Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Kurang dari 2 Tahun, Bagaimana Kepemimpinan Gus Dur Selama Menjadi Presiden RI?
23 Desember 2021 18:09 WIB
Tulisan dari Muhammad Fardan Kaftaro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mengenal Gus Dur
ADVERTISEMENT
Abdurrahman Wahid, atau akrab disapa Gus Dur, lahir dan besar di lingkungan Muslim yang taat, lho. Gus Dur menempuh pendidikan tinggi dan belajar mengenai banyak hal, terutama studi Islam, di beberapa negara di kawasan Timur Tengah dan Eropa. Selepas berkelana mencari ilmu, Gus Dur kemudian kembali ke Indonesia dan menjadi tokoh Muslim dan politik yang berpengaruh.
ADVERTISEMENT
Selama kariernya, beliau merupakan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) selama tiga periode berturut-turut. Puncaknya nih, Gus Dur mendapatkan amanah sebagai Presiden keempat Republik Indonesia yang memberikan pengaruh cukup besar meski hanya menjabat selama tahun 1999—2001.
Gusdur itu Seorang Leader, Bukan Hanya Sebagai Manager
Gus Dur merupakan seorang pemimpin, bukan hanya sebagai manajer, lho. Manajer, dalam hal ini, diartikan sebagai seseorang yang menjalankan kepemimpinan hanya untuk melaksanakan otoritas dan tugas yang diemban saja. Sementara, pemimpin lebih dari itu; seorang pemimpin memiliki kemampuan untuk mempengaruhi anggotanya dalam mencapai tujuan organisasi.
Sebagai seorang presiden, Gus Dur berupaya untuk merekonstruksi kondisi masyarakat agar dapat berkontribusi secara maksimal dalam mencapai tujuan negara. Gus Dur berhasil membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah melalui berbagai kebijakan yang berpihak pada kepentingan umum. Selain itu, Gus Dur berupaya untuk mengubah konstruksi sosial masyarakat warisan orde baru yang tradisionalisme-feudalistik menuju masyarakat yang progresif dan demokratis.
ADVERTISEMENT
Gus Dur Sebagai Pemimpin yang Fleksibel
Pemimpin fleksibel diartikan sebagai pemimpin dengan kemampuan adaptasi yang baik untuk menghadapi situasi kepemimpinan yang berbeda. Berdasarkan Goleman’s Model, terdapat enam gaya kepemimpinan untuk menghadapi situasi kepemimpinan yang berbeda-beda. Dua di antaranya diterapkan oleh Gus Dur selama masa kepemimpinannya, yaitu Affiliative Leaders yang mengutamakan anggotanya dan Coercive Leaders yang berdasarkan pada konsep “perintah dan kontrol”.
Penerapan Affiliative Leaders terlihat pada kebijakan untuk mensejahterakan Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan menaikkan gaji yang tidak tanggung-tanggung, yakni sebesar 100% dari periode sebelumnya. Sementara, gaya Coercive Leaders diterapkan Gus Dur dalam upayanya melakukan reformasi besar-besaran terhadap peran dan internal Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dilakukan secara satu arah.
ADVERTISEMENT
Gus Dur Mengutamakan Konsensus dalam Pengambilan Keputusan
Terdapat tiga tipe kepemimpinan, nih, menurut hubungan antara pemimpin dan anggota dalam mengambil keputusan, yaitu kepemimpinan otoriter, demokratis, dan delegatif. Dalam kepemimpinan demokratis, pemimpin memiliki kecenderungan untuk melibatkan anggotanya dalam mengambil suatu keputusan. Pada kepemimpinan Presiden Gus Dur, keputusan yang diambil kerap menunjukkan adanya sebuah konsensus bersama yang menunjukkan bahwa Gus Dur menerapkan tipe kepemimpinan demokratis.
Kepemimpinan demokratis dapat dilihat seperti ketika Gus Dur menanggapi persoalan yang ada di Papua dengan menempuh jalan dialog dengan masyarakat Papua. Melalui pendekatan ini, Gus Dur berupaya untuk menjaring aspirasi masyarakat Papua untuk merumuskan kebijakan yang tepat dan inklusif. Selain mengenai masalah Papua, Gus Dur juga berupaya untuk menghilangkan segala bentuk hegemoni elit politik warisan orde baru untuk menciptakan masyarakat yang lebih demokratis.
ADVERTISEMENT
Pemimpin Berkarisma, itu Gus Dur!
