Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Rejuvenasi Esensialisme Gender: Pengaruh Biologis Terhadap Pembentukan Gender
1 Agustus 2024 12:05 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Muhammad Dzikriyyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perbedaan Sebagai Potensi
ADVERTISEMENT
Manusia lahir membawa sebuah takdir yang tidak bisa diubah secara kodratinya. Setiap manusia tidak bisa memilih apakah dia lahir berjenis kelamin perempuan atau laki-laki. Jenis kelamin tersebut mempengaruhi bagaimana mereka menjalani hidup dikemudian hari.
ADVERTISEMENT
Secara biologis, antara perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan yang kontras. Pembahasan mendalam tentang hal demikian disebut sebagai seks. Seks merupakan perbedaan anatomi atau biologis perempuan dan laki-laki yang biasa disebut jenis kelamin. Diferensiasi ini mengundang perlakuan yang berbeda terhadap setiap manusia. Sehingga membentuk suatu pemahaman mengenai term “Perempuan’ dan “Laki-laki”.
Narasi ini terus berkembang di masyarakat, tidak sedikit menimbulkan polarisasi dan konflik. Bahkan pemahaman masyarakat mengenai term “Perempuan” dan ‘Laki-laki” terus berkembang dan menghasilkan banyak aliran pemikiran mengenai hal tersebut.
Manusia adalah entitas materi yang sangat kompleks dan canggih. Tidak heran apabila manusia mampu memanipulasi isi dunia dengan kemampuan yang ia miliki. Manusia terdiri atas jiwa (metafisik) dan raga (fisik). Kedua hal ini saling mempengaruhi dan menghasilkan sesuatu yang bernama "kemampuan". Namun, kemampuan ini dibatasi oleh sifat materi (fisik) manusia itu sendiri. Sehingga melahirkan perbedaan rana fungsional antara tiap manusianya. Salah satu potensi perbedaanya disebabkan oleh adanya entitas perempuan dan laki-laki.
ADVERTISEMENT
Perbedaan biologis laki-laki dan perempuan mempengaruhi perilaku sosial dan gender, menyoroti potensi unik masing-masing tanpa mengarah pada diskriminasi.
Struktur Biologis dan Reproduksi Sebagai Kecenderungan Pertahanan Eksistensi Manusia
Diskursus kecendrungan perilaku perempuan dan laki-laki sudah terjadi sejak masa lampau. Diskursus ini dapat dibahas melalui pendekatan biologis, psikologis, dan sosiologis. Struktur biologis perempuan tentunya memiliki perbedaan pada bagian tertentu dengan laki-laki. Perempuan mempunyai sel ovum sebagai instrumen utama reproduksi, sedangkan laki-laki memiliki sel sperma.
Reproduksi merupakan kecenderungan alamiah manusia untuk berkembang biak/menghasilkan individu baru sebagai bentuk manusia mempertahankan eksistensinya di muka bumi. Hakikat reproduksi ini menjadi kausiltas metafisik dari adanya sistem reproduksi pada manusia (sel ovum dan sel sperma).
Agar kedua sel tersebut dapat bertemu dan menghasilkan individu lain (fertilisasi) maka diperlukan organ-organ pendukung lainnya. Pada laki-laki terdapat seperangkat alat kelamin yang terdiri dari testis, ves deferens, hingga penis. Fungsi reproduksinya adalah memproduksi dan menyalurkan sel sperma ke perempuan. Pada perempuan terdapat ovarium, rahim, hingga vagina. Fungsi reproduksinya adalah memproduksi sel ovum, tempat masuknya sel sperma dan menampung sel sperma hingga terjadi fertilisasi di dalam rahim.
ADVERTISEMENT
Peristiwa demikian tidak hanya berhenti pada proses itu saja, melainkan membutuhkan sistem dan struktur biologis lainnya. Struktur kerangka pinggul perempuan lebih lebar daripada laki-laki berfungsi untuk memudahkan proses persalinan, terdapat payudara pada perempuan untuk memproduksi ASI, serta kadar hormon estrogen dan testosteron yang berbeda antar lawan jenisnya. Sistem dan struktur biologis di atas dapat digambarkan sebagai aspek internal pada diri perempuan dan laki-laki. Sedangkan aspek eksternal hadir sebagai bentuk representasi dari aspek internal.
Jadi, pada dasarnya struktur biologis perempuan dan laki-laki itu sama, yang membedakannya hanya sistem reproduksi beserta turunannya.
