Konten dari Pengguna

Estetika Budaya yang Tergerus Tuntutan Ekonomi

Muhammad Darisman
Asisten Redaktur kumparanBisnis. Menulis dan editing konten isu ekonomi dan bisnis. Membuat konten Multichannel.
17 November 2017 20:08 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Darisman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Estetika Budaya yang Tergerus Tuntutan Ekonomi
zoom-in-whitePerbesar
Secara filosofis kebudayaan Indonesia berakar dari sistem kepercayaan lama. Bibitnya telah muncul sejak masyarakat masih menganut kepercayaan Animisme, Dinamisme, Totenisme, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan itu kemudian diadopsi oleh hampir seluruh bentuk kesenian abad ke-4 Masehi. Pada masa itu secara fungsional kesenian merupakan media melaksanakan ritualitas, pemujaan yang sifatnya sakral. Fungsi religius menjadikan kesenian memiliki nilai estetik tinggi.
Ondel-ondel juga termasuk ke dalam jenis kesenian yang memiliki estetika religius. Kesenian ini bermakna sebagai perlambang kekuatan yang mampu memelihara keamanan, ritualitas untuk menolak bala dan roh jahat.
Seiring perkembangan zaman, ondel-ondel mengalami sinkretisme dengan ajaran-ajaran agama yang masuk ke Indonesia, mulai dari Hindu-Budha sampai pada Islam. Fungsi ondel-ondel sebagai media ritual atau pengusiran roh itu berubah menjadi ikon budaya yang dipertunjukkan pada momen-momen penting orang Betawi atau Jakarta.
Pada masa sekarang, di tengah gempuran ekonomi ibu kota yang begitu keras, ondel-ondel menjadi sangat mudah kita jumpai di jalanan kota Jakarta. Ondel-ondel jalanan atau ngamen ondel-ondel ini memiliki citra yang buruk untuk dikategorikan sebagai ikon budaya. Apakah nilai estetis ondel-ondel telah tergerus demi kebutuhan ekonomi?
ADVERTISEMENT
Menurut Yahya Andi Saputra selaku wakil ketua Lembaga Kebudayaan Betawi ondel-ondel adalah kesenian tradisional Betawi yang memang sudah muncul sebelum Islam datang. Simbol dari kekuatan gaib, yang oleh orang Betawi diyakini memiliki kekuatan gaib.
Mengenai fenomena ngamen ondel-ondel, ia mengatakan bahwa ngamen dalam kesenian tradisional menjadi salah satu cara bagi mereka untuk bertahan, untuk tetap memelihara seniman.
Meskipun Budayawan Betawi ini tidak keberatan dengan ngamen ondel-ondel, ia juga mengakui bahwa sekarang memang banyak cara ngamen ondel-ondel yang menyalahi pakem atau menghilangkan nilai estetikanya sebagai sebuah kesenian.
Ondel-ondel yang seharusnya sepasang dan diiringi pemain musik live, sekarang banyak yang hanya satu tanpa diiringi musik pula. Ngamen yang salah inilah yang harus di edukasi menurutnya.
ADVERTISEMENT
Seperti itulah dinamika yang terjadi pada ikon budaya Betawi saat ini. Ngamen ondel-ondel di satu sisi menjadi sarana untuk orang-orang saat ini masih bisa melihat kesenian tersebut, tetapi di lain sisi malah terkesan mengurangi nilai estetika ondel-ondel itu sendiri bahkan dikategorikan PMKS oleh pemerintah daerah.
Estetika Budaya yang Tergerus Tuntutan Ekonomi (1)
zoom-in-whitePerbesar
Ondel-ondel bukan satu-satunya kesenian yang dijadikan alat untuk memenuhi tuntutan ekonomi. Hampir setiap daerah melakukan praktik serupa. Persoalannya sekarang, salahkah ketika kesenian dimanipulasi sebagai alat pemenuhan kebutuhan di tengah tuntutan hidup yang begitu keras? Adalah tugas kita bersama untuk menjawab persoalan ini.