Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Nudging Strategy, Aktivisme Kurangi Sampah Plastik dalam Lingkungan Kampus
26 Juni 2023 18:26 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Muhammad Fatahillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berdasarkan berbagai kajian terkini dalam konteks nasional, regional maupun global, tren produksi sampah plastik sudah berada pada titik yang mengkhawatirkan.
ADVERTISEMENT
Hal ini karena sampah plastik terbukti menjadi ancaman utama bagi keselamatan ekosistem dunia, khususnya ekosistem di wilayah pesisir dan laut (coastal and marine ecosystem). World Bank dalam sebuah laporan (report) tahun 2018 yang berjudul “What a Waste 2.0: A Global Snapshot of Solid Waste Management to 2050” menyatakan bahwa tanpa tindakan segera, jumlah sampah global akan meningkat sebesar 70% dari kondisi saat ini pada tahun 2050.
Kekhawatiran yang sama juga diungkapkan oleh Greenpeace melalui ringkasan kebijakan (policy brief) tahun 2019 yang berjudul “Southeast Asia’s Struggle Against the Plastic Waste Trade”.
Dalam dokumen tersebut, Greenpeace (2019) menyoroti pertumbuhan impor sampah plastik di ASEAN sebesar 171% dari 836.529-ton menjadi 2.265.962-ton pada tahun 2016-2018. Hal ini setara dengan 423.544 kontainer pengiriman yang berukuran 20 kaki (6.096 meter).
Lebih lanjut, Greenpeace (2019) menyoroti risiko signifikan yang ditimbulkan oleh limbah plastik di kawasan Asia Tenggara dan menyatakan bahwa tindakan sepihak (unilateral) dari negara-negara anggota ASEAN bukanlah solusi yang tepat atas krisis sampah global saat ini.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memberikan rincian bahwa hanya ada 15% sampah plastik yang dikumpulkan untuk didaur ulang pada tahun 2019, di mana 40% dari bahan ini berakhir sebagai residu daur ulang yang perlu dibuang lebih lanjut.
Setelah memperhitungkan residu daur ulang dan pembuangan sampah yang terkumpul, hanya 9% sampah plastik yang berhasil didaur ulang, sedangkan 19% dibakar dan hampir 50% dibuang ke tempat pembuangan akhir. Sisanya sebesar 22% dibuang di tempat pembuangan yang tidak terkendali, dibakar di lubang terbuka, atau bocor ke lingkungan.
Kompleksitas persoalan sampah plastik yang sudah menunjukkan adanya krisis atau situasi darurat pada dasarnya diakibatkan oleh adanya konsumsi plastik sekali pakai yang berlebihan (overconsumption).
ADVERTISEMENT
Di samping itu, buruknya tata kelola atau manajemen persampahan turut memengaruhi proses pendauran plastik sekali pakai pasca penggunaan.
Adanya faktor-faktor generik lainnya juga turut mendorong akselerasi masalah sampah plastik, antara lain: populasi yang terus tumbuh khususnya di kawasan urban; industrialisasi yang terus meningkat (khususnya turisme); serta modernisasi yang mengarah pada pola hidup konsumtif.
Nudging Strategy dan Urgensinya
Penggunaan plastik sekali pakai yang berlebihan merupakan ancaman nyata bagi kelestarian lingkungan. Plastik sekali pakai yang tidak bisa digunakan berulang kali menyebabkan pertumbuhan sampah plastik yang semakin meningkat.
Sampah plastik yang terus meningkat jumlahnya tidak hanya mencemari wilayah daratan, melainkan juga menyebabkan pencemaran di wilayah perairan seperti sungai dan laut.
ADVERTISEMENT
Bahkan studi dari tim peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2018 mengungkap kandungan mikroplastik di dalam perut ikan teri atau Stolephorus sp., yang jumlahnya mencapai 0,25-1,5 partikel per gram ikan atau mencapai 58-89 persen.
Itu artinya, setiap orang dapat menelan hingga 1.500 partikel mikroplastik dari konsumsi ikan setiap tahun. Dengan demikian, permasalahan sampah plastik berdampak besar bagi kesehatan baik flora, fauna, maupun manusia.
Indonesia sendiri berdasarkan riset Jambeck et al. (2015) dinobatkan sebagai negara kontributor terbesar kedua di dunia yang menghasilkan sampah plastik hingga menyebabkan terjadinya polusi dalam ekosistem khususnya di wilayah pesisir dan laut (coastal and marine ecosystem).
Kemudian studi lain menempatkan empat sungai di Indonesia dalam peringkat 20 besar paling berpolusi di dunia berdasarkan riset Lebreton et al. (2017). Dengan demikian, Indonesia menghadapi salah satu tantangan lingkungan terbesar abad ini, yakni polusi sampah laut. Menanggapi permasalahan tersebut, berbagai strategi telah diupayakan oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
Salah satunya adalah penerbitan aturan hukum nasional berupa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Di samping itu, pemerintah Indonesia juga terlibat aktif dalam proses pembentukan dan adopsi ASEAN Regional Action Plan for Combating Marine Debris in the ASEAN Member States (2021-2025).
