Konten dari Pengguna

Kenaikan Gaji Buruh dan Realitas Perusahaan

Muhammad Eko Teguh P
Mahasiswa S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Mei 2025 15:51 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Eko Teguh P tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber : https://pixabay.com/photos/people-crowds-collection-group-ulm-592734/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : https://pixabay.com/photos/people-crowds-collection-group-ulm-592734/

Realitas Buruh dan Tantangan Perusahaan

Setiap tanggal 1 Mei, ribuan buruh turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi mereka. Namun tiap hari buruh, selalu saja yang disuarakan oleh mereka adalah tentang kenaikan gaji. Ini adalah hal yang memang wajar untuk disuarakan. Bukan tanpa dasar, di beberapa tempat gaji buruh masih belum ideal, biaya hidup terus naik, dan ekspektasi pekerja terhadap kesejahteraan pun meningkat. Di sisi lain, para pemilik usaha dan manajer keuangan sedang memikirkan bagaimana menjaga stabilitas keuangan perusahaan agar bisa beroperasi, bisa terus tumbuh dan berkembang, dan tidak gulung tikar. Jika buruh meminta kenaikan gaji maka para pemilik usaha akan berpikir “Apakah bisa memenuhi tuntutan buruh soal kenaikan gaji tanpa mengorbankan keberlanjutan dari perusahaan?
ADVERTISEMENT
Kenaikan gaji adalah hak setiap buruh untuk diperjuangkan. Tidak ada yang salah dari ini, mengingat semua kebutuhan pada saat ini mengalami kenaikan harga. Tetapi pelaksanaanya tidak semudah mengubah angka dalam slip gaji. Ia berkaitan langsung dengan daya tahan bisnis, efisiensi operasional, dan keberlangsungan lapangan kerja itu sendiri. Kalau memang ingin menuntut naik gaji sekalipun, kita harus ada kesadaran bersama bahwa tuntutan itu harus disesuaikan dengan kemampuan dan produktivitas.
Mari kita akui terlebih dahulu: banyak buruh memang hidup dengan upah yang jauh dari kata layak. Mereka bekerja keras, terkadang dengan jam kerja yang panjang dan kondisi yang berat, namun penghasilan mereka tidak mampu untuk mengejar inflasi. Dalam banyak kasus, gaji hanya cukup untuk bertahan hidup bahkan di antaranya masih kurang cukup untuk bisa memenuhi semua kebutuhannya. Dengan kondisi seperti ini wajar jika pada hari buruh, tuntutan kenaikan gaji menjadi agenda utama yang harus disuarakan.
ADVERTISEMENT
Namun dalam dunia usaha, tidak semua perusahaan berada dalam posisi yang sama. Perusahaan multinasional dengan margin laba besar tentu punya ruang untuk menaikkan gaji secara signifikan. Tetapi bagaimana dengan perusahaan kecil dan menengah?
Inilah mengapa tuntutan kenaikan gaji perlu dikaji secara lebih bijak. Bukan berarti tidak boleh menuntut, tetapi prosesnya harus mempertimbangkan kemampuan dari perusahaan. Jika tidak, makan akan terjadi PHK massal, relokasi pabrik ke luar negeri, atau efisiensi tenaga kerja secara besar-besaran.

Pandangan Manajemen

Dari pandangan manajemen sendiri untuk masalah gaji, perusahaan pasti memiliki niat untuk menaikkan gaji para pekerja. Hanya saja, kenyataannya sering tidak memungkinkan. Pertanyaan yang paling sering ditanyakan bukan “ kenapa buruh minta naik gaji?” melainkan “bagaimana perusahaan dapat menaikkan gaji buruh tanpa ada yang di PHK ataupun mengorbankan biaya operasional?”
ADVERTISEMENT
Buruh perlu tahu bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan oleh perusahaan berdampak terhadap produktivitas. Jika tidak, maka perusahaan akan goyah dan bisa hancur. Bahkan beberapa perusahaan multinasional bangkrut dan kolaps karena gagal menyeimbangkan beban biaya dan pendapatan.
Persoalan kenaikan gaji tidak akan pernah menghasilkan solusi jika tidak dibarengi oleh produktivitas. Apakah perusahaan sudah membangun sistem kerja yang efisien? Apakah para buruh diberikan ruang untuk belajar dan berkembang?
Perusahaan yang baik tidak hanya sekadar menuntut saja, tetapi juga harus bisa memfasilitasi. Di sinilah pentingnya pendekatan jangka panjang, gaji naik bukan hanya karena tekanan, melainkan karena adanya kerja keras dan peningkatan kualitas kerja.
Hubungan Industrial tidak akan pernah sehat jika dibangun atas dasar kecurigaan. Buruh menganggap perusahaan pelit, sementara manajemen menganggap buruh tidak tahu diri. Padahal, keduanya bisa duduk bersama dalam ruang dialog terbuka yang jujur.
ADVERTISEMENT
Perusahaan perlu lebih transparan soal kondisi keuangannya. Jika memang belum bisa menaikkan gaji, maka itu harus disampaikan dengan data dan bukti yang jelas. Sebaliknya, buruh juga harus diberi ruang untuk memahami bagaimana gaji mereka berbanding lurus dengan produktivitas dan kinerja perusahaan.

Peran Negara dalam Menengahi

Dalam ketegangan yang terjadi antara buruh dan perusahaan, negara tidak boleh hanya menjadi penonton. Pemerintah memiliki peran strategis dalam menengahi, merancang kebijakan upah minimum yang adil, serta memastikan ekosistem bisnis dan ketenagakerjaan berjalan beriringan.
Subsidi untuk UMKM, insentif pajak bagi perusahaan yang meningkatkan kesejahteraan pekerjanya, serta pembinaan hubungan industrial adalah contoh konkret dari kebijakan yang bisa dilakukan. Pemerintah juga bisa memperkuat fungsi pengawasan ketenagakerjaan agar tidak ada praktik upah murah yang eksploitatif.
ADVERTISEMENT

Menghargai Buruh Tidak Harus Lewat Gaji

Satu hal yang sering dilupakan dalam perdebatan soal upah adalah bahwa penghargaan terhadap buruh tidak selalu harus berbentuk angka. Ada banyak cara lain untuk menunjukkan bahwa perusahaan peduli: lingkungan kerja yang sehat, sistem kerja yang adil, peluang pengembangan karier, hingga perlindungan jaminan sosial yang memadai.
Buruh yang merasa dihargai, didengar, dan diberi kesempatan untuk berkembang, cenderung akan bekerja lebih baik. Dan pada akhirnya, perusahaan juga akan diuntungkan oleh meningkatnya loyalitas dan produktivitas.
Hari Buruh seharusnya bukan hanya menjadi momen unjuk rasa, tetapi juga refleksi bersama. Buruh dan manajemen bukan musuh, melainkan mitra yang seharusnya saling menguatkan. Tuntutan kenaikan gaji adalah bagian dari dinamika yang sehat, selama disampaikan dengan argumentasi yang kuat dan dibalas dengan itikad baik dari perusahaan.
ADVERTISEMENT
Ke depan, kita perlu membangun budaya dialog yang lebih konstruktif dalam hubungan industrial di Indonesia. Karena ketika buruh dan perusahaan bisa berjalan beriringan, yang diuntungkan bukan hanya mereka, tapi juga masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan.
Selama kita masih memandang buruh hanya sebagai biaya, bukan sebagai aset, maka Hari Buruh akan terus menjadi panggung jeritan—bukan perayaan kemajuan