Penulis Konten Memang Pantas Dibayar Murah

Muhammad Arsyad
Senior Content Writer AMD Media. Penikmat budaya pop. Penyuka kajian media dan komunikasi. Warga Pekalongan.
Konten dari Pengguna
22 Mei 2023 15:07 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Arsyad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ILUSTRASI: Amelia Bartlett/UNSPLASH
zoom-in-whitePerbesar
ILUSTRASI: Amelia Bartlett/UNSPLASH
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Miris sekali rasanya setiap kali membuka Facebook. Selain nggak ada komentar atau like di postingan saya, karena memang saya belum mengunggah status terbaru. Kegetiran selalu menyergap saat membaca keluh kesah para penulis konten.
ADVERTISEMENT
Sekitar dua-tiga hari ini, linimasa Facebook saya kerap dipenuhi dengan unggahan kegelisahan para penulis konten di sebuah grup Facebook yang saya ikuti. Grup itu merupakan tempat di mana para penulis konten bisa mendapatkan pekerjaan, atau menjadi wadah anggotanya jika ingin mencari seorang penulis konten.
Banyak di antara mereka yang sambat karena bayaran penulis konten, menurut mereka, sangatlah murah. Sebagai seorang yang sudah terlanjur berenang di lautan kepenulisan konten, saya mengamini hal itu.

Bayaran Penulis Konten Murah

Ilustrasi jurnalis menulis berita. Foto: Getty Images
Saya sangat merasakan bagaimana kegelisahan mereka dalam menekuni dunia kepenulisan konten. Jangan dibayangkan penulis konten itu sama dengan penulis pada umumnya, yang bisa mendapat royalti. Ya, memang dapat royalti. Tapi kehidupan penulis konten tidak seindah iklan pelatihan menulis.
ADVERTISEMENT
Penulis konten bukanlah orang yang dihubungi media untuk menulis. Itu memang penulis konten, tapi bukan itu yang saya maksud. Para penulis konten ini biasanya bekerja untuk website atau blog tertentu yang dikelola, baik oleh perorangan maupun media besar.
Namun, jangan berpikir bahwa menjadi penulis konten di media besar dengan kontrak yang terikat bakal mendapatkan bayaran yang layak. Tidak, sama sekali tidak, kisanak. Seorang teman yang kini mulai merambah dunia kepenulisan konten memberi tahu bahwa ia hanya digaji Rp 4 ribu per artikel.
Coba bayangkan! Kalau sehari nulis lima artikel, berarti ia hanya mendapatkan Rp 20 ribu. Dalam sebulan, teman saya itu hanya akan mendapatkan sekitar Rp 600 ribu. Bayaran itu bisa lebih banyak jika menulis lebih banyak artikel.
ADVERTISEMENT
Padahal teman saya itu menjadi penulis konten di media yang lumayan mapan. Bayaran yang buat jajan di coffee shop saja kurang itu, bahkan membuat teman saya yang lain maju-mundur untuk mengambil pekerjaan sebagai penulis konten. Teman saya ini kaget setelah tahu bayaran penulis konten hanya berkisar Rp 11 sampai Rp 20 rupiah per kata.
Ada yang lebih mencengangkan lagi. Sebuah media yang sudah sangat besar bahkan membayar penulis kontennya berdasarkan views. Coba bayangkan kalau nggak dapat views? Ya, nggak diupah. Kalau per views dibayar Rp 10 ribu nggak masalah. Ini cuma satu rupiah.
Pantas saja orang-orang di grup Facebook tadi sangat marah. Menulis susah-susah, kok dibayarnya cuma segitu? Nggak sepadan dengan tenaga, pikiran, dan kreativitas yang tercurahkan buat seonggok tulisan.
ADVERTISEMENT

Banyaknya Penulis Konten

Ilustrasi Mengetik di Laptop Foto: Thinkstock
Di dunia kepenulisan konten sendiri, menurut saya ada iklim yang sangat tidak sehat. Saya tidak sedang bicara perusahan gede non media yang juga membuka lowongan penulis konten. Tapi fokus saya pada website, blog, dan tentu saja agen-agen jasa kepenulisan.
Kiwari penulis konten sangat banyak. Sudah banyak orang yang bisa menulis konten sesuai peraturan-peraturan yang ada di dunia website. Seperti katakanlah aturan search engine optimization (SEO). Dulu saya berpikir untuk menjadi penulis konten di media digital harus benar-benar menguasai SEO. Sekarang hanya sekadar tahu saja sudah cukup.
Nah, mereka yang memilih pekerjaan sebagai penulis konten harus bisa bersaing dengan ratusan bahkan ribuan penulis konten lainnya. Ironisnya, para penulis konten ini juga harus bersaing dengan agen artikel. Dan sialnya, tak sedikit yang banting harga.
ADVERTISEMENT
Kebanyakan website atau blog yang membutuhkan jasa penulis konten pasti akan lari ke yang harganya murah. Toh, yang dibutuhkan adalah tulisan yang mengikuti mesin, dalam hal ini Google. Jika ada dua penulis konten atau jasa penulisan konten yang menjamin kualitas sama, tapi yang satu harganya lebih rendah dari yang satunya lagi, jelas yang harganya lebih tinggi tak akan dilirik.
Hal itulah yang menurut saya, membuat para penulis konten sulit bertahan, dan apa boleh buat, harus menggadaikan idealismenya. Ibarat kata, kalau kamu nggak mau dibayar segitu, ya sudah. Masih banyak kok penulis konten yang mau dibayar segitu.

Tak Banyak yang Bisa Membayar Mahal

Ilustrasi menulis. Foto: fizkes/Shutterstock
Sebenarnya berapa sih upah layak penulis konten? Rp 50 ribu per artikel? Rp 100 ribu per tulisan? Nggak ada aturan pasti soal itu. Lagi pula nggak semua yang membutuhkan jasa penulis konten sanggup membayar gaji yang besar.
ADVERTISEMENT
Misalnya, pemilik blog yang blognya belum ramai pengunjung, sedangkan ia butuh blog itu tetap update walaupun belum dipasang iklan Google, bisa jadi akan mempekerjakan penulis konten. Masalahnya, si pemilik blog tersebut nggak punya budget besar untuk bayarin si penulis konten.
Makanya, si pemilik blog akan menyesuaikan dengan budget yang dimilikinya. Terkadang harus rela tombok. Sebab blognya belum menghasilkan, tapi ia harus membayar penulis konten.
Belum lagi para agen artikel yang banting harga. Sudah pasti bayaran penulis konten di sana akan dibayar di bawah harga yang ditawarkan untuk pelanggan. Ngenes banget, nggak sih?

Tuntutan Google

Ilustrasi menulis di kamar kost. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ironisnya, hal semacam itu terjadi karena sebuah tuntutan. Situs, website, blog, bahkan media massa online semuanya mengejar traffic. Masalahnya, tidak berhenti sampai di situ.
ADVERTISEMENT
Industri informasi digital, termasuk di dalamnya media sosial, kini dikuasai oleh Google. Google lah yang berada di balik ini semua. Sistem Google menawarkan page rank, di mana website sampai blog berlomba-lomba untuk bisa menembus halaman satu di mesin pencari.
Masalahnya, tidak semua bisa menembusnya. Salah satu caranya untuk menembus ke halaman satu adalah memperbanyak konten, terutama artikel-artikel yang berpedoman SEO. Untuk itulah website dan blog gila-gilaan dalam memproduksi konten.
Dengan memperbanyak konten, blog atau website bisa bersaing di Google. Maka dibutuhkanlah penulis konten. Problem lainnya, pendapatan dari website atau blog ternyata tak besar. Ada yang namanya cost per mile (CPM) atau pendapatan yang bisa didapatkan oleh blogger atau pemilik website per seribu tayangan iklan.
ADVERTISEMENT
Ada pula cost per click (CPC) atau bayaran yang didapat dari setiap klik ke iklan. Nah, baik CPC maupun CPM ini jumlahnya nggak menentu, tergantung jenis iklan yang masuk. Hal itulah yang bisa mempengaruhi pendapatan para blogger dan pengelola website.
Ujungnya, itu juga berdampak pada penulis konten. Jadi penulis konten dibayar sangat murah menjadi hal yang lumrah dan dianggap wajar-wajar saja. Mau bagaimana lagi? Mending kalau mau dapat duit banyak, nggak usah jadi penulis konten, deh. Jualan batik, kemeja, atau bikin rujak cingur buat dijual rasanya lebih menjanjikan.