Konten dari Pengguna

Fenomena Caleg Muda: Sebuah Revolusi atau Sekadar Sensasi?

Muhammad Dzikriyyan
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23 Juni 2023 11:28 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Dzikriyyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ruang Sidang Paripurna Nusantara V DPR/MPR/DPD RI (Dokumentasi Penulis)
zoom-in-whitePerbesar
Ruang Sidang Paripurna Nusantara V DPR/MPR/DPD RI (Dokumentasi Penulis)
ADVERTISEMENT
Indonesia sedang dilanda animo pemilu 2024. Infiltrasi politik dilakukan berbagai parpol dengan berbondong-bondong mengusung pemuda untuk duduk di kursi parlemen. Batasan usia pemuda adalah di bawah 30 tahun, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan.
ADVERTISEMENT
Usaha demikian dicanangkan sebagai manuver baru dalam memanfaatkan dan mempersiapkan bonus demografi yang ideal. Data dari kominfo bahwa diproyeksikan pada tahun 2030 hingga 2040 Indonesia akan mengalami bonus demografi.
Kursi di parlemen bukanlah kursi nyaman untuk istirahat dan mendapatkan gaji belaka. Lebih daripada itu, bahwa tanggung jawab yang diamanahkan oleh UUD 1945 dan disokong oleh kepercayaan para pemilih merupakan kepercayaan besar yang harus diemban dengan penuh integritas.
Tanggung jawab ini mencakup tugas legislatif untuk menghasilkan undang-undang yang berpihak kepada kepentingan masyarakat, mengawasi pemerintah, dan memperjuangkan keadilan serta kesejahteraan rakyat.
Bagaimana wajah parlemen Indonesia ketika kursi legislatif didominasi oleh legislator undergrade, hipokrit, dan hanya boneka kepentingan. Tidak bisa dibayangkan kerusakan apa yang timbul bila itu terjadi, atau memang sudah terjadi. Tujuan negara yang tertuang dalam preambule UUD 1945 hanya akan menjadi utopis belaka.
ADVERTISEMENT
Dalam perihal finansial, bagaimana para caleg muda memenuhi ongkos politik? Jika dilihat dari segi materi, tentu dapat dengan uang hasil usaha pribadi mereka, atau akan lebih mudah jika yang menjadi caleg berasal dari keluarga kaya. Namun tidak dapat dimungkiri apabila mereka tidak memiliki finansial yang cukup untuk kampanye maka besar kemungkinan "investor" akan masuk mendanai mereka.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sofyan Herbowo, seorang Direktur dari Prajna Research Indonesia, dana yang dibutuhkan untuk maju menjadi caleg dimulai dari Rp 250 juta hingga Rp 2 miliar tergantung pada tingkatan mana ia bertarung. Jumlah tersebut adalah jumlah minimum yang harus dikeluarkan caleg. Bahkan ada public figure yang mengeluarkan dana Rp 2 miliar untuk bertarung mendapat kursi di DPR RI.
ADVERTISEMENT
Ketika kondisi di atas bergesekan dengan kapabilitas pemuda yang masih butuh jam terbang dalam berpolitik, perlu upgrading intelektual, kemudian kedudukan mereka juga berada pada tataran junior di parpol. Peristiwa ini riskan terjadi intervensi dan politik balas budi jika nantinya yang diusung berhasil menduduki kursi legislatif. Hal demikian dapat terjadi jika mereka dianggap sebagai representasi atau delegasi dari kelompok atau kepentingan tertentu yang mendukung mereka.
Legislator harus dapat mewakili pikiran-pikiran rakyat, sehingga perlu terjadi sinkronisasi paradigma antara legislator dan masyarakat. Hal itu tidak mudah, dibutuhkan taraf intelektual yang memadai dan dikombinasikan dengan kemampuan sosial yang baik agar sinkronisasi dapat tercapai.
Apakah legislator muda yang diusung oleh parpol memiliki kapabilitas yang layak untuk mampu melakukan itu? Ditambah mereka sedang diapit berbagai intervensi dari pihak lain. Kondisi yang mampu membuat rapuh pendirian seorang legislator muda.
