Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Bencana Banjir dan Akses Pangan pada Potensi Risiko Stunting
12 Maret 2025 10:03 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Muhammad Fadhlullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bencana banjir dapat mengancam jiwa manusia. Pada awal Maret 2025 ini, beberapa daerah dilanda Banjir, seperti wilayah sebagian Jakarta dan Tangerang. Banjir menyebabkan rumah warga terendam hingga atap, merusak infrastruktur dan fasilitas umum, dan memutus akses jalan. Banjir parah juga merendam sebagian wilayah di Jawa Barat, seperti Bekasi, Depok, dan Bogor, akibat dari curah hujan yang tinggi dan kiriman debit air dari daerah lain. Tanggul sungai yang jebol membuat debit air tak terbendung masuk ke pemukiman warga.
ADVERTISEMENT
Dilaporkan bahwa ketinggian banjir mencapai sekitar 50 cm hingga melebihi 1 meter.
Kondisi rumah yang terendam banjir setinggi atap mengharuskan warga mengungsi ke tempat yang lebih aman. Semua warga tinggal bersamaan dalam tempat pengungsian dengan berbagai keterbatasan sandang dan pangan.
Lalu, bagaimana bencana banjir dapat berkontribusi pada meningkatnya risiko stunting pada anak?
Stunting menjadi masalah gizi anak yang menjadi sorotan nasional dan internasional. Dilihat dari data Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, kejadian stunting di sejumlah Provinsi di Indonesia masih terbilang tinggi dari target RPJMN 2025 - 2029 yang ditetapkan sebesar 14,2%.
Sebanyak 1 dari 5 anak Indonesia mengalami stunting dengan rentang kasus kejadian terbanyak ada pada anak dengan rentang usia 24 hingga 35 bulan.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat angka kejadian Stunting pada tiap Provinsi dalam kawasan Jabodetabek, data menunjukkan bahwa kejadian stunting di Provinsi DKI Jakarta mencapai 17,6%, Provinsi Jawa Barat mencapai 21,7%, dan Provinsi Banten mencapai 24%. Stunting masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu diprioritaskan, namun bencana banjir menjadi faktor penyulit dalam upaya percepatan penanganan stunting.
Akses pangan yang terganggu karena banjir dapat menyebabkan distribusi makanan ke pengungsian terhenti sementara.
Banyak warga terdampak kekurangan asupan makanan, khususnya ibu hamil dan anak baduta (bayi dua tahun) yang sedang pada fase pertumbuhan dan perkembangan. Distribusi pangan yang terganggu secara berkepanjangan akan menyebabkan kelangkaan sumber pangan. Ibu hamil dan anak baduta terdampak langsung akibat masalah ini.
ADVERTISEMENT
Dilihat dari sudut pandang ibu hamil, akses pangan yang terganggu akibat banjir meliputi terganggunya distribusi PMT (Pemberian Makanan Tambahan) dan pembagian TTD (Tablet Tambah Darah) yang tidak terlaksana, sedangkan dilihat dari sudut pandang anak baduta, akses pangan yang terganggu akibat banjir meliputi terbatasnya keragaman makan baduta dan sulitnya mencukupi konsumsi MPASI sumber hewani.
Kondisi banjir parah ini harus dilakukan tata laksana yang cepat dan tepat untuk dapat menyurutkan ketinggian air dan membuka akses jalan untuk segera memperbaiki distribusi pangan yang terganggu. Mengingat Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten termasuk ke dalam 5 Provinsi dengan kasus kejadian stunting terbanyak di Indonesia sehingga perlu diprioritaskan dalam penanganan banjir agar mengurangi potensi risiko peningkatan stunting pada wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Kejadian banjir memang tidak bisa diprediksi secara akurat, namun ada upaya yang dapat dilakukan agar memperkecil kejadian bencana ini. Seperti upaya yang dilakukan oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) untuk memperkecil kejadian bencana banjir dengan upaya operasi modifikasi cuaca, khususnya di wilayah Jabodetabek.