Lalu di tingkat lokal juga terdapat beberapa pemerintah daerah (kota/kabupaten) yang menerbitkan larangan bagi toko swalayan dan retail untuk memberikan kantong plastik kepada para pelanggannya.
Pelarangan penggunaan plastik sekali pakai yang telah diterapkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah faktanya tidak begitu efektif untuk mengurangi jumlah sampah plastik.
Hal itu karena pelarangannya masih terbatas pada jenis kantong plastik saja, sehingga plastik sekali pakai jenis lain seperti sedotan plastik dan gelas plastik masih belum mendapatkan perhatian.
ADVERTISEMENT
Guna melengkapi kekurangan tersebut, terdapat nudging strategy sebagai sebuah inovasi baru dalam upaya pengurangan penggunaan plastik sekali pakai.
Nudging strategy adalah pemberian dorongan dan pilihan kepada masyarakat untuk mengubah perilakunya terkait produksi maupun konsumsi plastik sekali pakai. Inovasi ini bukan saja berkaitan dengan teknologi baru seperti bahan plastik baru, melainkan juga menyangkut inovasi model bisnis, inovasi kebijakan, bahkan inovasi instrument insentif ekonomi.
Dengan menerapkan Nudging Strategy, para pemangku kepentingan hanya harus membuat perubahan kecil dan netral secara ekonomi, namun tetap menghasilkan pengaruh yang besar bagi kelestarian alam.
Misalnya pada sebuah gerai minuman, penjual dapat menerapkan “harga” lebih mahal apabila konsumen membeli produknya dengan gelas plastik dan sedotan plastik atau penjual memberikan diskon (harga khusus/potongan harga) apabila konsumen menggunakan tumbler dan stainless straw (tidak memilih menggunakan gelas plastik dan sedotan plastik).
ADVERTISEMENT
Bersamaan dengan itu juga perlu dilakukan kegiatan kampanye publik untuk edukasi dan penyadaran masyarakat terkait urgensi nudging strategy.
Memulai Nudging Strategy dari Ranah Kampus
Kampus adalah wahana belajar bagi para mahasiswa dengan menggunakan perspektif multilevels dan multidimensi. Para mahasiswa tidak hanya belajar untuk mengetahui (learning to know), akan tetapi mereka juga belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do), belajar untuk menjadi seseorang (learning to be) dan belajar untuk hidup bersama dengan orang lain (learning to live together) dalam konteks penerjemahan motto “Thinks Globally, But Act Locally; Local Actions But Global Impact”.
Mahasiswa sebagai kelompok terbesar (secara kuantitatif) di dalam komunitas universitas maupun fakultas merupakan konsumen yang signifikan terkait pemakaian plastik secara umum, dan plastik sekali pakai secara khusus di lingkungan kampus.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, mahasiswa merupakan bagian dari kelompok pemuda yang menurut Agenda-21 atau Earth Summit (UNCED) di Rio de Jeneiro tahun 1992 dinyatakan sebagai salah satu dari “Major Groups”.
Major Groups adalah kelompok strategis yang keterlibatannya dalam gerakan lingkungan hidup global akan mempunyai pengaruh signifikan dalam pencapaian pembangunan berkelanjutan karena diyakini mereka mempunyai karakter sebagai agent of change.
Lebih lanjut, menurut data Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, dari penduduk Indonesia yang berjumlah 272,23 juta jiwa pada Juni 2021, hanya 17,08 juta jiwa (16,7%) penduduk Indonesia yang berpendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Itu artinya, mahasiswa menjadi lapisan elite pemuda dalam struktur demografis Indonesia, yakni kelompok kecil dari jumlah penduduk Indonesia yang mendapatkan akses informasi ilmu pengetahuan, proses pembelajaran, serta pengalaman terbaik.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian pula, mahasiswa merupakan kelompok yang memiliki posisi dan peran strategis dalam upaya penyelesaian masalah-masalah lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan, khususnya di tingkat lokal, serta dalam konteks masalah sampah plastik dewasa ini.
Mahasiswa mempunyai peran dan posisi strategis untuk mendorong transformasi sosial, mewujudkan kampus yang dapat menjadi “role model” dari masyarakat yang berkelanjutan (sustainable societies).
Implementasi nudging strategy yang dimulai dari ranah kampus diharapkan tidak hanya dapat meningkatkan kesadaran dan pengetahuan sivitas akademika mengenai dampak plastik sekali pakai pada lingkungan, akan tetapi juga mampu mendorong perubahan perilaku dalam jangka panjang dan secara terus menerus (sustainable) untuk mengambil pilihan hidup yang lebih ramah lingkungan***