Konten dari Pengguna

Konflik Indonesia-Cina: Natuna Milik Siapa?

Muhammad Fikri Rohman
Saya adalah seorang mahasiswa jurusan Hubungan Internasional di Universitas Brawijaya
21 Desember 2020 14:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Fikri Rohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Konflik Indonesia-Cina: Natuna Milik Siapa?
Nine Dash Line Clic
zoom-in-whitePerbesar
Nine Dash Line Clic
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Laut Natuna adalah wilayah teritorial Indonesia yang membentang dari Kepulauan Natuna hingga Kepulauan Lingga yang terletak di Provinsi Kepulauan Riau. Daerah Natuna terkenal sebagai salah satu daya tarik wisatawan karena keindahan alam bawah lautnya. Selain menjadi destinasi wisata bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara, wilayah ini juga kaya akan potensi sumber daya berupa gas alam. Di samping itu, masyarakat sekitar juga mengandalkan Laut Natuna sebagai penunjang aktivitas perekonomian pada sektor perikanan. Berbagai kekayaan dan potensi tersebut memicu adanya klaim wilayah dari pihak asing, yang tak jarang mengarah pada terjadinya konflik.
Laut Natuna adalah wilayah teritorial Indonesia yang membentang dari Kepulauan Natuna hingga Kepulauan Lingga yang terletak di Provinsi Kepulauan Riau. Daerah Natuna terkenal sebagai salah satu daya tarik wisatawan karena keindahan alam bawah lautnya. Selain menjadi destinasi wisata bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara, wilayah ini juga kaya akan potensi sumber daya berupa gas alam. Di samping itu, masyarakat sekitar juga mengandalkan Laut Natuna sebagai penunjang aktivitas perekonomian pada sektor perikanan. Berbagai kekayaan dan potensi tersebut memicu adanya klaim wilayah dari pihak asing, yang tak jarang mengarah pada terjadinya konflik.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh konflik yang terjadi akibat klaim wilayah Laut Natuna adalah konflik antara Cina dan Indonesia yang masih berlanjut hingga sekarang. Konflik ini diawali oleh klaim Cina terhadap wilayah Natuna yang didasarkan pada sembilan titik imajiner dari peta historis Cina (Nine Dash Line). Sembilan titik imajiner tersebut membentuk suatu garis khayal yang membentang dari Pulau Spartly ke tengah Laut Natuna, sehingga secara otomatis Laut Natuna termasuk ke dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Cina. Klaim ini dibuat berdasarkan kebijakan pemerintahan Partai Kuomintang yang menyatakan bahwa Cina berhak atas 90 persen wilayah Laut Natuna.
Perlu diketahui bahwa Laut Natuna merupakan wilayah yurisdiksi Indonesia yang sah dan telah ditetapkan sebagai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dalam hukum UNCLOS 1982 (UU Laut Internasional). Sebagai negara yang berhak atas wilayah Laut Natuna, Indonesia tentunya memiliki kedaulatan penuh atas sumber daya alam di wilayah ini.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2016, kapal Coast Guard Cina kedapatan berkeliaran di sekitar wilayah Laut Natuna. Cina bersikeras bahwa pihaknya hanya menjalankan patroli normal di wilayah yurisdiksinya. Tindakan tersebut tentunya tidak dapat dibenarkan karena telah terbukti sebagai pelanggaran terhadap wilayah teritorial Indonesia yang telah diatur dalam hukum laut internasional. Akibat pelanggaran tersebut, Indonesia tentunya perlu memperkuat ketahanan wilayah Laut Natuna sekaligus menekankan pentingnya upaya penegakan keamanan di wilayah perairan lainnya.
Konflik akibat klaim dan pelanggaran wilayah ini semakin diperkeruh oleh Cina yang justru berusaha membuat sebuah Undang-Undang baru. Undang-Undang yang sedang dalam proses penyusunan tersebut membahas tentang pengintegrasian penjaga pantai (Coast Guard) negaranya ke dalam unit militer. Jika hal itu terjadi, maka dapat dipastikan bahwa konflik ini akan semakin menegangkan karena Cina memainkan sebuah peranan yang penting. Cina dikhawatirkan akan melakukan tindakan militer untuk mempertahankan pengakuan bahwa wilayah Laut Natuna merupakan wilayah perairan miliknya. Tindakan tersebut dapat mengganggu kestabilan hubungan bilateral antara Indonesia dan Cina yang selama ini terjalin cukup baik.
ADVERTISEMENT
Terdapat dua skenario yang mungkin terjadi dalam penyelesaian konflik ini. Pertama, Indonesia dapat memenangkan klaim atas wilayahnya sendiri sehingga Indonesia tetap memegang kedaulatan penuh di wilayah Laut Natuna. Namun, Indonesia tetap perlu mengadakan perjanjian baru dengan Cina supaya konflik akibat klaim wilayah tidak terulang kembali di masa yang akan datang. Di sisi lain, Indonesia juga masih memiliki kemungkinan untuk kalah pada konflik ini. Apabila hal tersebut terjadi, maka Indonesia perlu segera mengintegrasikan regulasi keamanan laut dalam undang-undang kelautan. Pemerintah juga perlu memberikan kejelasan terkait pihak yang berwenang dalam penanganan pengamanan laut Indonesia.
Kebijakan yang dibuat oleh Indonesia dalam menyikapi konflik ini tentunya menuai perbedaan opini dari berbagai pihak. Beberapa pihak menganggap Indonesia cenderung tidak tegas dalam merespon pelanggaran wilayah ataupun klaim oleh Cina. Sementara itu, beberapa pihak lain menganggap Indonesia telah melakukan tindakan yang tepat dengan menghormati hukum UNCLOS dan menjalin komunikasi dua arah yang baik.
ADVERTISEMENT
Mengingat berbagai implikasi dari dua kemungkinan konflik ini, Indonesia tentunya harus terus mengupayakan komunikasi efektif dengan Cina dalam proses penyusunan UU Coast Guard. Salah satu cara Indonesia dalam mengoptimalkan komunikasi dengan pemerintah Cina yakni melalui diplomasi pertahanan yang berasaskan perdamaian. Diplomasi tersebut ditujukan supaya Indonesia tetap mampu mempertahankan Laut Natuna tanpa harus menekan Cina secara berlebihan, sehingga hubungan bilateral yang baik tetap terjaga antara kedua negara.