Siapkah Kita Menghadapi Progresifitas dan Regrisifitas Produk Hukum Terkini?

Muhammad Filza Fadillah
Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang
Konten dari Pengguna
6 Maret 2023 20:36 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Filza Fadillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Keseimbangan Hukum (Sumber: https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Keseimbangan Hukum (Sumber: https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada 6 Desember 2022, DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) baru, yang menggantikan KUHP lama yang berlaku sejak 1918. RUU KUHP baru ini menuai pro dan kontra, terutama terkait dengan apakah produk hukum ini dapat dianggap progresif atau regresif.
ADVERTISEMENT
Pendukung RUU KUHP baru berpendapat bahwa produk hukum ini progresif karena mengandung beberapa perubahan positif yang diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia.
Salah satu contoh perubahan positif dalam RUU KUHP baru adalah penghapusan hukuman mati, yang dianggap sebagai bentuk pemajuan hak asasi manusia. Selain itu, RUU KUHP baru juga mengatur tindak pidana cyber, tindak pidana terorisme, dan tindak pidana korupsi yang lebih komprehensif dan detail.
Namun, di sisi lain, ada juga kritik yang menyatakan bahwa RUU KUHP baru ini regresif karena mengandung beberapa pasal yang dianggap kontroversial dan berpotensi merugikan hak asasi manusia.
Salah satu contoh pasal kontroversial dalam RUU KUHP baru adalah pasal tentang penghinaan presiden, yang dapat digunakan sebagai alat untuk menekan kebebasan berpendapat dan kritik terhadap pemerintah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, RUU KUHP baru juga mengandung pasal tentang "tindakan tidak menyenangkan", yang dapat memberikan kelonggaran bagi aparat keamanan untuk menangkap dan menahan seseorang hanya karena perilaku yang dianggap mengganggu ketertiban umum.
Pasal tentang "tindakan tidak menyenangkan" dalam RUU KUHP baru juga menimbulkan kekhawatiran terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan ketertiban umum. Pasal ini memberikan sanksi pidana bagi siapa saja yang melakukan tindakan yang dianggap tidak menyenangkan, seperti perilaku mengganggu ketertiban umum atau perilaku yang dianggap tidak sopan atau menghina orang lain.
Dalam hal ini dapat menjadi alat bagi pemerintah untuk menekan kebebasan berpendapat dan menyensor opini masyarakat, yang pada gilirannya dapat melanggar hak asasi manusia.
Pasal ini dapat memberikan kekuasaan besar bagi aparat penegak hukum dan pemerintah untuk menafsirkan dan mengeksekusi apa yang dianggap "tindakan tidak menyenangkan", sehingga dapat digunakan untuk mengekang kebebasan berpendapat dan menindas hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pasal ini juga dapat menimbulkan situasi yang tidak pasti dan membingungkan mengenai batasan-batasan apa yang dianggap sebagai tindakan tidak menyenangkan dan siapa yang bertanggung jawab dalam menetapkan batasan tersebut.
Untuk itu perlunya ada kajian mendalam terhadap RUU KUHP baru sebelum disahkan menjadi undang-undang sangat penting untuk memastikan standar tujuan negara dan masyarakat. Kajian tersebut perlu dilakukan untuk memastikan bahwa RUU KUHP baru dapat memberikan perlindungan yang memadai bagi hak asasi manusia dan kesejahteraan masyarakat.
Kajian yang dilakukan harus mencakup aspek-aspek seperti kesesuaian dengan konstitusi dan norma internasional, efektivitas dan efisiensi penegakan hukum, keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta kontribusi terhadap pembangunan sosial dan ekonomi. Hal ini juga perlu melibatkan berbagai pihak yang terkait, termasuk ahli hukum, masyarakat sipil, dan masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Proses kajian yang baik harus memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, keterbukaan, dan akuntabilitas, sehingga masyarakat dapat memahami dan memberikan masukan terhadap proses pembahasan RUU KUHP baru.
Dalam proses kajian ini, pemerintah perlu memberikan ruang partisipasi yang memadai bagi masyarakat, sehingga mereka dapat memberikan masukan dan menjadi bagian dari proses pembentukan produk hukum yang lebih baik.
Dalam hal ini, dapat kita ketahui bahwa RUU KUHP baru ini memiliki sisi progresif dan regresif yang harus dipertimbangkan dengan saksama. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan kajian mendalam terhadap RUU KUHP baru ini sebelum disahkan menjadi undang-undang, dengan melibatkan semua pihak yang terkait dan mewakili kepentingan masyarakat secara adil dan seimbang.
Dengan cara ini, diharapkan bahwa produk hukum yang dihasilkan dapat memenuhi standar keadilan, kemanusiaan, dan kemajuan yang sesuai dengan tujuan negara dan masyarakat.
ADVERTISEMENT