolak budaya luar. Justru, kita bisa menjadi bagian dari dunia global tanpa kehilangan jati diri. Kita bisa tetap modern, kreatif, dan digital, selama nilai-nilai identitas bangsa tetap menjadi fondasi.
ADVERTISEMENT
Kita tidak perlu malu jadi orang Indonesia. Kita harus berani memperkenalkan budaya sendiri, menggunakan Bahasa Indonesia dengan bangga, dan tetap menjunjung nilai-nilai luhur meski dalam bentuk baru yang lebih kekinian.
Penutup
Di tengah derasnya arus digital dan globalisasi, menjaga identitas nasional adalah tantangan yang nyata. Tapi ini juga peluang besar. Generasi muda sekarang punya senjata yang luar biasa; kreativitas, teknologi, dan koneksi tanpa batas.
Yang dibutuhkan hanyalah kesadaran dan kemauan untuk tetap berakar, meskipun ranting dan daunnya tumbuh ke arah manapun. Karena pada akhirnya, bangsa yang kuat bukan bangsa yang menutup diri dari dunia luar, tapi bangsa yang tahu siapa dirinya, dan tidak goyah meski zaman terus berubah.