Mencermati Peran Bahasa dan Tulisan dari Sejarah

Muhammad Dera Purdiansyah
Menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2019 di Universitas Islam Bandung sebagai Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota. Saat ini memiliki ketertarikan pada Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Berkelanjutan
Konten dari Pengguna
4 Desember 2021 13:58 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Dera Purdiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Menyadari pentingnya literasi untuk masa depan dari masa lalu

ADVERTISEMENT
Apa yang akan terjadi jika tidak ada bahasa? Pastinya kita akan kesulitan untuk menyampaikan informasi. Kemampuan berbahasa menjadi salah satu keistimewaan yang kita miliki sebagai manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya.
ADVERTISEMENT
Bahasa akan membantu kita dalam menyampaikan hasil pemikiran kita. Bersamaan dengan hasil pemikiran, bahasa selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu melalui wujud sebuah artefak yaitu tulisan. Tulisan dalam wujud artefak dapat berupa prasasti atau buku. Tulisan dalam bentuk artefak ini memiliki informasi yang sangat penting bagi manusia baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.
Seiring perkembangannya, bahasa dan tulisan menjadi simbolik dari suatu kelompok yang bertransformasi menjadi bangsa dan negara. Seperti halnya Bahasa Indonesia yang disepakati menjadi bahasa persatuan dan simbol bagi masyarakat di negara Indonesia. Seperti halnya Bahasa Inggris yang disepakati menjadi bahasa internasional dan simbol bagi dunia.
ADVERTISEMENT
Namun, apakah dalam perkembangannya bahasa dan tulisan ini selalu menguntungkan? Kali ini ada tiga kisah yang akan penulis bagikan mengenai penggunaan bahasa dan tulisan dari sudut pandang kepentingan yang berbeda.
Foto: Dokumentasi Pribadi
Kisah 1: Penggunaan Bahasa Sebagai Sarana Dalam Strategi Perang (Perang Asia-Pasific 1942)
Bahasa yang menjadi fokus kali ini adalah bahasa Navajo (Indian). Kejadian ini dilatarbelakangi oleh penggunaan bahasa Inggris (Amerika) sebagai sandi telah terpecahkan oleh lawan (Jepang). Sehingga, diperlukan cara lain untuk menjaga kerahasiaan perintah berupa sandi dalam strategi perang.
Bahasa Navajo menurut Philip Johnston (seorang doktor ilmu bahasa) merupakan bahasa yang sangat kompleks dari segi struktur kalimat. Dengan kondisi tersebut, Johnston memberikan ide ini kepada militer untuk menggunakan bahasa Navajo sebagai sarana dalam berperang. Ide tersebut ternyata disetujui oleh militer Amerika. Selanjutnya, militer Amerika merekrut ratusan orang dari suku Navajo kemudian melatihnya untuk dijadikan tentara.
ADVERTISEMENT
Strategi tersebut dinilai berhasil. Pasukan lawan (Jepang) kesulitan dalam menerjemahkan sandi dalam bahasa Navajo. Meski begitu, Jepang dengan cepat menyadari kondisi tersebut lalu menjadikan tentara suku Navajo sebagai target utama mereka sebagai bagian dari pengendalian perang.
Kisah penggunaan bahasa Navajo di atas menjadikan bahasa sebagai sarana dalam berperang dengan memanfaatkan masyarakat suku Navajo. Pada akhir perang, Philip Johnston menyesal telah memberikan ide tersebut karena banyak dari suku Navajo yang dikorbankan dalam peperangan.
Kisah 2: Penggunaan Tulisan Braille Sebagai Sarana Dalam Berbahasa
Kali ini berkisah tentang tulisan Braille. Huruf Braille merupakan sistem tulisan sentuh yang diciptakan oleh Louis Braille yang menderita buta sejak kecil. Sebelumnya, Louis Braille terinspirasi dari Kapten Charles Barbier yaitu seorang perwira artileri Napoleon (Prancis) yang menggunakan sandi berupa garis dan titik-titik timbul untuk memberi pesan dan perintah kepada tentara dalam kondisi gelap. Tulisan itu dikenal dengan sebutan night writing atau tulisan malam.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Louis Braille ingin menjadikan huruf ini dapat digunakan oleh para tunanetra. Demi menyesuaikan kebutuhan para tunanetra, Louis Braille melakukan uji coba terhadap tunanetra. Hasilnya adalah tunanetra lebih peka terhadap titik yang muncul dan ruang kosong (spasi) dibandingkan garis.
Sempat mengalami pertentangan politik terhadap penggunaan huruf Braille dikarenakan masyarakat saat itu menilai sistem baca dan penulisan ini tidak lazim digunakan. Namun, karena perkembangan murid-murid tunanetra yang begitu cepat berkat penggunaan huruf Braille, pada akhirnya tulisan Braille diakui secara sah oleh pemerintah Prancis pada 1851 dan diakui secara Internasional pada akhir abad ke-19.
Kisah perjuangan Louis Braille bukan hanya bermanfaat bagi tunanetra di Prancis saja. Hingga saat ini sistem huruf Braille diadaptasi ke berbagai bahasa di dunia. Bahkan, diadaptasi ke dalam kitab suci agar tunanetra tetap bisa menyempurnakan ibadah dengan membaca kitab suci. Penemuan Louis Braille memberikan harapan bagi tunanetra untuk melintasi keterbatasannya. Penemuan ini juga membantu dunia untuk mencapai kehidupan yang inklusif (no one left behind).
