Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Psikologi di Balik Patah Hati: Mengapa Rasanya Seperti Dunia Runtuh?
7 Desember 2024 23:04 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhammad Faiz Alyafi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Patah hati adalah salah satu pengalaman emosional paling mendalam yang dapat dirasakan manusia. Ia tidak hanya membawa kesedihan emosional, tetapi juga sering kali disertai rasa sakit fisik yang nyata. Bahkan, banyak orang yang menggambarkan patah hati sebagai "dunia yang runtuh," suatu kondisi yang memengaruhi setiap aspek kehidupan mereka. Dalam dunia psikologi, patah hati dianggap sebagai pengalaman yang melibatkan reaksi biologis, neurologis, dan emosional yang kompleks. Artikel ini akan menjelaskan apa yang terjadi di otak dan tubuh saat mengalami patah hati, dampaknya terhadap kesehatan mental, dan cara mengatasinya berdasarkan penelitian ilmiah dan pandangan psikolog Indonesia.
ADVERTISEMENT
Apa yang Terjadi di Otak Saat Patah Hati?
Menurut Helen Fisher, seorang antropolog biologis, jatuh cinta mengaktifkan area otak yang terkait dengan motivasi dan penghargaan, seperti ventral tegmental area (VTA). Area ini juga aktif saat seseorang mengalami kecanduan terhadap zat seperti kokain atau nikotin. Dengan kata lain, cinta romantis dapat dibandingkan dengan kecanduan pada tingkat neurologis. Ketika hubungan berakhir, otak kehilangan sumber kebahagiaannya, menyebabkan gejala serupa dengan putus zat adiktif, seperti obsesi, kesedihan mendalam, dan dorongan untuk "mendapatkan kembali" pasangan.
Dalam pandangan psikolog Indonesia, Dr. Reni Kusumawardhani, patah hati memicu aktivasi sistem limbik, bagian otak yang bertanggung jawab atas emosi. "Ketika hubungan berakhir, sistem limbik mengirimkan sinyal darurat yang membuat individu merasa terancam. Otak memandang kehilangan pasangan sebagai ancaman serius, sehingga respons stres pun muncul,"
ADVERTISEMENT
Mengapa Rasa Sakitnya Terasa Fisik?
Patah hati bukan hanya perasaan; ini adalah pengalaman yang secara nyata melibatkan tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa rasa sakit emosional diaktifkan di area otak yang sama dengan rasa sakit fisik, yaitu korteks somatosensorik dan anterior cingulate cortex. Hal ini menjelaskan mengapa seseorang yang patah hati sering merasa sakit di dada, kepala, atau bahkan kehilangan energi.
Fenomena broken heart syndrome atau sindrom takotsubo adalah salah satu contoh ekstrem dari dampak fisik patah hati. Sindrom ini pertama kali diidentifikasi di Jepang dan menggambarkan kondisi di mana stres emosional menyebabkan melemahnya otot jantung, menciptakan gejala yang mirip dengan serangan jantung. "Pada kasus patah hati yang parah, lonjakan hormon stres seperti kortisol dapat memperburuk kondisi fisik seseorang,
ADVERTISEMENT
Efek Psikologis Jangka Panjang
1. Depresi dan Kecemasan
Menurut American Psychological Association, patah hati sering kali menjadi pemicu utama depresi dan kecemasan, terutama jika hubungan tersebut sangat berarti bagi individu yang mengalaminya. Depresi yang muncul setelah patah hati ditandai dengan hilangnya motivasi, keputusasaan, dan perasaan tidak berdaya. Di Indonesia, survei yang dilakukan oleh Jurnal Kesehatan Mental Nusantara menemukan bahwa 45% responden mengalami gejala depresi ringan hingga berat setelah berakhirnya hubungan romantis.
2. Gangguan Stres Pascatrauma (PTSD)
Jika patah hati disebabkan oleh pengalaman traumatis seperti pengkhianatan atau kekerasan, risiko PTSD meningkat. Individu mungkin terus-menerus memutar ulang kejadian buruk dalam pikirannya, merasa cemas, atau bahkan menghindari situasi tertentu yang mengingatkannya pada hubungan tersebut.
3. Ketergantungan pada Hubungan Masa Lalu
ADVERTISEMENT
Dalam psikologi, ada istilah "trauma bonding," di mana individu tetap terikat secara emosional pada hubungan yang sebenarnya beracun. Hal ini membuat proses penyembuhan menjadi jauh lebih sulit karena individu merasa sulit melepaskan masa lalu.
Strategi Mengatasi Patah Hati
1. Mengelola Emosi dengan Mindfulness
Psikolog Indonesia, Dr. Andri Setiawan, merekomendasikan mindfulness sebagai teknik utama untuk membantu seseorang menerima emosi tanpa berusaha melawan atau mengabaikannya. "Mindfulness membantu seseorang untuk hadir di saat ini tanpa terjebak oleh ingatan masa lalu atau kekhawatiran tentang masa depan," jelasnya dalam buku Seni Mengatasi Kehilangan.
2. Membangun Dukungan Sosial
Dukungan sosial dari teman dan keluarga adalah salah satu cara paling efektif untuk mengatasi patah hati. Studi dari Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa individu dengan dukungan sosial yang kuat memiliki tingkat pemulihan yang lebih cepat setelah kehilangan.
ADVERTISEMENT
3. Berinvestasi dalam Aktivitas Baru
Salah satu cara terbaik untuk melepaskan diri dari ingatan masa lalu adalah dengan mencoba hal-hal baru. Baik itu olahraga, belajar keterampilan baru, atau bepergian, aktivitas ini membantu otak menciptakan jalur neurologis baru yang dapat mengurangi obsesi terhadap hubungan yang telah berakhir.
4. Konsultasi dengan Profesional
Jika rasa sakit terlalu berat untuk diatasi sendiri, terapi psikologis adalah langkah yang bijak. Terapi seperti cognitive-behavioral therapy (CBT) dapat membantu individu mengganti pola pikir negatif dengan pola pikir yang lebih sehat.
5. Menjaga Kesehatan Fisik
Olahraga, pola makan yang sehat, dan tidur yang cukup dapat mempercepat proses penyembuhan. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik seperti jogging atau yoga meningkatkan kadar endorfin, yang dikenal sebagai hormon bahagia.
ADVERTISEMENT
Patah hati adalah pengalaman yang sangat manusiawi, tetapi sering kali disertai dengan rasa sakit yang tak terkatakan. Dengan memahami apa yang terjadi di otak dan tubuh selama proses ini, seseorang dapat mulai menerima bahwa rasa sakit itu normal dan bagian dari proses pemulihan. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Kusumawardhani, "Patah hati bukanlah akhir dari segalanya, tetapi kesempatan untuk menemukan kekuatan baru dalam diri kita." Meski berat, patah hati dapat menjadi pintu menuju pertumbuhan dan kebahagiaan di masa depan.
Referensi
1. Helen Fisher et al. (2010). The Neural Correlates of Romantic Rejection. Journal of Neurophysiology.
2. Kusumawardhani, R. (2020). Psikologi Cinta dan Kehilangan. Jurnal Psikologi Indonesia.
3. Kusumawardhani, R. (2022). Stres Emosional dan Sindrom Patah Hati. Jurnal Kesehatan Mental Nusantara.
ADVERTISEMENT
4. American Psychological Association. (2023). Effects of Breakup on Mental Health.