Pemimpin karismatik memiliki daya tarik tertentu, lho, dalam mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Daya tarik tersebut biasanya berbentuk sifat atau perilaku extraordinary dari seorang pemimpin yang memancing terbentuknya ikatan emosional dengan para anggotanya. Pada saat menjabat sebagai Presiden, Gus Dur menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang karismatik, lho.
Sifat karismatik seorang Gus Dur salah satunya terpancar dari pemikirannya yang tangkas dan tajam. Hal ini dapat dilihat melalui kebijakan Gus Dur yang memberikan perubahan positif di berbagai bidang. Selain itu, karisma seorang Gus Dur berasal dari sifatnya yang rendah hati dan sederhana, serta humoris. Banyak orang dan kelompok masyarakat, baik dari kalangan NU maupun di luar NU, yang mencintai dan mengagumi seorang Gus Dur karena sikap dan perlakuan baik yang ditunjukkannya.
ADVERTISEMENT
Gus Dur dalam Praktik Kepemimpinan Etis
Kepemimpinan etis menekankan pada perilaku dan karakter dari seorang pemimpin. Seorang pemimpin memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan etika yang baik. Penerapan etika yang baik perlu dilakukan oleh seorang pemimpin, nih, untuk turut mempengaruhi persepsi anggotanya dalam menginternalisasi nilai-nilai yang ada.
Bagi Gus Dur, penerapan etika yang baik bukanlah suatu hal yang muncul ketika ia menjadi seorang presiden, melainkan telah melekat ke dalam kepribadiannya. Sikap etis tersebut ditunjukkan oleh Gus Dur dengan menjunjung tinggi nilai toleransi di negara Indonesia yang majemuk. Salah satu penerapan nilai toleransi yang dilakukan oleh Gus Dur adalah dengan mengakui dan meresmikan agama Kong Hu-Chu sebagai agama resmi dan menetapkan Imlek sebagai hari raya nasional.
ADVERTISEMENT
Kebudayaan Jawa yang Melekat pada Jiwa Gus Dur
Gus Dur lahir dan besar di lingkungan Jawa-Islam yang sangat kental, terutama dari sub-kultur pesantren, lho. Lingkungan tersebut kemudian berpengaruh terhadap kebiasaan dan pandangan politik Gus Dur selama menjadi Presiden. Salah satu pandangan Gus Dur adalah terkait konsepsi negara modern yang menurutnya: kewenangan dan peran negara yang besar sebagai alat bagi tujuan politik perlu untuk dibatasi.
Pemikiran Gus Dur yang anti totalitarianisme itu merupakan cerminan dari politik santri yang tidak terbiasa bermasyarakat dalam kungkungan negara. Selain pandangan politik, pengaruh kebudayaan Jawa juga mempengaruhi langkah politiknya. Gus Dur kerap melakukan ziarah ke makam-makam yang dianggap keramat sebagai pegangan dalam menentukan kebijakan politik.
ADVERTISEMENT
Referensi
Anam, A. M. (2019). Konsep Pendidikan Pluralisme Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Cendekia: Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan, 17(1), 81-97.
Barton, G. (2002). Abdurrahman Wahid: Muslim Democrat, Indonesian President. University of Hawaii Press.
Chalik, A. (2015). Sintesis Mistik dalam Kepemimpinan Politik Jawa. JRP (Jurnal Review Politik), 5(2), 254-278.
Cîrstea, C., & Constantinescu, D. (2012). Debating about situational leadership. Management and Marketing, 10(1), 53-58.
Fajar, A. M., & Siregar, H. (2021). Pemikiran Politik Abdurrahman Wahid tentang Demokrasi di Indonesia. Communitarian, 3(1).
Hudda, S. A. (2018). Kharisma Gus Dur dalam kepemimpinan formal dan informal (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).
Northouse, P. G. (2019). Leadership: Theory and Practice (8th ed.). Sage Publications.
ADVERTISEMENT
Sukri, M. A. (2020). Perbandingan Hubungan Sipil-Militer di Indonesia pada Masa Abdurrahman Wahid dengan Erdogan di Turki. Al Imarah: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam, 5(2), 130-146.
Wijaya, K. A., Pribandana, & D., Fauzi, I. (2019). Kepemimpinan di Era KH. Abdurrahman Wahid. Research Gate.
Yukl, G. (2013). Leadership in Organizations. Pearson.
Zaleznik, A. (1977). Managers and leaders: Are they different? Harvard Business Review, 55(5), 67–78.