Konten dari Pengguna

Hukum Memanjakan Anak

muhammad azka rafdi
Mahasiswa UIN Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Hukum Keluarga
6 Desember 2022 17:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari muhammad azka rafdi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ibu yang sedang menuruti keinginan anaknya. Sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu yang sedang menuruti keinginan anaknya. Sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mempunyai anak menjadi kebanggaan luar biasa bagi orang tua. Setiap pasangan yang baru menikah tentu menantikan buah hati. Tanpa kehadiran buah hati, pasti kehidupan dalam rumah tangga menjadi kurang lengkap. Bagi pasangan yang belum diamanahi buah hati akan melakukan berbagai upaya.
ADVERTISEMENT
Ketika sebuah keluarga telah diberi buah hati oleh Allah Swt, hal yang paling bijak dilakukan adalah dengan bersyukur, mensyukurinya dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Orang tua akan merasa bangga karena telah memiliki keturunan bagi keduanya. Bukan hanya orang tua saja yang bangga, seluruh keluarga besar dari kedua pihak akan turut bersukacita dalam menyambut kehadiran seorang anak dalam keluarganya.
Bagi pihak istri, adanya kehadiran anak menjadikan status dirinya berubah menjadi sosok ibu. Seorang ibu merupakan sekolah pertama bagi anaknya. Dengan kehadiran seorang anak, di pundak istri ada tanggung untuk mendidik, merawat dan mengasuh.
Fokus kedua orang tua kini tertuju pada seorang anak. Akan tetapi, terkadang banyak orang tua yang kurang teliti. Kasih sayang dan cinta yang diberikan kepada anak terkadang berlebih, hingga keluar dari batas kewajaran. Perhatian yang berlebihan ini biasa disebut dengan perbuatan yang memanjakan anak.
ADVERTISEMENT
Memang tidak keliru apabila ada orang tua yang memberikan perhatian lebih kepada anaknya. Semua orang tua tentu menginginkan kebaikan untuk anaknya. Bahkan, ketika anam melakukan kesalahan di luar rumah, orang tua pasti akan membela anaknya, kemudian barulah orang tua akan menasehatinya ketika sudah tersadar. Contoh lainnya pada kasus memanjakan anak dalam keuangan. Kebanyakan orang tua melihat hal ini pasti tega, karena anaknya masih di bawah umur sudah bersusah payah mencari uang sendiri. Tentu orang tua akan memberinya uang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Menurut saya bukan itu titik permasalahannya. Lebih baik orang tua memberikan arahan terhadap proses mencari rezeki yang halal itu seperti apa, yang dilarang itu seperti apa. Jika orang tua mempunyai bisnis, maka anak bisa dilibatkan, tentu saja disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan anak tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada titik inilah orang tua berhasil mengesampingkan kemanjaan kepada anak. Bagaimanapun, anak yang dimanja dengan anak yang tidak dimanja akan berbeda hasilnya. Anak yang dimanja saat masa kecil memang akan selalu mendapatkan kemudahan, tetapi saat dewasa dirinya akan kaget menghadapi kesulitan dalam hidup. Berbeda dengan anak yang tidak dimanja, dirinya akan tidak kaget karena sudah terbiasa menghadapi kesulitan dalam hidupnya.
Apabila orang tua membiarkan anak bersikap manja, maka perlu diperhatikan agar tidak berlebihan. Pada dasarnya anak dididik oleh orang tuanya agar dirinya siap menjemput bola demi keberlangsungan hidupnya. Bukan perkara uang saja, melainkan semua yang menyangkut kebutuhan seorang anak. Manajemen keuangan keluarga tidak dapat dilepaskan dari peran orang tua, termasuk memahami kepada anak tentang konsep rezeki dari Allah Swt.
ADVERTISEMENT
Mengoptimalkan peran anak disini bukan diartikan anak harus ikut membantu orang tuanya mencari nafkah, tetapi lebih ke arah membiasakan anak untuk bertanggung jawab atas kebutuhannya sendiri, seperti anak memiliki tanggung jawab merapikan tempat tidurnya, mencuci baju sendiri dan membersihkan alat makan setelah digunakan. Hal ini merupakan contoh dasar untuk membiasakan anak bersikap mandiri dan tanggung jawab atas kebutuhannya.
Kemudian keluarga islam memiliki misi tertentu yang harus jadi standar dalam mendidik anak, yakni misi tauhid. Orang tua harus mengingat prinsip pewaris tauhid agar semangat mendidik anak. Prinsip pewaris tauhid ini telah dicontohkan oleh Allah dalam Al Quran.
Diceritakan pada zaman Umar ada seorang wanita mendekatinya dan bertanya,
"Bagaimana agar aku bisa berhasil mendidik anakku?," ucap wanita itu.
ADVERTISEMENT
"Berilah kelonggaran pada anakmu ketika umurnya belum sampai baligh, karena hal ini termasuk ibadah," jawab umar.
Mengutip perkataan Umar tujuannya agar anak tak kecewa dengan sistem keluarganya sendiri. Itu dikhawatirkan nanti akan berujung pada kekecewaan anak pada sistem islam. Ketika anak sudah mau beribadah seperti salat dan membaca Al Quran, maka orang tua mesti mendukung dengan cara yang arif.
Cara arif itu penting agar anak bisa meresapi nilai tauhid yang terkandung dalam ajaran islam secara perlahan. Dari sisi ini, anak perlu dimanjakan dengan kemanjaan yang terukur. Misalnya membelikan mainan jika melakukan kebaikan dan seterusnya.
Islam senantiasa mengatur terhadap pertumbuhan anak. Islam menganjurkan seorang anak agar dilatih kemandirian dan tidak bergantung kepada orang tua. Hal ini bertujuan agar pertumbuhan finansial seorang muslim dapat berjalan lancar. Ajaran islam melarang orang tua terlalu memanjakan anak, karena dikhawatirkan dirinya tumbuh sebagai benalu, kebergantungan dan tidak bisa hidup mandiri. Sebagai orang tua wajib mendidik dan membiasakan hal baik pada anak. Karena nantinya, anak pria akan menjadi kepala rumah tangga dan anak wanita akan menjadi pengurus keuangan keluarga.
ADVERTISEMENT