Konten dari Pengguna

Pasar Klithikan Pakuncen: Antara Pesona Barang Antik dan Isu Barang Curian

Muhammad Avicenna Alfikri
Saya adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
21 Januari 2025 16:12 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Avicenna Alfikri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pasar Klithikan Pakuncen, Kamis (19/12/2024). Foto: Muhammad Avicenna Alfikri (sumber: Olahan Penulis)
zoom-in-whitePerbesar
Pasar Klithikan Pakuncen, Kamis (19/12/2024). Foto: Muhammad Avicenna Alfikri (sumber: Olahan Penulis)
ADVERTISEMENT
Akhir tahun di Kota Yogyakarta selalu menghadirkan suasana yang menyenangkan sekaligus menyesakkan. Ribuan wisatawan, baik dari dalam maupun luar kota, berbondong-bondong mendatangi kota yang terkenal dengan sebutan “istimewa” ini. Pusat keramaian seperti Malioboro, Tugu, Alun-Alun Kidul (Alkid), hingga sentra Gudeg Wijilan menjadi destinasi utama. Tak ketinggalan, pasar-pasar yang menawarkan pengalaman unik, seperti Pasar Klithikan Pakuncen, juga menjadi daya tarik tersendiri.
ADVERTISEMENT
Pasar Klithikan Pakuncen dikenal sebagai tempat berburu barang antik dan bekas dengan suasana otentik khas Yogyakarta. Lapak-lapak sederhana dengan berbagai barang yang dipajang menciptakan pengalaman belanja yang berbeda dari pusat perbelanjaan modern. Namun, di balik pesonanya, pasar ini menyimpan cerita lain yang tak kalah menarik untuk diulas.
Pasar Antik atau Pasar 'Maling'
Bagi sebagian warga Yogyakarta, Pasar Klithikan Pakuncen memiliki reputasi yang sedikit kontroversial. Sebagian menyebutnya sebagai pasar antik, namun tak jarang pula yang menjulukinya sebagai pasar 'maling'. Julukan ini muncul dari cerita-cerita yang berkembang di masyarakat, salah satunya pengalaman Suryo, seorang warga Yogyakarta.
“Aku pernah kehilangan helm waktu nonton konser di Kridosono. Tiga khari kemudian, aku coba cari di Pasar Klithikan. Setelah keliling cukup lama, ternyata aku menemukan helmku dijual di salah satu lapak di pojok pasar,” ujar Suryo.
ADVERTISEMENT
Pengalaman ini memunculkan dugaan bahwa barang-barang yang hilang sering kali berakhir di pasar ini.
Penelusuran di Pasar Klithikan
Dengan rasa penasaran, saya memutuskan untuk mengunjungi Pasar Klithikan Pakuncen pada suatu malam. Rintik hujan mengiringi perjalanan saya melalui Jalan Ringroad dan Jalan Wates hingga akhirnya tiba di Wirobrajan, tempat pasar ini berada. Bangunan pasar yang dominan berwarna hijau dengan aksara Jawa bertuliskan “Pasar Klithikan Pakuncen” menyambut kedatangan saya.
Saya mulai menyusuri bagian atas pasar, yang didominasi oleh penjual ponsel bekas. Suasana di sini cukup sepi, namun terlihat beberapa orang, termasuk remaja, menawarkan ponsel kepada pedagang. Tanpa ingin berprasangka buruk, saya melanjutkan perjalanan ke bagian bawah pasar.
Di bagian bawah, suasana lebih ramai. Lorong pertama diisi oleh toko-toko yang menjual barang elektronik bekas, seperti radio, speaker, hingga baterai. Di lorong berikutnya, saya menemukan toko sparepart motor bekas yang sangat ramai. Knalpot, mesin blok, dan velg bekas dipajang di sana.
ADVERTISEMENT
Banyak pemuda tampak menawarkan barang-barang tersebut kepada penjual. Semakin jauh saya menyusuri pasar, semakin banyak hal menarik yang saya temui. Di bagian belakang, saya melihat toko-toko yang menjual helm, sandal, hingga pakaian dalam. Salah satu toko yang menarik perhatian saya adalah toko jam bekas milik Andi.
