Pendekatan Berbasis HAM sebagai Dasar Substantif Kebijakan Digital

Muhammad Fawwaz Farhan Farabi
An undergraduate law student from University of Indonesia. Fawwaz considers himself a passionate and full ambition in achieving any goal especially if it has significant impacts towards wide community.
Konten dari Pengguna
24 Maret 2023 17:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Fawwaz Farhan Farabi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Hak Asasi Manusia (Photo by Markus Spiske on Unsplash)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Hak Asasi Manusia (Photo by Markus Spiske on Unsplash)

HAM dalam Era Digital

ADVERTISEMENT
Hak asasi manusia adalah hak yang melekat secara kodrati, yang eksis bukan karena diberikan oleh hukum positif. Dengan demikian, era digital sesungguhnya tidak menggeser pemaknaan konseptual ini kendati mungkin secara denotatif, akan ditemukan format-format baru dari hak asasi manusia ini.
ADVERTISEMENT
Dalam konstitusi di Indonesia, tepatnya pada Pasal 28F UUD 1945 dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Rumusan tersebut menjadi dasar pemberian hak digital bagi masyarakat.
Dalam lingkup regional, ASEAN memiliki ASEAN Framework on Digital Data Governance (AFDG) yang menetapkan prioritas strategis, prinsip, dan inisiatif sebagai pedoman bagi negara anggota ASEAN dalam menyusun kebijakan dan peraturan terkait digital data governance pada digital ekonomi. Digitalisasi membuka pengertian dan bentuk-bentuk baru HAM yang perlu dilindungi dari ancaman otoritarianisme digital, penyalahgunaan data, dan desain tata kelola digital yang tidak human-centrist. Selain agitasi dalam kebebasan berpendapat, transformasi digital juga membuka celah ketimpangan yang besar apabila tidak disertai dengan pembangunan infrastruktur dan regulasi digital yang mumpuni.
Ilustrasi Crypto (Photo by Pierre Borthiry on Unsplash)

Masalah-Masalah HAM pada Era Digital

Semakin kegiatan sosial-ekonomi bermigrasi ke dunia digital, semakin tinggi disparitas ekonomi dan kecakapan yang dialami warga di daerah. Dengan kata lain, pemenuhan hak-hak dasar masyarakat tidak berjalan baik tanpa peningkatan infrastruktur teknologi yang merata. Berdasarkan data yang diperoleh dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), terjadi ketimpangan di era transformasi digital di Indonesia, di mana 21 provinsi di Indonesia masih berada di bawah rata-rata nasional dalam hal penggunaan internet.
ADVERTISEMENT
Wilayah timur Indonesia cenderung tertinggal dalam aspek aksesibilitas internet. Pedesaan juga cenderung lebih tertinggal dari perkotaan dengan gap yang cukup besar sekitar 20%. Aksesibilitas perempuan dan laki-laki juga masih lebih tinggi laki-laki di seluruh Indonesia. Masalah ketimpangan literasi digital juga menimbulkan kerugian masyarakat mencapai Rp 117,4 Triliun pada periode 2011-2021 akibat aktivitas ilegal, seperti pinjaman online.
Secara umum, masalah HAM pada era digital dapat terjadi karena keterlambatan merespons perkembangan teknologi dalam konteks kebijakan dan kecenderungan membuat kebijakan yang sporadik dan sektoral. Hal ini menyebabkan terjadinya tumpang tindih aturan dan pengabaian terhadap hak asasi manusia dalam beberapa kasus.
HAM pada era digital juga membahas mengenai tiga bidang, yaitu hak kebebasan berekspresi, privasi, dan akses. Kebebasan berekspresi erat dikaitkan dengan media sosial, blockchain, dan artificial intelligence (AI). Kebebasan privasi dikaitkan dengan media sosial, big data, e-commerce, fintech, dan AI. Adapun untuk hak atas akses akan dikaitkan dengan infrastruktur dan akses dengan prinsip adaptability dan affordability.
ADVERTISEMENT

Solusi Masalah HAM pada Era Digital

Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan, ada beberapa hal penting yang dapat dilakukan dalam melakukan pendekatan berbasis HAM sebagai dasar substantif kebijakan digital. Pertama, penguatan partisipasi dan komitmen multi-pihak pada transparansi dan demokratisasi data. Kedua, membentuk kerangka regulasi data dan digital yang merata serta berorientasi manusia-sentris dan multi-stakeholder, bukan profit ataupun kekuasaan politik.
Ketiga, meningkatkan digital literacy dan capacity building untuk semua kalangan. Keempat, menyeimbangkan perlindungan individu dan nilai-nilai masyarakat dengan pemberian hak kebebasan berpendapat di dunia digital. Di samping itu, masyarakat juga diharapkan dapat menjalankan fungsi kontrol terhadap penggunaan internet, agar hak asasi digital dapat terpenuhi sekaligus terlindungi.