Pengaruh Aspek Biologis Manusia Terhadap Realitas Sosial
Perempuan memiliki organ-organ yang lebih nampak daripada laki-laki. Sehingga pada rana sosial ketika perempuan dihadapkan dengan lawan jenisnya akan menimbulkan sebuah reaksi negatif ataupun positif. Secara biologis laki-laki memiliki hormon testosteron yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hormon ini mempengaruhi libido/nafsu pada laki-laki. Sehingga apabila bagian tertentu dari perempuan tidak ditutupi dengan baik maka secara lahiriah akan mengundang nafsu laki-laki, kausalitas hormonal biologis mengatakan demikian. Oleh karena itu perempuan hendaknya menutupi area tersebut dengan pakaian. Sedangkan laki-laki hendaknya menjaga pandangan. Peristiwa demikian menciptakan konstruk sosial dimana tata perilaku berbusana antara perempuan dan laki-laki berbeda.
ADVERTISEMENT
Kemudian hormon estrogen yang lebih dominan terdapat pada perempuan, sedangkan laki-laki lebih dominan hormon testosteron. Hormon estrogen berfungsi mengatur siklus haid, pembentukan sel ovum dll (Sistem Reproduksi Perempuan). Hal ini melahirkan perbedaan pengaruh mental. Hormon estrogen yang meningkat ketika haid akan mempengaruhi kerja serotonin. Serotonin berfungsi sebagai pengatur suasana hati atau mood pada manusia. Akibatnya kondisi psikologis perempuan pada waktu tertentu dapat terpengaruh oleh hormon ini. Sedangkan pada laki-laki, dominasi hormon testosteron membuat ia lebih percaya diri, agresif, dan meningkatkan ketahanan energi (Armadeo, 2018).
Oleh sebab itu, kerap kali didapati laki-laki mengerjakan aktivitas fisik dengan intensitas lebih sering daripada lawan jenisnya. Walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa terdapat perempuan yang sering melakukan hal sejenis. Dengan demikian, aspek biologis manusia dapat mempengaruhi kecenderungan perilaku mereka baik dalam lingkup personal maupun sosial.
ADVERTISEMENT
Pengaruh Aspek Biologis Terhadap Pembentukan Gender
Tiap-tiap perilaku personal manusia akan menciptakan rangkaian perilaku sosial. Perilaku ini akan terfragmentasi oleh waktu dan menjadi budaya di masyarakat. Budaya-budaya ini akan membentuk paham dan perilaku setiap individu yang ada di lingkungan tempat budaya itu berada atau biasa disebut sebagai konstruk sosial. Sehingga perempuan dan laki-laki yang mulanya hanya sebatas kajian seks (jenis kelamin secara biologis) bercabang menjadi kajian gender.
Kenampakan aspek eksternal (perilaku) manusia akibat pengaruh aspek internal (biologis) tidak dapat dinafikan. Menurut jurnal medis pemerintahan Amerika Serikat, beberapa faktor sosial dapat membentuk perilaku manusia, namun faktor genetika dan biologis lainnya sebagian besar bertanggung jawab atas perbedaan perempuan dan laki-laki dalam berperilaku. (Ruigrok, 2014).
ADVERTISEMENT
Perempuan memiliki memori verbal yang lebih baik, sedangkan laki-laki memiliki keunggulan dalam memori visual-spasial. Terutama perbedaan memori spasial telah dipelajari secara rinci. (Linn Petersen, 1985). Perbedaan tersebut melahirkan perbedaan kecenderungan perilaku antara lawan jenis tersebut. Dapat diartikan bahwa selain konstruk sosial, peran biologis mampu mempengaruhi gender manusia, apakah mereka lebih dominan maskulin atau feminin.
Ketika laki-laki diberikan ruang lebih dalam kondisi tertentu, terlalu dini untuk mengartikan bahwa patriarki mengambil hak-hak perempuan. Kalau diambil contoh pekerjaan buruh kasar, kontraktor, dan militer. Dominasi laki-laki sangat nampak terlihat. Namun apabila dilihat dari kemampuan biologis. Laki-laki normal atau orang dengan gender maskulin lebih ideal untuk mengemban pekerja tersebut.
