"Merokok Meredakan Depresi" Mitos atau Fakta?

MUHAMMAD ERVANZA RASYADHIWA
Mahasiswa Psikologi, fakultas ilmu sosial dan politik Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
23 Desember 2020 17:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MUHAMMAD ERVANZA RASYADHIWA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
"Merokok Meredakan Depresi" Mitos atau Fakta?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pada saat ini depresi merupakan penyakit mental yang umum dan juga serius, apalagi pada kalangan remaja. Mengapa? Hal tersebut terjadi dikarenakan tidak semua remaja berhasil pada masa transisi nya menjadi dewasa. Banyak remaja yang tidak siap dalam mengalami berbagai masalah di dalam kehidupan. Hal itu yang menyebabkan kebanyakan remaja mengalami depresi. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kebanyakan masalah kesehatan mental muncul pada akhir masa kanak-kanak dan pada awal masa remaja. Data dari WHO juga menunjukkan bahwa depresi merupakan penyebab utama dari penyakit dan kecacatan mental yang dialami pada remaja.
ADVERTISEMENT
Depresi merupakan masalah yang cukup serius dikalangan remaja. Akan tetapi, tidak banyak remaja yang menganggap hal tersebut serius, mereka mencoba menangani hal tersebut hanya dengan pemikiran nya sendiri. Oleh karena itu, Banyak dari kalangan remaja yang mulai mencoba merokok dikarenakan depresi, stress, dan juga gejala kecemasan (ansietas). Bahkan kebanyakan anak anak yang berusia 11-15 tahun sudah mencoba untuk merokok.
Merokok bukanlah suatu perilaku yang asing lagi bagi masyarakat. Merokok dapat dilakukan oleh siapa saja, baik orang dewasa ataupun remaja. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi perokok di atas usia 15 tahun mencapai 33,8 persen dan penduduk usia 10-18 tahun meningkat dari 7,2 persen di tahun 2013 menjadi 9,1 persen di tahun 2018 (kompas.com, 2020). Berdasarkan riset tersebut terbukti bahwa perokok di kalangan remaja semakin tahun semakin meningkat. Ditambah dengan asumsi bahwa merokok menambah konsentrasi, meredakan depresi, stress dan juga ansietas. Tetapi apakah hal tersebut adalah fakta, apa hanya asumsi masyarakat yang beredar?
ADVERTISEMENT
Secara umum merokok dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi, menekan rasa lapar, menekan kecemasan, dan depresi. Dalam beberapa penelitian terbukti bahwa nikotin dapat menyembuhkan depresi. Namun pemberian nikotin sebagai obat bukanlah melalui rokok. Hal itu dikarenakan nikotin memiliki indeks yang sangat sempit, antara dosis yang tepat untuk terapi dan dosis yang bersifat toksis sangatlah sempit. Jadi pemberian rokok sebagai obat untuk terapi bukanlah hal yang tepat.
Berdasarkan hasil penelitian CASA (Columbian University`s National Center On Addiction and Substance Abuse), remaja perokok memiliki resiko dua kali lipat mengalami gejala-gejala depresi dibandingkan remaja yang tidak merokok. Para perokok aktif pun lebih sering mengalami gejala kepanikan dibandingkan mereka yang tidak merokok. Banyak orang yang merokok dikarenakan depresi, tetapi para perokok sering mengalami gejala gejala depresi dan juga kecemasan (ansietas).
ADVERTISEMENT
Banyak remaja yang memperlihatkan gejala depresi dan gejala kecemasan lebih tinggi untuk memulai merokok dibandingkan dengan remaja yang tidak menampakkan gejala. Alasan bagi orang untuk memulai merokok adalah alasan medis, walaupun tidak pernah ada dokter yang menyarankan hal tersebut, tetapi bagi sebagian orang merokok adalah cara mereka untuk mengurangi ketegangan. Nikotin melepaskan senyawa tertentu kepada sistem saraf dan menciptakan efek tenang.
Merokok merupakan salah satu faktor terkuat dalam peningkatan simptom depresi. Banyak penelitian yang sudah membuktikan bahwa merokok dan depresi merupakan hal yang saling berkaitan. Menurut penelitian dari Tore Tjora mengatakan bahwa para perokok biasanya memiliki simptom depresi. Perokok yang mengkonsumsi 1 bungkus rokok per hari dapat mengkonsumsi 20-40 mg nikotin per hari, jumlah tersebut cukup banyak untuk menimbulkan perubahan yang signifikan pada otak. Di beberapa penelitian disebutkan bahwa karena depresi seseorang menjadi merokok, hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa efek dari Nikotin yang menimbulkan rasa tenang. Nikotin menstimulasi pelepasan Dopamin ke dalam otak dan Dopamin dapat memicu perasaan positif. Para pengidap depresi memiliki kadar Dopamin yang rendah pada otak dan untuk sementara waktu, mereka menggunakan rokok untuk menyuplai Dopamin untuk meningkatkan kadar Dopamin di dalam otak mereka.
ADVERTISEMENT
Seseorang yang sudah mulai mencoba merokok akan terus bergantung dengan rokok. Hal tersebut dikarenakan kadar dopamin yang telah diaktivasi oleh nikotin lama kelamaan akan menurun. Tubuh akan mulai kekurangan kembali dopamin, otak akan meminta kembali nikotin untuk mengaktiasi kembali dopamin. Jika hal tersebut tidak dipenuhi para perokok mulai gelisah, stress, bahkan kembali depresi (Sains Medika, 2013). Maka dari itu jika seseorang sudah bergantung dengan rokok akan sulit untuk lepas darinya.
Penyuplai dopamin bukan hanya rokok. Merokok bukanlah cara yang dianjurkan sebagai penyuplai dopamin bagi seseorang yang mengidap depresi. Salah satu cara menyuplai dopamin adalah berolahraga. Menurut dr. Irma Lidia Berolah raga rutin 1 jam dalam 6 hari per minggu dapat memberikan dampak yang signifikan untuk peningkatan dopamin.
ADVERTISEMENT
Cukup tidur juga merupakan faktor rendahnya kadar dopamin. Jika kita tidur hormon dopamin akan dilepas dan membuat mereka kemabi terisi. Akan tetapi, jika kita terjaga pada malam hari hormon dopamin akan cepat menurun kemudian mempengaruhi sensitivitas reseptor yang menyebabkan menurunnya konsentrasi dan koordinasi tubuh yang memburuk. National Sleep Foundation, menyarankan semua orang untuk tidur 7-9 jam setiap malam untuk kesehatan yang optimal. Maka dari itu, jika jam tidur seseorang telah buruk, maka hal tersebut akan mempengaruhi hormon dopamin yang akan memicu depresi, stress, dan gejala kecemasan (ansietas).
Jadi, apakah benar merokok dapat merokok dapat meredakan depresi? Hal itu hanyalah mitos belaka. Mungkin benar dapat meredakan depresi, tetapi hal tersebut hanyalah sementara. Jika seseorang benar benar ingin menyembuhkan depresinya lebih baik langsung ditangani oleh psikolog, ia akan diberi obat dengan dosis yang tepat, tidak akan ada efek samping jika ia menggunakan obat itu dengan bijak. Jangan menganggap remeh penyakit mental ini.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Rahayu, Ervina Dwi. (2013). Hubungan Antara Depresi Dengan Kecenderungan Perilaku Merokok Pada Remaja. Ums.Ac.Id. di akses dari http://eprints.ums.ac.id/25375/2/04._BAB_I.pdf
Adelia, & Nuralita, Nanda S. (2020). Hubungan Perilaku Merokok Dengan Tingkat Simtom Depresi Di Kelurahan Tegal Sari Mandala II Medan. JURNAL PANDU HUSADA, 1(3), 142–148. Diakses dari http://journal.umsu.ac.id/index.php/JPH/article/view/4784/pdf_22
Tjora, T., Hetland, J., Aarø, L. E., Wold, B., Wiium, N., & Øverland, S. (2014). The association between smoking and depression from adolescence to adulthood. Addiction, 109(6), 1022–1030. Diakses dari https://doi.org/10.1111/add.12522
Fitria , Triandhini, R.I.N.K.R. , Mangimbulude, Jubhar C., & Karwur, Ferry F. (2013). Merokok Dan Oksidasi DNA. Sains Medika, 5(2), 113-120. Di akses dari http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/sainsmedika/article/viewFile/352/291
ADVERTISEMENT
dr. Irma Lidia. (2020). 7 Cara Meningkatkan Dopamin. Jovee.Id. diakses dari https://jovee.id/7-cara-meningkatkan-dopamin-si-hormon-bahagia/
Dianovinina, Ktut. (2018). Depresi pada Remaja: Gejala dan Permasalahannya. Jurnal Psikogenesis, 6 (1), 69-78.
Aisyah, Siti. (2019). Hubungan Status Depresi dengan Perilaku Merokok Pada Remaja di SMKN 2 Samarinda.
Tristanti, Ika. (2016). Remaja dan Perilaku Merokok. Di akses dari https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/bitstream/handle/11617/6772/35.%20Ika%20Tristanti.pdf?sequence=1&isAllowed=y