Konten dari Pengguna

Efektifkah Kenaikan Cukai Rokok?

31 Januari 2022 10:27 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MUHAMMAD FARREL ABIGAIL ATHALLAH GUMAY tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. (Jutaan Rokok Ilegal disita Kanwil Bea Cukai Jawa Timur. Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. (Jutaan Rokok Ilegal disita Kanwil Bea Cukai Jawa Timur. Foto: Dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT
Cukai merupakan salah satu komponen yang berperan dalam pendapatan negara. Secara etimologi, cukai adalah suatu pungutan yang dilakukan oleh negara kepada barang-barang tertentu yang karakteristiknya sesuai dengan undang-undang dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Cukai dikenakan kepada barang-barang yang konsumsinya perlu dikendalikan. Salah satu jenis cukai yang paling banyak di Indonesia adalah cukai hasil tembakau, seperti cukai rokok.
ADVERTISEMENT
Cukai rokok berperan besar dalam pendapatan negara karena sebagian besar masyarakat Indonesia mengkonsumsi rokok. Hal itu didukung oleh pernyataan Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, jumlah perokok di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 65,7 juta penduduk atau sekitar 33,8 persen. Tidak hanya itu, berdasarkan data yang diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021 sekitar 3,69 persen perokok masih berusia di bawah 18 tahun.
Menanggapi tingginya konsumen rokok di Indonesia, terutama perokok di bawah umur, pemerintah menetapkan kenaikan cukai rokok pada tahun 2022 menjadi 12 persen. Hal itu diharapkan dapat menurunkan jumlah perokok di Indonesia. Namun, apakah kebijakan tersebut merupakan solusi yang efektif ? Untuk mengetahuinya, penulis menggunakan keterkaitan isu dengan prinsip ekonomi ke-7, yaitu government can sometimes improve market outcomes.
ADVERTISEMENT
Prinsip tersebut menjelaskan bahwa pemerintah memiliki peran dalam mengendalikan kondisi pasar. Salah satu peran pemerintah adalah dengan membuat kebijakan terkait perekonomian pasar. Dalam hal ini, pemerintah melakukan intervensi pasar dengan menaikkan cukai rokok. Hal itu dilakukan pemerintah untuk mengurangi perhatian pemerintah terhadap kesehatan yang diakibatkan dari eksternalitas rokok. Ekternalitas merupakan akibat atau efek samping yang timbul dari kegiatan orang lain.
Salah satu eksternalitas negatif dari rokok adalah menurunkan kesehatan masyarakat. Rokok mengakibatkan berbagai penyakit, antara lain kanker paru-paru, kanker tenggorokan, dan gangguan pada pembuluh darah dan jantung. Tidak hanya itu, rokok juga menjadi penyumbang kematian terbesar di Indonesia, bahkan dunia. Dr Chin Tan Man, Medical Oncology Parkway Cancer Centre Singapore, mengatakan bahwa kasus kematian akibat kanker paru-paru meningkat sebesar 8,8 persen pada tahun 2021. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia juga menambahkan rasio kematian nasional akibat rokok pada tahun 2020 adalah 88 orang dari 100.000
ADVERTISEMENT
Menyikapi permasalahan kenaikan cukai rokok, Pemerintah memberikan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kepada masyarakat untuk memberikan bantuan kesehatan kepada mereka. Pemerintah mengeluarkan anggaran sebesar padaRp48,8 Triliun untuk subsidi JKN pada tahun 2021. Namun, sekitar 1/3 anggaran tersebut dikeluarkan untuk membiayai perawatan akibat merokok. Tidak hanya itu, konsumsi rokok juga mengakibatkan hilangnya tahun produktif yang tinggi sehingga berdampak pada biaya ekonomi.
Wakil Menteri Kesehatan mengatakan “merokok mengakibatkan kerugian ekonomi mencapai US$ 1,44 miliar atau sebesar Rp 20,64 triliun, setara dengan 1,8% dari pendapatan nasional bruto (PNB) tahunan dunia.” (2021). Hal tersebut disebabkan oleh besarnya beban yang ditanggung oleh pemerintah untuk membiayai anggaran kesehatan. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok dinilai sebagai Langkah yang tepat untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia sehingga masyarakat Indonesia semakin sehat dan mengurangi beban biaya kesehatan terhadap merokok
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian, kenaikan cukai rokok juga dapat memberikan dampak negatif bagi negara. Kenaikan cukai rokok akan berdampak pada kenaikan harga rokok sehingga kurva permintaan dan penawaran rokok akan bergeser.
Kurva Penawaran dan Permintaan Rokok (Sumber : Gambar penulis)
Berdasarkan kurva tersebut, terlihat bahwa permintaan rokok menurun akibat cukai rokok mengalami peningkatan sehingga harga rokok juga meningkat. Menurunnya produksi rokok, dapat dikaitkan dengan pendapatan produsen, di mana laba yang diperoleh juga ikut berkurang. Kondisi tersebut, memungkinkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan demi menjaga kondisi keuangan. Kasus tersebut pernah terjadi pada tahun 2020, di mana pemerintah menaikkan cukai rokok dan berdampak pada 4 ribu dari 5,8 juta tenaga kerja sektor industri rokok yang terkena PHK
Tidak hanya berdampak pada permintaan dan penawaran, kenaikan cukai rokok menimbulkan potensi peningkatan produksi rokok illegal. Pada tahun 2020, peredaran rokok illegal mengalami peningkatan 3 persen menjadi 4,9 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal itu disebabkan perilaku konsumen yang tidak mengurangi konsumsi rokok, melainkan hanya menurunkan golongan rokok yang dikonsumsi. "Kemunculan rokok ilegal yang sudah mulai besar dan berada di Jabodetabek, ini jadi backfire bagi pemerintah, dengan meningkatkan tarif cukai yang tinggi akan mendorong (peredaran) rokok ilegal," (Andry Satrio, 2021).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan survei yang dilakukan Indodata, sekitar 28,12 persen perokok Indonesia mengkonsumsi rokok illegal. Dengan kata lain, kurang lebih 127,5 miliar batang rokok yang dikonsumsi tidak terdaftar dalam cukai negara sehingga tidak berkontribusi terhadap pendapatan negara.
Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa kebijakan pemerintah menaikkan cukai rokok pada tahun 2022 merupakan langkah yang kurang efektif. Hal itu dikarenakan kenaikan cukai rokok akan memberikan dampak yang cukup signifikan pada industri rokok. Meskipun kebijakan ini dapat menurunkan konsumen rokok di Indonesia dan meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia, tetapi kebijakan ini juga menjadi pemicu terjadinya PHK terhadap pekerja industri produksi rokok.
Tidak hanya itu, kenaikan cukai rokok menyebabkan meningkatnya produksi rokok illegal, di mana produksi tersebut tidak termasuk ke dalam pendapatan negara. Hal itu didukung dengan pernyataan Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPRI) “Seharusnya, pemerintah fokus pada pemberantasan rokok ilegal dengan konkret. Karena dengan kenaikan tarif cukai yang tinggi dampaknya pasti akan ke sana,” (2021).
ADVERTISEMENT
Produksi rokok illegal juga menyebabkan munculnya perokok aktif baru sebagaimana disampaikan Pakar Kebijakan Universitas Padjajaran, “Peredaran rokok ilegal harus betul-betul bisa ditekan dengan sebaik-baiknya. Rokok ilegal tidak jelas kandungannya. Selain itu harganya sangat murah. Fenomena ini tidak hanya dapat menggiring konsumsi perokok aktif ke produk yang lebih murah, tapi juga bisa menciptakan perokok aktif baru,” (Mulyadi, 2021). Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan kenaikan cukai rokok agar dampak negatif yang telah disebutkan dapat diminimalisasi