Di sisi lain, menurut data Share of female teachers worldwide 2022 by Einar H. Dyvik, jumlah guru di dunia dari jenjang pra-sekolah dasar hingga sekolah menengah di dominasi oleh perempuan. Secara kualitatif, perempuan normal atau orang dengan gender feminin lebih ideal untuk pekerjaan itu. Misalnya memperlakukan anak-anak dengan lemah lembut dan sifat keibuannya. Disparitas demikian tidak dapat dihindari, sebab manusia secara lahiriah membawa potensi perbedaan. Namun, perbedaan itu bukan berarti merendahkan satu sama lain. Melainkan ada fungsi dan perananya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Hakikat Anatomi Tubuh
Perlu disadari bahwa manusia yang dilahirkan sebagai perempuan atau laki-laki mesti memahami anatomi yang melekat sejak ia dilahirkan. Bagian-bagian tersebut memiliki fungsinya masing-masing. Sehingga apabila terjadi disorientasi yang menyebabkan disfungsi maka manusia itu menyalahi hakikat tubuhnya. Hal ini akan berdampak buruk bagi dirinya sendiri dan bagi keberlangsungan manusia. Sebab antara manusia satu dan yang lainnya saling berterkatian dan menciptakan rantai sebab-akibat. Hal ini yang mengundang tendesi negatif dari kaum LGBTQIA, bahwa identitas seks perempuan dan laki-laki bisa diubah sesuai keinginan mereka tergantung gender yang mereka pilih.
Filsafat esensialisme gender menerangkan bahwa terdapat ciri khas gender tertentu yang memiliki sifat universal, turun temurun, berdasarkan biologis atau psikologis yang menjadi awal dari variabel perbedaan perilaku perempuan dan laki-laki. Pernyataan ini diafirmasi oleh aliran feminisme budaya, dalam bukunya The Case Against the Sexual Revolution karya Louise Perry. (Louise Perry, 2022). Mengambil makna tersirat dari argumentasi di atas, bahwa gender tidak dapat mempengaruhi identitas seks seperti asumsi kaum LBTQIA. Melainkan sebaliknya, seks yang dapat mempengaruhi identitas gender. Statement ini dibahas menggunakan kajian biologis, psikologis, dan sosial.
ADVERTISEMENT
Rejuvenasi Esensialisme Gender
Pada dasarnya feminin dan maskulin keduanya dimiliki atau melekat pada diri perempuan maupun laki-laki. Rejuvenasi esensialisme gender menekankan bahwa sifat dasar perempuan adalah bergender feminin, dan sifat dasar laki-laki adalah bergender maskulin. Hal demikian dikatakan sebagai sifat dasar pada diri manusia.
Kecenderungan ini akan semakin menebal dan menipis tergantung pada kondisi biologis, psikologis, atau sosiologis masing-masing individu. Bisa jadi laki-laki pada kondisi tertentu menunjukan sisi femininnya ataupun perempuan sebaliknya, namun sifat dasar berdasarkan seks tidak akan pernah pudar.
Apabila terdapat seorang laki-laki yang berporfesi sebagai perawat, atau mengerjakan pekerjaan domestik. Tidak dapat diartikan bahwa ia bergender feminin, lebih tepatnya ia sedang menunjukkan sisi femininnya. Sebab, perawat bisa saja membutuhkan karakteristik maskulinitas dalam bekerja, begitupun dengan mengerjakan pekerjaan domestik. Sehingga kritikan aliran filsafat gender dan perempuan yang mengatakan bahwa esensialisme gender melahirkan diskriminasi pekerjaan dan diskriminasi lainnya tidaklah benar.
ADVERTISEMENT
Jadi, rejuvenasi esensialisme gender menegaskan bahwa seks dapat mempengaruhi pembentukan gender. Manusia yang dilahirkan sebagai perempuan atau laki-laki memiliki perbedaan badani atau biologis yang mempengaruhi kecenderungan mereka dalam berperilaku. Kecenderungan ini akan mengidentifikasi mereka ke dalam dua kelompok, yaitu feminin atau maskulin.
Selain aspek biologis dan psikologis, aspek sosial juga mampu mengkonstruksi jenis gender yang menjadi identitas individu manusia. Namun, beberapa aliran filsafat gender dan filsafat perempuan mengkritik esensialisme gender karena terlalu kaku dalam mendefinisikan gender. Bahkan mengaitkan paham ini dengan diskriminasi.
Rejuvenasi esensialisme gender menjawab kritik tersebut. Bahwa tidak ada diskriminasi dalam profesi ataupun kebiasaan akibat perbedaan gender. Sebab rejuvenasi ini memperluas pemahaman mengenai esensialisme gender dan menjabarkannya secara lebih bijak perihal peran serta fungsional perempuan dan laki-laki yang tercipta akibat dari struktur biologis manusia. Perbedaan biologis laki-laki dan perempuan mempengaruhi perilaku sosial dan gender, menyoroti potensi unik masing-masing tanpa mengarah pada diskriminasi. Sehingga apabila kritikan terhadap esensialisme gender melebar dari keterkaitan paham ini dengan struktur biologis maka hal demikian perlu diluruskan.
ADVERTISEMENT