ADVERTISEMENT
Pada masa-masa tersebut, banyak pemuda yang sedang mencari identitas diri, terutama dalam hal lapangan kerja. Terdapat tanda-tanda perubahan makna bahwa menjadi anggota legislatif merupakan salah satu cara yang dianggap cepat untuk memperoleh pekerjaan, mendapat uang banyak, dan meningkatkan popularitas di usia muda. Hal ini mempengaruhi dan merefleksikan ketidaklayakan kapabilitas calon legislator muda.
Meskipun tidak dapat disangkal, terdapat juga caleg muda yang serius ingin menggunakan status sebagai anggota dewan sebagai cara untuk berbakti kepada masyarakat. Mereka seringkali memiliki pandangan baru terhadap isu-isu kontemporer, dan berani mengusulkan solusi yang kreatif dan inovatif.
Dalam dunia yang terus berkembang dan berubah dengan cepat, perspektif ini menjadi penting untuk memastikan bahwa politik mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Gebrakan ini mampu membawa revolusi bagi Indonesia. Namun kembali lagi pada pertanyaan yang sama, apakah orientasinya adalah revolusi atau sensasi? Sebab kedua tujuan ini akan menghasilkan output yang berbeda.
Untuk menjalankan tanggung jawab ini, seorang legislator perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang isu-isu yang dihadapi oleh masyarakat, baik secara intelektual, emosional, maupun sosial. Taraf intelektual yang memadai membantu legislator dalam menganalisis kebijakan, memahami konsekuensi dari keputusan yang diambil, dan menghasilkan solusi yang efektif.
Selain kecerdasan intelektual, kemampuan sosial yang mumpuni juga penting agar legislator dapat berinteraksi dengan masyarakat, mendengarkan aspirasi mereka, menyinkronkan paradigma, dan menjembatani perbedaan untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
Hal di atas menjadi tantangan berat untuk caleg muda. Secara general para pemuda masih perlu banyak belajar untuk mengemban tugas tersebut. Pemuda yang baru memasuki dunia politik mungkin kurang memiliki pengalaman dalam bidang legislatif. Mereka perlu belajar tentang proses legislasi, pemahaman kebijakan, dan keterampilan kerja di parlemen.
ADVERTISEMENT
Kurangnya pengalaman ini dapat menjadi hambatan dalam menjalankan tugas legislatif dengan efektif. Ditambah kampanye politik dan aktivitas legislatif memerlukan sumber daya finansial yang signifikan. Pemuda mungkin menghadapi kendala dalam mengumpulkan dana yang cukup untuk ongkos politik.
Upaya filterisasi agar probabilitas negatif dapat ditekan adalah dengan cara optimalisasi proses seleksi. Kelayakan calon legislatif mesti menjadi atensi serius bagi parpol. Sudah menjadi masalah alot, legislator yang bobrok hulunya adalah sistem internal parpol yang buruk. Sistem itu yang harus direformasi. Tahapan seleksi harus bersifat transparan dan bijak untuk dapat mengekstrasi calon-calon mana saja yang layak dan mampu bertarung di pemilu nantinya.
Kemudian mengadakan "uji publik”. Uji publik untuk calon legislatif adalah proses di mana calon tersebut dites dan dievaluasi oleh masyarakat sebelum dipilih sebagai wakil rakyat. Tentunya kegiatan yang diadakan benar-benar diorientasikan untuk menguji caleg muda bukan menjadi skenario untuk dipuji.
ADVERTISEMENT
Tujuan dari uji publik ini adalah untuk mengidentifikasi kualitas, kapabilitas, integritas, dan komitmen calon terhadap kepentingan masyarakat yang akan mereka wakili dan sekaligus bentuk validasi bahwa menjadi caleg bukanlah sensasi belaka.
Legislatif adalah refleksi masyarakat. Ketika legislatifnya baik begitupun dengan rakyatnya. Perlu ditekankan sekali lagi bahwa legislator bukanlah mata pencaharian, bukan alat kepentingan parpol, atau sensasi belaka. Jauh melampaui pragmatisme itu sebagai amanah luhur dari pahlawan yang gugur untuk bangsa, rakyat yang sedang berjuang untuk keluarga, dan kemaslahatan masa depan negara.