Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Celoteh Mahasiswa: 'Kita vs Pandemi COVID-19' (Bagian Kedua)
17 Mei 2021 10:12 WIB
Tulisan dari Muhammad Firman Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
PART#2 - Halo kawan-kawan, berjumpa lagi kita. Jika biasanya kita berbicara tentang teknologi dan sains, pada artikel ini kita akan membahas topik baru seputar kisah-kisah mahasiswa yang berkaitan dengan perguruan tinggi. Artikel ini agar lebih akrab kita sebut dengan celoteh mahasiswa, pada bahasan pertama kita akan membahas tentang hambatan yang dialami mahasiswa selama pandemi covid-19.
ADVERTISEMENT
Dalam bagian pertama kita telah membahas mengenai kendala dan kendali dalam penyerapan ilmu. Maka bagian kedua dari artikel Celoteh Mahasiswa : Kita vs Pandemi Covid-19, kita akan membahas tentang prinsip mahasiswa itu bukan anak-anak lagi. Mungkin secara fisik kalian akan tertawa, yang namanya mahasiswa sudah jelas, pasti kebanyakan mereka bukan anak-anak. Tetapi yang dibahas di sini bukan tentang fisik tetapi filosofi dari tingkah laku, sikap dan pola pikir seorang anak-anak yang masih melekat dalam diri seorang mahasiswa. Tingkah laku, sikap dan pola pikir tersebut apabila terus melekat dalam waktu yang cukup lama akan membuat si mahasiswa tidak akan mampu berkembang terutama di masa pandemi covid-19 seperti saat ini.
Mahasiswa Jangan Selalu Ingin Disuap
Hal yang pertama, dan yang paling utama menghambat perkembangan kita adalah sikap dan pola pikir yang ingin selalu disuap. Maksud disuap di sini adalah disuap akan ilmu, mahasiswa tentunya berbeda dengan sistem pembelajaran anak-anak. Kita ibaratkan ilmu sebagai makanan, jika itu anak-anak mereka akan memiliki pola pikir, jika mereka lapar mereka akan mengatakan ke orang tua mereka dan akan disuapi oleh orang tua mereka.
ADVERTISEMENT
Tetapi berbeda dengan mahasiswa, masih dengan ibarat yang sama, jika mereka lapar, orang tua (dalam hal ini yang dimaksud adalah dosen) hanya akan meletakkan makanan di piring setelah itu keputusan akan memakan atau tidak itu pilihan dari si mahasiswa. Apakah akan langsung dimakan atau ingin dimasak dulu atau bahkan merasa kurang dan ingin lebih.
Opsi dari sikap-sikap dan pola pikir itu adalah yang membedakan antara mahasiswa dan anak-anak. Maksud dari filosofi pengibaratan sebelumnya adalah kita harus memiliki sistem pembelajaran mandiri, mengeksplorasi ilmu lebih banyak daripada yang telah diberikan, bertanya jika tidak tau, mempelajari apa yang kita butuhkan. Tidak hanya sekadar dosen memberikan materi, kita mengikuti jam perkuliahan dan setelah itu selesai, tidak berhenti sampai di situ.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini untuk membiasakan diri agar tidak selalu disuap, kita bisa menerapkan konsep memahami sistem sks secara utuh. Contohnya adalah kita memilih mata kuliah dengan jumlah 2 sks dalam 1 minggu, artinya dalam 1 minggu tersebut kita harus mengikuti 2 sks perkuliahan dengan dosen, 2 sks penugasan (jika tidak ada penugasan dari dosen, bisa diganti dengan membuat review materi), dan 2 sks eksplorasi materi secara mandiri.
Sampai di sini yang bisa penulis dapat sampaikan, berawal dari keresahan dengan wajah pendidikan perguruan tinggi di Indonesia yang dirasa cukup menurun di masa pandemi covid-19 saat ini. Semoga tulisan ini dapat memotivasi dan mengevaluasi diri kita masing-masing untuk masa depan yang lebih baik. Amin.
ADVERTISEMENT
Sampai jumpa di artikel selanjutnya kawan-kawan. Terima kasih sudah membaca.