Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Islam dan Rasionalitas: Konstruksi Fundamental Peradaban
9 April 2023 16:58 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Muhammad Dzikriyyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rasionalitas adalah pola pikir atau kecenderungan manusia untuk bertindak berdasarkan logika atau memanfaatkan akal manusia. “Rasio” dari bahasa Yunani Kuno yang artinya memilah antara yang benar dan salah dari yang ada dan dalam kenyataan.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya manusia adalah makhluk rasional, di mana ia dikaruniai akal pikiran yang sempurna yang membedakannya dari makhluk hidup lainnya. Namun, ketika seorang manusia belum mampu untuk merasionalkan sesuatu maka ia dapat terjebak dalam mitologi atau asumsi fiktif dan itu akan melemahkan akal pikirannya.
Seperti halnya suku-suku diberbagai belahan dunia, ada yang menganggap bahwa cahaya aurora sebagai akibat kemarahan dewa langit. Kemudian aurora dianggap sebagai gerbang menuju kehidupan setelah kematian. Tentunya hal tersebut menjadi anomali dengan temuan-temuan peneliti terkait fenomena aurora.
Adanya aurora diakibatkan oleh interaksi medan magnetik Bumi dengan partikel yang dipancarkan oleh Matahari yang menghasilkan pancaran cahaya pada lapisan ionosfer. Pernyataan saintifik ini menjadi antitesa dari mitologi aurora yang berkembang diberbagai suku di dunia.
ADVERTISEMENT
Menurut Campbell, mitologi atau asumsi fiktif tidak akan kuat melawan gempuran ilmu pengetahuan. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk rasional yang memiliki akal sebagai kemampuan menganalisa, dan sebagai potensi yang memicu lahirnya keahlian manusia untuk mengelola bumi dan seisinya. Problemnya adalah bagaimana manusia bisa memaksimalkan itu untuk dirinya, makhluk hidup lain, dan alam semesta.
Akal berdampak sangat signifikan dan fundamen bagi kehidupan manusia. Manusia lahir membawa akal, karena manusia ada akal maka mereka butuh kepercayaan sebagai reaksi kemampuan akal. Sederhananya seperti ini, manusia makan karena ia percaya kalau dengan makan rasa lapar akan hilang.
Bagaimana manusia bisa percaya, karena ia berpikir. Ketika lambung terisi makanan, maka saraf-saraf di lambung akan mengirimkan sinyal ke otak dan otak akan mengeluarkan hormon leptin (rasa kenyang). Pengalaman ini akan direkam oleh otak dan menjadi memori berpikir manusia.
ADVERTISEMENT
Sehingga ketika lapar manusia mempercayai kalau dengan makan laparnya akan hilang. Dalam hal kecilpun manusia butuh kepercayaan. Oleh karena itu manusia tidak bisa lepas dari kepercayaan. Ketika ada orang percaya Tuhan tidak ada, sebenarnya ia sedang percaya atau bertuhan pada ketiadaan itu sendiri?
Kepercayaan adalah sandaran yang dianggap benar. Mengapa harus kebenaran, karena manusia memiliki akal,dan akal cenderung pada kebenaran. Walaupun yang dianggap benar belum tentu benar. Tetapi manusia akan selalu butuh kepercayaan.
Kepercayaan bukan lahir baru-baru ini atau sejak agama Hindu, Buddha, dan Kristen ada. Melainkan jauh sejak manusia ada di Bumi. Peradaban-peradaban kuno seperti peradaban Mesopotamia (4000 SM), peradaban lembah Sungai Nil (4000 SM), peradaban Yunani Kuno (2600-1500 SM) dll, mereka memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme serta paganisme.
ADVERTISEMENT
Periode paganisme cukup lama mendominasi peradaban dunia. Ritual penyembahan patung-patung yang termuat pada artefak dan cerita-cerita rakyat menjadi bukti paganisme di masa lampau. Kepercayaan seperti ini menghambat kemajuan peradaban.
Untuk memajukan peradaban, mula-mula manusia harus terbebas dari belenggu kepercayaan yang bersifat mitos yang membunuh rasionalitas manusia. Kekeliruan manusia dalam merasionalkan sebab adanya sesuatu dan sebab terjadinya fenomena di alam semesta (fallacy) mengakibatkan mereka terjebak dalam mitologi dan asumsi fiktif. Keterbelakangan intelektual ini menjadi faktor penghambat kemajuan peradaban.
Ketika manusia bisa memaksimalkan rasioanlitasnya maka ia mampu menemukan kebenaran absolut. Berkembangnya ilmu pengetahuan membuat kepercayaan paganisme mulai memudar. Melihat jejak historikal, penghapusan besar-besaran terhadap praktik paganisme terjadi pada masa datangnya Islam.
ADVERTISEMENT
Islam adalah agama rasional yang merupakan antitesa dari agama-agama mitologi. Ajaran pertama Islam adalah tauhid atau tentang keesaan Tuhan. Bagaimana alam semesta ada? Tentunya sesuatu ada karena ada yang mengadakan.