Pengakuan Penjual
Andi, sang pemilik toko jam, mengungkapkan bahwa sebagian besar barang yang dijual di pasar ini memang berasal dari orang-orang yang membutuhkan uang cepat.
“Biasanya 50:50, ada yang beli, ada yang jual. Tapi saya nggak tahu itu barang mereka sendiri atau bukan. Kadang memang susah dibedakan,” ujar Andi.
Ia juga bercerita pernah membeli jam tangan merek Daniel Wellington dari seorang anak kecil dengan harga sangat murah.
ADVERTISEMENT
“Anak itu kelihatan ingin cepat menjual. Saya tawar Rp 300 ribu, dan dia langsung setuju. Padahal harganya jauh lebih mahal,” tambahnya.
Selain itu, Andi mengungkapkan bahwa ada kalanya ia merasa ragu dengan barang yang ditawarkan kepadanya. Namun, sebagai pedagang, ia hanya bisa berfokus pada peluang untuk mendapatkan barang dengan harga murah.
“Kadang ada yang datang menawarkan barang elektronik atau perhiasan dengan harga yang terlalu murah. Saya sering berpikir, dari mana mereka mendapatkan barang itu?” katanya.
Foto Bersama Andi Penjual Jam Bekas di Pasar Klithikan Pakuncen. Sumber: Dok. Pribadi.
Dinamika Pasar dan Pengalaman Pengunjung
Pasar Klithikan Pakuncen memiliki dinamika yang unik. Di satu sisi, pasar ini menjadi tempat bagi mereka yang ingin mencari barang bekas dengan harga terjangkau. Banyak pengunjung yang merasa puas menemukan barang-barang yang sulit ditemukan di tempat lain. Di sisi lain, ada pula cerita-cerita tentang barang-barang yang dijual tanpa kejelasan asal-usulnya.
ADVERTISEMENT
Seorang pengunjung lain, Budi, berbagi pengalamannya saat mencari sparepart motor bekas.
“Di sini saya bisa menemukan sparepart yang sudah tidak diproduksi lagi. Tapi memang harus hati-hati, karena ada kemungkinan barang yang dijual tidak legal,” ujarnya.
Pasar ini juga menarik perhatian para kolektor barang antik. Beberapa barang yang dijual di sini memiliki nilai sejarah atau estetika yang tinggi, meskipun kondisinya tidak selalu sempurna.
“Saya pernah menemukan radio antik dari tahun 70-an yang masih berfungsi. Harganya jauh lebih murah dibandingkan di toko barang antik,” kata seorang kolektor.
Namun, keberadaan pasar ini juga memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Banyak yang berharap agar pengelola pasar dan pihak berwenang dapat lebih ketat dalam mengawasi transaksi yang terjadi di sana. Dengan begitu, pasar ini tetap bisa menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para pembeli maupun penjual.
ADVERTISEMENT
Pengalaman berkeliling Pasar Klithikan Pakuncen membuka mata saya tentang dinamika pasar ini. Pasar yang awalnya dikenal sebagai tempat berburu barang antik kini juga menjadi tempat transaksi barang-barang yang asal-usulnya sering kali diragukan.
Barang-barang yang dijual dengan harga murah menjadi daya tarik, namun juga menimbulkan pertanyaan etis. Pasar Klithikan Pakuncen tetap menjadi bagian dari wajah Yogyakarta yang kompleks. Di satu sisi, ia menawarkan pengalaman belanja yang unik dan otentik. Namun di sisi lain, pasar ini mencerminkan realitas sosial yang tak bisa diabaikan, di mana kebutuhan ekonomi dan praktik jual beli sering kali berjalan di area abu-abu.
Sebagai bagian dari budaya lokal, pasar ini memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi destinasi wisata yang lebih terorganisir. Dengan pengelolaan yang lebih baik dan pengawasan yang lebih ketat, Pasar Klithikan Pakuncen dapat terus menjadi tempat yang menarik, tidak hanya bagi warga lokal tetapi juga bagi wisatawan yang ingin merasakan pengalaman belanja yang berbeda di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT