Konten dari Pengguna

Mencari Titik Temu: OPM, Pancasila, dan Masa Depan Papua

Muhammad Ersyad
Saya mahasiswa aktif Universitas Negeri Jakarta, berkeinginan kuat untuk aktif dalam bidang menulis
30 Mei 2024 9:34 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ersyad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Garuda Pancasila Sebagai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sumber: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Garuda Pancasila Sebagai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sumber: Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus kekerasan yang melibatkan OPM dan aparat keamanan kembali terjadi menelan korban jiwa dan memperparah situasi. Kasus ini kembali melejit ketika akun Instagram @bemui_official memposting sebuah postingan dengan judul “TNI Aniaya Sipil, Hentikan Pelanggaran HAM di Papua”, pada selasa (26/3).
ADVERTISEMENT
BEM UI mengeluarkan unggahan yang meminta TNI untuk menghentikan pelanggaran HAM di Papua dan meminta pemerintah untuk menyelesaikan masalah utama di wilayah tersebut. Selain itu, mereka menuntut agar aparat yang terbukti melanggar hak asasi manusia diproses secara hukum. Hal ini, menghasilkan kecaman dari pengguna akun Instagram karena postingan kritik tersebut tidak mengeksplorasi masalah utama. Sebagai tanggapan atas pernyataan BEM UI, beberapa anggota TNI yang saat itu bertugas di Papua, menantang remaja yang kuliah di Depok tersebut untuk pergi dan melakukan KKN di wilayah teritorial KKB. “Saya kasih gaji saya selama 10 tahun, jika BEM UI mampu untuk melaksanakan KKN di wilayah KKB. INGAT ITU JANJI SAYA IpangLybaz,” tulis prajurit TNI melalui akun TikTok @NdripangLybaz_SMT#14.
ADVERTISEMENT
Di tengah tarik-menarik kepentingan dan ideologi ini, Pancasila menawarkan secercah harapan untuk menemukan solusi damai. Lantas, apakah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dapat menjadi panduan untuk mencapai perdamaian dan kesejahteraan di Bumi Cenderawasih?
Gerakan separatis bersenjata yang didirikan di Papua dikenal dengan Organisasi Papua Merdeka atau OPM. Dulunya, wilayah ini dikenal sebagai Papua, Irian Barat, dan Irian Jaya. OPM terdiri dari tiga elemen utama, yaitu kelompok unit bersenjata, kelompok yang melakukan protes dan demonstrasi, serta pemimpin yang berbasis di luar negeri.
OPM didirikan dengan pengumuman yang menolak kehidupan modern dan pembangunan pada bulan Desember 1963. Pada awalnya, OPM adalah gerakan kargoisme spiritual yang menggabungkan kepercayaan kristiani dan adat. Kepala distrik Demta, Aser Demotekay, berkolaborasi dengan pemerintah Indonesia dan menentang kekerasan, mendirikan organisasi ini. Namun, figur OPM seperti Jacob Prai melanjutkan gerakan dengan kekerasan.
ADVERTISEMENT
Pihak-pihak yang menginginkan Papua menjadi negara merdeka kemudian bergerak. Tahun 1965, kelompok Permenas Ferry Awom melakukan pemberontakan bersenjata di Manokwari, yang membuat nama OPM semakin dikenal oleh otoritas Indonesia. Pada akhirnya, pemberontak mulai menggunakan nama OPM yang sering digunakan oleh Indonesia. Ini karena nama ini lebih singkat, tepat, dan mudah diingat dibandingkan dengan nama panjang organisasi sebelumnya, 'Organisasi dan Perjuangan Menuju Kemerdekaan Papua Barat'.
Banyak nama dari gerakan sayap militer ini, biasa disebut KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata), KKSB (Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata), dan KSTP (Kelompok Separatis Teroris Papua). Namun, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal TNI Agus Subiyanto memutuskan untuk menggunakan kembali istilah Organisasi Papua Merdeka (OPM) melalui surat telegram tertanggal 5 April 2024, yang baru terungkap ke publik pada Rabu (10/4).
ADVERTISEMENT
Sidang PPKI yang diadakan pada 18 Agustus 1945 menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila menjadi ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Identitas bangsa kita, serta kepercayaan dan kebiasaan yang dipegang teguh oleh masyarakat kita, adalah dasar negara Pancasila.
Ilmu pengetahuan tentang penghayatan terhadap nilai-nilai dalam Pancasila tentunya perlu dipahami dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang dikemukakan oleh Muzayin (1992: 16) bahwa “Pancasila memiliki pandangan tentang cara hidup yang berdasarkan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian, sehingga perbedaan apapun dapat dibina menjadi cara hidup yang dinamis, penuh dengan keanekaragaman dan keseragaman yang kokoh, yang akan menghindari perpecahan bangsa Indonesia”.
ADVERTISEMENT
Gerakan OPM sendiri telah berlawanan pada setiap sila Pancasila. Pada sila kedua Pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab, munculnya OPM karena perlawanan atas pendudukan pemerintahan Indonesia di Papua yang sejak awal menggunakan pengaturan politik yang disertai aktivitas militer yang ketat.
Pada sila ketiga Pancasila, persatuan Indonesia, OPM meminta pemerintah Indonesia untuk meninggalkan Papua dan mengakui Papua sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Ini dianggap sebagai upaya untuk memisahkan diri dan mengancam integrasi nasional, dan karena itu dianggap mengancam ideologi Pancasila.
Terakhir, pada sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terjadi pada masyarakat khususnya di Papua. Akibat dari ketidakadilan tersebut, yang memungkinkan masyarakat untuk melakukan tindakan separatisme. Meskipun OPM merupakan ancaman bagi persatuan NKRI, tujuan organisasi ini bukanlah tanpa alasan, iri hati dan menimbulkan ancaman bagi integrasi nasional, serta dianggap sebagai ancaman terhadap ideologi Pancasila.
ADVERTISEMENT
OPM dan pemerintah Indonesia terlibat dalam konflik yang memiliki akar masalah yang kompleks. Selama bertahun-tahun, OPM sendiri berpendapat bahwa pemerintah Indonesia menjajah Papua dengan cara yang tidak mewakili bagi masyarakat Papua saat wilayah tersebut diberikan kepada Indonesia. Karena itu, dengan mengabaikan tujuan utama yang dimiliki oleh masyarakat Papua terhadap Indonesia, Indonesia seharusnya dapat membuktikan bahwa pemerintah Indonesia merangkul dan membangun wilayah Papua daripada menjajahnya. Dalam situasi yang rumit ini, Indonesia harus dapat memenuhi kebutuhan Organisasi Papua Merdeka (OPM) setidaknya sebanding dengan apa yang didapat OPM saat mereka meninggalkan Indonesia.
Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya Pancasila masih relevan dan dapat mengikuti perkembangan zaman namun pengimplementasian dan penggunaannya sering kali tidak sejalan dengan tujuan dari Pancasila itu sendiri dan sangat bergantung kepada para pembuat kebijakan dan kerjasama antar pemerintah dan masyarakat. Ketimpangan pembangunan, diskriminasi ras dan suku, serta permasalahan HAM yang belum tertangani dengan baik disana perlu menjadi perhatian serius sehingga pengimplementasian Pancasila secara menyeluruh dapat dirasakan masyarakat Papua dan mereka mendapatkan hak-hak yang seharusnya sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menemukan titik temu antara OPM dan pemerintah Indonesia membutuhkan komitmen dan keberanian dari semua pihak. Dialog yang terbuka dan inklusif, dengan mengedepankan prinsip saling menghormati dan menghargai, menjadi kunci untuk memahami akar permasalahan dan merumuskan jalan keluar yang konstruktif.
Masa depan Papua yang cerah dan sejahtera hanya dapat dicapai melalui dialog, perdamaian, dan komitmen bersama untuk menegakkan nilai-nilai Pancasila. Masing-masing pihak harus saling menghormati dan menghargai perbedaan, serta bekerja sama untuk mewujudkan Papua yang adil, makmur, dan damai.