Mentalitas Inlander dalam Pariwisata Indonesia

Muhammad Farhan
Asisten Peneliti INDEF (Institute for Development of Economics and Finance)
Konten dari Pengguna
19 Maret 2024 6:39 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Farhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Replika Buckingham Palace di Museum Angkut, Kota Batu, Jawa Timur. Foto: Muhammad Farhan.
zoom-in-whitePerbesar
Replika Buckingham Palace di Museum Angkut, Kota Batu, Jawa Timur. Foto: Muhammad Farhan.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tidak jarang objek wisata yang tumbuh di Indonesia mengutilisasi produk kebudayaan luar negeri sebagai daya tarik utama. Beberapa objek wisata bernuansa luar negeri seperti Kampung Eropa dan Asian Heritage di Sumatera Barat, Museum Angkut di Jawa Timur, dan Taman Wisata Merapi Park di Jawa Timur seringkali menjadi destinasi wisata utama bagi masyarakat Indonesia untuk menghabiskan waktu liburnya. Replika bangunan terkenal luar negeri seperti Menara Eiffel, Menara Elizabeth (Big Ben), dan Menara Pisa seringkali digunakan sebagai objek wisata di Indonesia. Makanan dan minuman luar negeri pun turut meramaikan objek wisata bernuansa luar negeri tersebut. Banyak masyarakat yang antusias untuk mengunjungi objek wisata seperti ini. Walaupun sudah banyak masyarakat Indonesia yang merasa miris dan menentang dibangunnya objek wisata bernuansa luar negeri karena dianggap sebagai bentuk dari krisis identitas, masih ada sebagian masyarakat Indonesia yang menganggap objek wisata bernuansa luar negeri tersebut sebagai sesuatu yang normal adanya.
ADVERTISEMENT
Sebagian masyarakat menilai bahwa objek wisata bernuansa luar negeri dibangun karena adanya “pasar” terhadap objek wisata rasa luar negeri. Hal ini tentunya disebabkan karena adanya permintaan yang tinggi akan objek wisata tersebut. Adanya permintaan terhadap objek wisata ini menumbuhkan penawaran untuk memenuhi permintaan tersebut berupa pembangunan objek wisata bernuansa luar negeri oleh pengembang pariwisata. Permintaan yang tinggi akan objek wisata bernuansa luar negeri ini tentunya berakar dari cara pandang masyarakat terhadap luar negeri yang dianggap lebih superior. Cara pandang sebagian masyarakat terhadap luar negeri yang lebih superior ini tidak hanya mendorong pengembang pariwisata untuk membangun objek wisata bernuansa luar negeri demi semata-mata keuntungan ekonomi, tetapi juga mengancam eksistensi kebudayaan lokal Indonesia itu sendiri dan daya tarik Indonesia sebagai destinasi pariwisata bagi wisatawan asing. Cara pandang ini adalah bentuk dari adanya mentalitas inlander pada sebagian masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Efek Pascakolonial
Mentalitas inlander adalah sikap yang menganggap segala sesuatu dari luar negeri lebih baik, hebat, dan layak ditiru. Mentalitas ini merupakan warisan kolonial yang pada umumnya melekat pada bangsa yang pernah terjajah, tak terkecuali Indonesia. Meskipun tidak semua masyarakat Indonesia memiliki mentalitas inlander, pada faktanya, mentalitas ini tertanam dalam sebagian besar jiwa masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia cenderung lebih mengapresiasi kebudayaan dan produk buatan luar negeri, khususnya dari negara-negara Barat dan Asia Timur. Seperti yang kita ketahui, sebagian masyarakat Indonesia cenderung memperlakukan orang kulit putih yang berasal dari luar negeri (atau disebut sebagai bule) seperti selebritas dan seringkali mengajak orang kulit putih tersebut untuk berfoto bersama. Bahkan, dalam pidatonya pada acara HUT ke-10 Partai Nasdem, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat menyayangkan mentalitas inlander ini masih tertanam dalam jiwa bangsa Indonesia. Presiden Jokowi juga menyinggung adanya euforia pada orang Indonesia ketika bertemu dengan bule yang seperti bertemu dengan artis terkenal. Mentalitas ini, pada akhirnya, berdampak pada bagaimana masyarakat Indonesia menjalankan kehidupannya. Masyarakat Indonesia cenderung lebih memilih untuk mengonsumsi produk luar negeri dibandingkan produk dalam negeri. Hal ini dapat terlihat dari antusiasme masyarakat Indonesia terhadap produk luar negeri keluaran terbaru dan kebudayaan luar negeri yang dianggap keren. Kondisi ini, pada akhirnya, mendorong masyarakat Indonesia untuk memanfaatkan kebudayaan luar negeri untuk memeroleh keuntungan ekonomi, salah satunya adalah dalam sektor pariwisata.
ADVERTISEMENT
Keuntungan Oportunistik
Pembangunan objek wisata bernuansa luar negeri di Indonesia kerap dilakukan dengan dalih “instagramable”. Dalih ini sejalan dengan visi Mantan Menteri Pariwisata Arief Yahya (periode 2014-2019) terkait pariwisata di Indonesia yang mengedepankan objek wisata yang instagramable untuk dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Arief Yahya mengungkapkan bahwa objek wisata yang instagramable sangat digandrungi oleh anak milenial karena mereka suka tempat wisata yang membolehkan mereka untuk berfoto ria dan layak di upload di media sosial. Arief juga menegaskan bahwa objek wisata harus di-branding dengan konsep “Kids Zaman Now” untuk dapat menyesuaikan apa yang disukai anak muda zaman sekarang. Unsur instagramable ini adalah bentuk dari amenitas pada objek wisata, yang dimana termasuk dalam konsep 3A pariwisata, yaitu atraksi, aksesibilitas, dan amenitas. Meskipun pembangunan objek wisata yang instagramable ini sesuai dengan adanya minat masyarakat yang suka berfoto dan eksis di media sosial, objek wisata yang dibangun dengan nuansa luar negeri nampaknya terlalu “latah” dan menyesatkan untuk dilakukan. Pengembang objek wisata bernuansa luar negeri cenderung hanya memerhatikan aspek instagramable saja tanpa melihat aspek identitas nasional. Pengembang hanya melihat sisi keuntungan yang akan didapat dari dibangunnya objek wisata bernuansa luar negeri dengan memanfaatkan mentalitas inlander dari sebagian masyarakat yang melihat segala sesuatu dari luar negeri adalah lebih superior. Apabila pembangunan objek wisata bernuansa luar negeri ini tetap dilakukan, maka akan ada tendensi “pemeliharaan” mentalitas inlander dari pengembang pariwisata demi mendapatkan keuntungan ekonomi semata.
ADVERTISEMENT
Revolusi Mental
Mengubah persepsi masyarakat terhadap segala hal yang berasal dari luar negeri tentunya tidaklah mudah. Persepsi masyarakat yang memandang luar negeri lebih baik dibandingkan negeri sendiri sudah mengakar kuat sejak masa penjajahan. Walaupun demikian, persepsi ini dapat diubah secara gradual. Hal ini dapat dicapai dengan revolusi mental. Revolusi mental dapat terwujudkan melalui edukasi pada masyarakat. Edukasi terkait sejarah, kebudayaan lokal, dan potensi yang dimiliki Indonesia dapat menjadi permulaan untuk mengubah persepsi masyarakat untuk lebih menghargai dan mengenal kebudayaan dan produk lokal. Selain itu, membangun rasa percaya diri dan optimisme terhadap perkembangan Indonesia untuk menjadi negara yang maju juga sangat penting untuk memperkokoh kebanggaan terhadap identitas nasional. Hal ini termasuk mencintai dan mendukung produk dalam negeri serta menghilangkan cara pandang yang “mendewakan” produk asing dan orang bule. Peningkatan literasi terhadap sejarah dan kebudayaan lokal serta membangun rasa percaya diri dan optimisme terhadap pembangunan Indonesia dapat menjadi pondasi revolusi mental yang kuat untuk menghilangkan mentalitas inlander dalam jiwa masyarakat Indonesia. Akan tetapi, hal ini dapat terhambat untuk terwujud apabila tidak didukung oleh perubahan pola pikir pada pengembang pariwisata untuk tidak lagi “latah” membangun objek wisata bernuansa luar negeri. Merombak objek wisata bernuansa luar negeri yang sudah ada dengan konsep baru yang mengedepankan kebudayaan lokal (yang tentunya juga instagramable) dapat menjadi cara lain untuk mendukung revolusi mental masyarakat Indonesia. Revolusi mental ini dapat membangun jiwa yang merdeka bagi bangsa Indonesia. Terbangunnya jiwa yang merdeka tersebut, pada akhirnya, dapat mengubah persepsi masyarakat Indonesia terhadap “luar negeri”. Dengan demikian, mengubah mentalitas bangsa untuk lebih mengapresiasi segala hal yang berasal dari dalam negeri dapat mendorong pengembangan pariwisata budaya lokal dan mendukung industri kreatif dalam negeri sehingga dapat mendorong preservasi kebudayaan lokal dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
ADVERTISEMENT