ADVERTISEMENT
Kisah 3: Peran Tulisan Dalam Kemajuan Bangsa (Pertempuran Cajamarca antara Spanyol dan Inka)
Ada yang menarik dalam cerita pertama kalinya spanyol menduduki benua amerika (Cajamarca/Peru) di bawah pimpinan Pizarro pada abad ke-16. Ketika itu, pasukan Pizarro hendak menyebarkan agama Kristen dengan mengajak bangsa Inka yang dipimpin oleh Atahuallpa untuk beriman kepada Tuhan di bawah Bibel. Namun, sang pimpinan Atahuallpa melempar Bibel tersebut yang pada akhirnya penyebaran agama perlu dilakukan melalui jalan peperangan.
Pasukan Spanyol yang memiliki jumlah jauh lebih sedikit dibandingkan pasukan Inka sempat mengalami serangan mental. Akan tetapi, jalan peperangan tetap harus dilakukan. Selama peperangan berlangsung, pasukan Spanyol melakukan strategi jebakan untuk mendapatkan sang pemimpin Atahuallpa dan menculiknya. Pasukan Spanyol berhasil dengan strategi jebakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Jumlah pasukan ternyata tidak menentukan kemenangan. Bangsa Inka justru mengalami kekalahan dengan mudah. Bangsa spanyol berhasil mendapatkan Atahuallpa dan memporak-porandakan bangsa Inka. Hal ini diluar ekspektasi kedua belah pihak. Bahkan, Spanyol benar-benar tidak percaya dapat mengalahkan bangsa Inka dengan mudah. Lalu mengapa hal itu bisa terjadi?
Pasukan Spanyol percaya bahwa peperangan ini bisa dimenangkan karena mendapat bantuan dari Tuhan. Akan tetapi, jika mencermati berdasarkan rentetan sebab-akibat, latar belakang bangsa Inka dapat dikalahkan dengan mudah adalah budaya dalam memanfaatkan tulisan sebagai bagian dari perkembangan.
Bangsa Inka, menggunakan lisan sebagai media dalam penyampaian warisan informasi dan itu berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Penggunaan lisan cenderung memberikan informasi yang tidak lengkap dan tidak transparan. Sementara spanyol, menggunakan media tulisan sebagai bagian dari warisan informasi. Media tulisan dinilai lebih lengkap, jelas, dan transparan.
ADVERTISEMENT
Kedua sistem tersebut memiliki pengaruh terhadap perkembangan teknologi, politik, dan militer masing-masing kelompok. Tulisan digunakan sebagai bahan untuk melakukan riset, sehingga dengan cepat tercipta pembaharuan di berbagai bidang. Berbeda dengan sistem lisan yang digunakan bangsa Inka, pembaharuan di berbagai bidang tercipta dengan sangat lambat. Sehingga, bangsa Inka mengalami kekalahan karena Spanyol selangkah lebih maju. Keadaan ini memperlihatkan bahwa ada ketimpangan antara dua bangsa/negara yang disebabkan oleh sikap terhadap bahasa dan tulisan.
Ketiga kisah dengan abad yang berbeda di atas memberikan pola kepada kita bahwa bahasa dan tulisan memiliki peran yang sangat penting dalam peradaban manusia. Sedikitnya, dari ketiga kisah di atas, peran tersebut dapat berupa senjata (kisah 1), sarana yang bermanfaat bagi terciptanya lingkungan yang inklusif (kisah 2), dan menentukan kemajuan dan keterbelakangan (ketimpangan) suatu bangsa (kisah 3). Lalu bagaimana dengan abad ke-21?
Foto: Batita membaca melalui tontonan video di YouTube. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Saat ini adalah era di mana teknologi digital digunakan sebagai sarana dalam mendukung kehidupan yang serba cepat. Meskipun peperangan tidak terjadi saat ini, yang terjadi adalah perlombaan menuju penguasaan teknologi digital oleh berbagai kelompok.
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini pendiri Facebook mengubah nama Facebook menjadi Meta dan berambisi menjadi Metaverse. Metaverse merupakan dunia virtual yang akan memberikan pengalaman mendekati dunia nyata dengan bantuan berbagai teknologi yang tidak sederhana. Meskipun masih dalam perdebatan, proyek ini akan membutuhkan tenaga kerja manusia yang besar dari mulai proses perencanaan, konstruksi, hingga implementasi.
Jika dihubungkan dengan bahasa dan tulisan, perlombaan menuju penguasaan teknologi digital ini menciptakan bahasa baru yang seyogyanya dikuasai oleh masyarakat saat ini yaitu bahasa pemrograman. Bahasa ini memang belum populer di abad 20 ke bawah. Namun, bahasa yang masih dikuasai oleh sedikit populasi di dunia ini kelak akan menjadi bahasa yang banyak dibutuhkan oleh manusia di masa depan.
ADVERTISEMENT
Merujuk pada ketiga kisah sebelumnya dan melihat kondisi sekarang, bagaimana kiranya peran bahasa pemrograman ini ke depan? Apakah akan menjadi senjata? Apakah menjadi sarana yang bermanfaat bagi terciptanya lingkungan yang inklusif? Atau apakah memperbesar angka ketimpangan bagi negara maju dan terbelakang?
Referensi: