Konten dari Pengguna

Susi Pudjiastuti Kini

Ajo Darisman
~Sebab life sesungguhnya laif.
22 November 2019 16:57 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ajo Darisman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menikmati senja tanpa kopi dan puisi. Hehe.
zoom-in-whitePerbesar
Menikmati senja tanpa kopi dan puisi. Hehe.
ADVERTISEMENT
Saya mau jadi presiden lautan Indonesia. Istananya di dasar laut.
ADVERTISEMENT
Begitu celetuk Susi Pudjiastuti kala menikmati senja sambil menanti mentari tenggelam di Pantai Bodur, Tanjung Lesung, Pandeglang, Sabtu (16/11).
Selepas tak lagi menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, tetap saja kesibukan Susi tak jauh-jauh dari laut. Bersama komunitas Pandu Laut Nusantara yang ia dirikan, srikandi asal Pangandaran itu berpindah dari pantai ke pantai.
Saya berkesempatan mengikuti kegiatannya selama dua hari di Pandeglang, Banten. Saat tugas liputan itu ditawarkan ke saya oleh Mas Habibi, korlip kami di kumparan, hanya butuh sepersekian detik untuk saya menjawab iya.
Padahal seharusnya, hari keberangkatan itu adalah waktu saya menikmati leyeh-leyeh sambil baca buku, alias libur. Namun justru lebih memilih ikut Susi. Selain liputannya pasti di laut yang rasanya sudah sangat rindu, sebenarnya saya membawa misi terselubung: menjajal paddle board Susi, hehehe.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari Jakarta lewat Halim Perdanakusuma International Airport, saya sama sekali tak menyadari akan menaiki pesawat seukuran bus TransJakarta itu. Ini rasanya harus dituliskan karena pengalaman pertama.
Tepat, rasanya memang seperti menaiki bus terbang. Saya mabuk udara untuk pertama kali. Hadeeh, payah.
Susi starter pack menuju Tanjung Lesung.
Oke cukup cerita enggak pentingnya. Kembali lagi ke Susi dan misi liputan (baca: menjajal paddle board). Dua hari itu cukup berkesan untuk tahu seperti apa Susi, khususnya kini, selepas bukan lagi menteri.
Oh iya, tujuan kami ke Pandeglang itu sebenarnya untuk membagikan 5 kapal tangkap ikan. Kapal itu kalau kata Susi, ia dapat sebagai mahar dari mengisi berbagai acara.
Salah satunya misal, saat ia mengikuti fashion show busana rancangan Anne Avantie, itu dibayar dengan 10 kapal. Nah, sejak berangkat saya hanya tahu info ini.
ADVERTISEMENT
Dalam hati, saya berucap aneh memang, ‘Nyi Roro Kidul’ ini dulu menenggelamkan ratusan kapal. Kini, justru bagi-bagi kapal.
Di luar dugaan, saya baru menyadari nyatanya siapa yang akan menerima kapal itu belum ada alias belum ditetapkan. Konsepnya, si penerima baru akan kita cari setibanya di lokasi. Cara pertama yang kami gunakan adalah mewawancara nelayan diam-diam, berpura-pura jadi pelancong yang mencari kapal hendak ke pulau.
Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sumur, jadi target operasi pertama kami. Walaupun sebenarnya di sana, bukan bekerjalah yang pertama kami lakukan, melainkan menjajal bakso kampung.
Ini awalnya agak canggung rasanya, sebab kami duduk di pelantar kayu. Susi yang nampak begitu santai lantas memboyong satu renteng kerupuk dari warung itu.
ADVERTISEMENT
Tampaknya hanya dia satu-satunya yang makan bakso itu dengan begitu bersemangat. “Bakso kampung memang sangat enak, ditambah kerupuk dan angin pantai yang begitu sejuk,” ujarnya sembari menyantap semangkuk bakso.
Bakso pun ludes kami lahap. Usai memberi instruksi pada tim, Susi lantas leyeh-leyeh sekenanya di pelantar kayu yang biasa saja itu. Ini saya ragu pendiri maskapai Susi Air itu entah benar-benar tidur atau menyembunyikan diri.
Leyeh-leyeh Susi and the geng.
Jika melakukan penyamaran, sepertinya cukup berhasil. Sebab, dari 6 nelayan yang kami wawancara selama dua jam, hanya satu orang yang akhirnya menyadari keberadaan Susi.
Dari ekspedisi ini, lima nama kami kantongi, untuk diminta datang malam harinya memastikan keputusan tim. Hari pertama itu berlanjut tentunya dengan Susi Padling di Pantai Bodur.
ADVERTISEMENT
Misi utama saya sepenuhnya gagal di hari pertama ini. Susi langsung menjajal paddle board-nya pukul 17.00 WIB. Sedang kami terlambat karena berburu sea food terlebih dahulu.. hikss.
Kendati misi paddling gagal, setidaknya saya bisa menikmati senja di pantai bersama ratu laut. Hehehe. Ini sebelas dua belas saja rasanya dengan menjemput sunset bersama kekasih kok, cuma kurang kopi dan puisi aja.
Ini nih senjanya. Sembari menunggu Susi paddling.
“Ibu ingat persis berapa total kapal yang Bu Susi tenggelamkan selama lima tahun?” tanya saya sekenanya.
“Total ada 558 kapal,” jawabnya yang tengah menikmati mentari tenggelam.
Hari yang santuy dan begini adem. Sayangnya, rencana berkemah hari itu batal. Tiga tenda yang sudah dipasang, ditinggal begitu saja lantaran gerimis dan nyamuk tak bersahabat.
Ini tenda persiapan kemah yang batal.
Esoknya tentu kita awali dengan ke lautan lagi. Ya namanya juga dengan presiden laut, ke mana lagi memang tujuannya. Wong sejak kemarin makan makhluk laut terus, kok.
ADVERTISEMENT
Tujuan kami, melihat terumbu karang yang sedang masa pemulihan pasca-diterjang tsunami. Sesuai dugaan, Susi lompat ke laut, berikut paddle board.
Kali ini saya tak mau kecolongan lagi. Sejak berangkat, meski tak membawa pakaian renang, saya sudah siap celana pendek dan singlet yang lumayan pas untuk berenang.
Lompat, gerakan tangan dan kaki sedikit, dan target terlihat. Satu paddle board nganggur secepat kilat saya naiki. Mision completed.
Mission completed.
Ekpekstasinya keren macam Susi sih. Realita berkata lain. 5 menit kemudian saya berhasil keren kok.
Eh, bukan itu inti cerita hari kedua sebenarnya. Kejadian menariknya dimulai selepas kami puas berenang.
Saat kami hendak kembali ke dermaga, satu nelayan dengan perahu usang melintas tanpa dosa di hadapan kami. Susi menginstruksikan timnya untuk mengejar.
Ucapan yang sekilas saya dengar saat itu kira-kira begini, “Nah nelayan yang kayak gini harusnya yang kita cari, ketahuan kalau kapal itu pasti sangat bermanfaat untuk dia,” celoteh Susi.
Ini Adtomi, salah satu nelayan yang dikejar Susi.
Sang nelayan itu wajar saja ketakutan dikejar dua kapal. Sekaligus ia pasti heran tambah bingung memikirkan apa salahnya.
ADVERTISEMENT
“Bapak kapalnya saya minta ya, bapak silakan pilih kapal saya,” ujar Susi saat nelayan itu berhasil kami kejar.
“Ya silakan, tapi jaringnya jangan diambil ya Bu,” ujar nelayan bernama Adtomi itu dengan polosnya.
Peristiwa itu terjadi dua kali, satu lagi nelayan yang kejatuhan rezeki nomplok itu bernama Mulyani. Mulyani ini kita ciduk saat tengah memancing menggunakan kapal dayung tanpa mesin.
Jadi total hari itu Susi membagikan lima kapal. Ke depan, cara yang ia beri nama tukar guling itu bakal menjadi rutinitas mingguan Susi. Kepada saya ia katakan saat ini masih ada 27 kapal lagi yang akan ia bagikan di Lampung hingga Palu.
Cerita mengenai peristiwa-peristiwa tersebut silakan disimak saja dalam beberapa laporan saya dibawah ini:
ADVERTISEMENT
Tulisan ini ada baiknya saya cukupkan saja. Sebab sebetulnya tulisan ini hanya pengantar saja untuk munculnya tulisan terkait pengalaman meliput bersama Susi yang akan diceritakan Nlaela.
Jadi mari kita tunggu saja kisah Nlaela, yang kabarnya pernah di’nina bobok’ oleh Susi sembari rambutnya dielus-elus. Luar biasa memang Nlaela itu, satu-satunya pewarta yang pernah tidur sambil dielus menteri.
Ini pas di pesawat. Difoto diam-diam.