news-card-video
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Bahasa Banjar Menjadi Viral di Indonesia: Potensi dan Strategi Promosinya

Muhammad Arinal Rahman
Seorang akademisi dan penulis jurnal ilmiah yang berdedikasi pada bahasa dan pendidikan. Sedang menempuh S3 dalam ilmu linguistik terapan di University of Szeged, Hongaria, meniti perjalanan intelektual menuju pemahaman mendalam dan kebijaksaan.
12 Maret 2025 9:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Arinal Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Takdir Ali Syahbana dari Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Takdir Ali Syahbana dari Pixabay
ADVERTISEMENT
Tadi setelah sahur, saya berdiskusi dengan seseorang yang saya anggap panutan dalam hidup saya terkait dunia bahasa. Entah kenapa, topiknya melayang ke soal bahasa Banjar. Saya bilang, "Kenapa ya bahasa Banjar nggak viral kayak bahasa Jawa?" Dia tertawa kecil, dan mengiyakan, kami berdiskusi panjang kenapa jargon atau istilah sederhana dalam bahasa daerah kelahiran, bahasa Banjar, tidak bisa menjadi viral atau digunakan oleh banyak kalangan di luar lingkungan orang Banjar.
ADVERTISEMENT
Saya lalu teringat fenomena kata-kata dalam bahasa Jawa yang mendadak akrab di telinga banyak orang. Rungkat! atau gas pol! Tanpa sadar, kata-kata itu muncul di mana-mana—di media sosial, di obrolan sehari-hari, bahkan di iklan. Padahal, dulu bahasa Jawa hanya digunakan oleh orang Jawa. Tapi sekarang? Orang dari Sumatera sampai Papua bisa saja mengatakan rungkat tanpa berpikir panjang.
Lalu, bagaimana dengan bahasa Banjar? Bukankah bahasa ini juga punya kosakata yang unik, bahkan terdengar cute? Orang Banjar pasti akrab dengan kata mamang yang artinya gelisah, atau tandui yang artinya repot. Tapi anehnya, kata-kata ini jarang muncul di luar komunitas Banjar. Kenapa bisa begitu?

Kedudukan Bahasa Banjar di Indonesia

Secara geografis, bahasa Banjar memang terpusat di Kalimantan Selatan dan sebagian wilayah sekitar. Menurut sensus BPS, jumlah penutur bahasa Banjar cukup signifikan, bahkan menjadi lingua franca di Kalimantan. Namun, secara nasional, posisi bahasa Banjar masih kalah gaung dibandingkan bahasa Jawa, Sunda, atau bahkan Betawi.
ADVERTISEMENT
Di dunia linguistik, ada yang disebut dengan language prestige—gengsi bahasa. Bahasa dengan jumlah penutur besar dan sering digunakan dalam berbagai media cenderung lebih prestisius. Bahasa Jawa, misalnya, sering muncul dalam budaya pop: dari lagu, meme, hingga konten TikTok. Sementara itu, bahasa Banjar? Masih terbatas di lingkup lokal.

Apakah Bahasa Banjar Bisa Viral?

Kalau mengikuti teori difusi bahasa, ada beberapa faktor yang membuat suatu bahasa atau kosakata bisa menyebar luas. Pertama, eksposur di media sosial. Kata-kata seperti rungkat atau ojo lali menjadi populer karena sering digunakan di TikTok, Twitter, dan YouTube. Kalau bahasa Banjar ingin viral, maka harus ada "influencer" atau kreator konten yang konsisten memasukkan bahasa ini dalam video atau postingan mereka.
Selain itu, daya tarik fonetik dan makna juga penting. Kata-kata yang viral biasanya memiliki bunyi yang menarik atau makna yang relate dengan kehidupan sehari-hari. Rungkat itu enak didengar dan punya arti kuat: keterpurukan. Dalam bahasa Banjar, mungkin gim (selesai) atau bawa batanang (coba tenangkan diri) bisa punya potensi serupa.
ADVERTISEMENT
Faktor lain adalah dukungan budaya pop. Bahasa Jawa menyebar luas karena muncul di lagu-lagu, film, bahkan iklan. Kalau ada musisi atau komika terkenal yang mulai memasukkan bahasa Banjar dalam karya mereka, bukan tidak mungkin efeknya bisa besar. Saya juga melihat beberapa stand-up comedian seperti Yono Bakri, Ebel Cobra, dan beberapa lainnya sudah mulai membuat podcast dengan bahasa Banjar. Sayangnya, mungkin belum terlalu viral. Padahal, ini bisa jadi gerbang awal agar bahasa Banjar lebih dikenal secara luas.

Jadi, Apa yang Harus Dilakukan?

Kalau memang ingin bahasa Banjar lebih dikenal, kita perlu mulai dari langkah kecil. Misalnya, gunakan kosakata Banjar di media sosial, dalam caption Instagram atau status WhatsApp. Bisa juga dengan membuat meme atau konten humor yang memakai kata-kata khas Banjar, siapa tahu tiba-tiba ada yang viral seperti rungkat. Atau lebih ekstrem lagi, coba buat sensasi atau huru-hara dalam bahasa Banjar, secara tidak langsung bahasa Banjar akan terekspos melalui sensasi itu. Ada contoh lain yang sedikit lebih masuk akal dilakukan, yakni seperti membuat lagu genre rap dengan bahasa Banjar. Sejauh pengetahuan penulis, belum ada lagu rap berbahasa Banjar yang viral, mungkin musisi banjar bisa melihat ini sebagai potensi. Kalau lagu rap itu bisa masuk ke For Your Page (FYP) TikTok, mungkin kita bakal mendengar orang-orang se-Indonesia bilang gim sambil tepuk jidat.
ADVERTISEMENT
Siapa tahu, suatu hari nanti kita bakal melihat gim atau bawa betanang berseliweran di Twitter, muncul di video TikTok, atau bahkan dipakai dalam percakapan sehari-hari di seluruh Indonesia. Atau jangan-jangan, sudah ada satu-dua kata bahasa Banjar yang mulai viral, tapi kita saja yang belum menyadarinya?