Manusia mencoba merasionalkan proses terciptanya alam semesta, dan mendapatkan kesimpulan berupa teori Big Bang yaitu alam semesta tercipta karena sebuah ledakan. Namun, apa yang menjadi sebab ledakan itu terjadi, atau siapakah yang menjadikan ledakan itu ada. Sesuatu yang melampaui nalar manusia dan penjelasan ilmiah (transenden) yaitu Tuhan.
Tuhan dalam Islam disebut Allah dan Allah adalah sebab dari segala sebab (Musabbibul Asbab). Hal itu memproyeksikan begitu pentingnya rasionalitas dalam memahami ajaran Islam.
Berbeda dengan cendekiawan barat yang mencoba memisahkan buah rasionalitas yaitu ilmu pengetahuan dengan sesuatu yang Transenden. Corak pemikiran Islam menyandarkan pemikirannya kepada entitas Transenden yaitu Allah sebagai sumber dari segala kebaikan dan kebenaran.
ADVERTISEMENT
Pencipta sudah semestinya lebih mengetahui tentang apa yang ia ciptakan. Begitupun dengan Allah yang menciptakan dunia serta seisinya. Akal manusia itu terbatas sehingga butuh bantuan dari Sang Pencipta melaui wahyu-wahyu-Nya.
Pemikir-pemikir Islam mencoba mengaitkan kebenaran relatif hasil dari rasionalitasnya dengan kebenaran absolut yang bersumber dari Allah. Sehingga terciptanya konjungsi dari dua sumber kebenaran yang tidak hanya memuat kebenaran melainkan juga kebijaksanaan.
Berabad-abad dunia dihegemoni kepercayaan irrasional dan mitologi hingga datangnya Islam sebagai agama rasional yang mengangkat derajat intelektual manusia dan memulihkan kembali kesadaran akan kebenaran.
Menghancurkan kepercayaan paganisme yang cenderung pada mitologi. Dalam Al-Qur’an tidak ada penuturan penciptaan yang mitologi seperti dalam ajaran paganisme, melainkan penuturan ilmiah dan metaforis.
ADVERTISEMENT
Islam melakukan demitologisasi atau menghilangkan unsur-unsur mitologi dalam suatu kebiasaan. Seperti nama-nama hari dalam kebudayaan barat yang bermakna nama-nama dewa, sedangkan di Islam nama-nama hari dinamakan dalam bilangan berbahasa arab yang bernilai praktis.
Para sarjana modern di Barat pun banyak mengatakan kalau Islam adalah agama yang tidak bersifat mitos. Karena watak dasarnya anti mitologi maka Islam adalah agama yang langsung dan lurus. Menggunakan dan meningkatkan rasionalitas dengan menuntut ilmu hukumnya fardhu kifayah hingga fardhu ain atau wajib dalam Islam.
Kualitas-kualitas itu yang menjadi alasan fundamen dan vital sehingga Islam memiliki daya sebar tersendiri dan sangat kuat. Tidak aneh apabila Islam mampu berkembang pesat dan membawa kemajuan intelektual yang spektakuler bagi peradaban dunia.
ADVERTISEMENT
Terhitung cepat perkembangan Islam mendominasi dan mengangkat derajat intelektual dunia. Dari awal mula Islam datang pada abad 6 M hingga perkembangan pesat ilmu pengetahuan oleh Islam pada abad ke 7 M sampai abad ke 12 M.
Para cendekiawan muslim mengilhami teori-teori menakjubkan yang menjadi dasar ilmu-ilmu lanjutan yang berkembang sekarang. Teori-teori ini membantah berbagai mitologi dan menyuntik mati perkembangan mitologi pada kehidupan manusia.
Pada akhirnya rasionalitas menumbangkan mitologi dan asumsi fiktif. Islam hadir membawa rasionalitas. Islam mendorong umatnya untuk memaksimalkan rasionalitas atau akal dengan mempelejari ciptaan Tuhan mulai dari alam semesta hingga manusia itu sendiri.
Manusia sejak lahir telah dikaruniai akal. Sehingga ketika akal manusia dilekatkan dengan nilai-nilai Ilahiyah maka manusia akan terlepas dari belenggu kepercayaan yang bodoh serta membawanya kepada puncak kesempurnaan manusia. Telah dibuktikan oleh sejarah bahwa Islam menjadi doktrin kemajuan peradaban dunia.
ADVERTISEMENT
Hanya orang-orang berakal yang mampu memahami ajaran Islam. Begitu terhormatnya akal manusia dalam Islam. Sehingga Allah mengangkat derajat orang-orang beriman dan berilmu. Yang mempergunakan akalnya untuk mengenal Allah (ma’rifatullah) dan memanifestasikannya dalam perbuatan untuk mengelola Bumi dan seisinya (khalifah fil ard).