Konten dari Pengguna

Konsumsi dan Informasi: Senjata Kemanusiaan Israel atas Palestina

Sahashika Sudantha
Bachelor in International Relations, with a focus on the issues of Palestine, Rohingya, and Indonesia. Currently writing on several platforms.
21 Maret 2024 17:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sahashika Sudantha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Demonstasi Palestina. Foto oleh Latrach Med Jamil di Unsplash.
zoom-in-whitePerbesar
Demonstasi Palestina. Foto oleh Latrach Med Jamil di Unsplash.
ADVERTISEMENT
Perlawanan Hamas terhadap serangan berkelanjutan dari Israel telah mencapai babak yang jauh lebih mencekam daripada sebelumnya. Dilansir dari Menteri Kesehatan Palestina, perang yang sudah berlangsung selama 166 hari (per 20 Maret 2024) di Gaza setidaknya telah memakan 31,923 korban jiwa, di luar 74,096 korban luka-luka lainya.
ADVERTISEMENT
World Health Organization (WHO) turut mencatat bahwa Israel telah melakukan 410 penyerangan terhadap fasilitas kesehatan Palestina di Gaza. Setidaknya Israel sudah menghancurkan 99 fasilitas, di mana 30 gedung yang hancur merupakan rumah sakit dan mengganggu berfungsinya 104 ambulans di sana.

Serangan terhadap Bantuan Kemanusiaan

Israel mulai menargetkan berbagai aspek kemanusiaan lainnya selama beberapa waktu terakhir.
Sebagai contoh, pada 14 Maret yang lalu, Israel menembak segerombolan masyarakat Palestina yang sedang mengantre bantuan kemanusiaan dan membunuh 6 orang serta melukai 83 korban. Beberapa jam sebelumnya, Israel membunuh 5 orang lainnya dalam serangan udara yang ditujukan kepada masyarakat Palestina yang sedang mengantre makanan di Rafah, Selatan Gaza.
Bantuan ini meliputi obat-obatan, makanan, dan berbagai hal lainnya yang disalurkan kepada United Nations Relief and Works Agency (UNRWA) untuk pengungsi Palestina. Dengan kata lain, bantuan ini merupakan bantuan yang ditujukan kepada mereka yang trauma akibat konflik yang telah berlangsung lama dan mengalami tingkat kelaparan yang parah.
ADVERTISEMENT
UNRWA seharusnya menjadi lembaga internasional yang dilindungi haknya dalam bereaksi di dalam daerah konflik. Namun dengan terancamnya bantuan yang masuk ke Palestina, maka Israel telah membatasi hak dasar kemanusiaan terhadap warga sipil yang terdampak di sana.
UNRWA bahkan mengatakan bahwa pihak berwenang Israel telah tidak mengizinkan pasokan bantuan masuk ke Utaza Gaza sejak 23 Januari. Menanggapi hal ini, Agnes Callamard selaku Sekretaris Jenderal dari Amnesti Internasional mengatakan bahwa Israel telah berpura-pura bahwa kelaparan yang terjadi bukanlah hasil dari rekayasa yang mereka perbuat.
Rekayasa yang dimaksud merujuk kepada tindakan Israel yang mengadang bantuan-bantuan yang telah disebutkan sebelumnya. Jika dipahami maka perbatasan konsumsi yang terjadi menghasilkan kelaparan yang tak terhindarkan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa setidaknya setengah juta masyarakat Palestina, atau satu dari empat orang di Gaza, akan menghadapi kelaparan di masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT

Membungkam Para Kritikus

Callamard sejatinya hanyalah satu dari ribuan bahkan jutaan kritikus yang hadir di tengah perang.
Banyak yang telah tertulis dan tertuang dalam bentuk protes terhadap aksi Israel dalam berbagai pelanggaran yang terjadi di Gaza. Mereka seakan mempertaruhkan jabatan bahkan nyawanya hanya untuk bersuara terhadap realitas yang dilakukan kepada Palestina.
Pada Desember lalu, Australian Broadcasting Corporation memecat pembawa berita mereka bernama Antoinette Lattouf. Presenter tersebut diberhentikan karena ia mengunggah ulang postingan Human Rights Watch (HRW) yang mengeklaim bahwa Israel telah menggunakan kelaparan sebagai senjata perang di Gaza.
Contoh lainnya terjadi di Kanada, ketika Sarah Jama yang merupakan anggota parlemen setempat terpaksa meminta maaf atas seruan gencatan senjata di Gaza dan mengakhiri kependudukan Israel di sana. Permintaan maaf ini harus ia lakukan pasca Perdana Menteri Kanada, Ontario Doug Ford, menyerukan pemberhentian dirinya.
ADVERTISEMENT
Sen Somdeep, seorang kolumnis di Al Jazeera, berpendapat bahwa sensor informasi yang terjadi secara sistemik di wilayah Barat merupakan "Pelengkap penting yang diperlukan dari genosida."
Hubungan antara sebagian besar negara-negara Barat dengan Israel merupakan mutualisme yang menguntungkan. Sehingga melawan Israel sama saja bertentangan dengan rekan sendiri. Negara Barat seakan terpaksa melawan dengan hati nurani mereka dengan mendukung genosida yang berlangsung di Palestina.

Kesimpulan

Lantas bisa kita perhatikan bahwa Israel menciptakan kondisi yang menekan Palestina di banyak aspek di luar peperangan langsung yang terjadi di Gaza. Perbatasan bantuan kemanusiaan seperti konsumsi merupakan kejahatan kemanusiaan yang dirancang untuk membunuh masyarakat di sana secara perlahan dan menyakitkan.
Di sisi lain, informasi yang terus disuarakan nyatanya penting untuk mengintimidasi pemerintahan untuk berbicara dan menentang genosida yang tidak diragukan lagi sangatlah menyedihkan. Dengan membungkam suara kritis, keadaan seakan-akan mengesampingkan hak dasar kemanusiaan yang tidak diterima oleh Palestina dalam beberapa waktu terakhir.
ADVERTISEMENT
Dalam aspek bantuan kemanusiaan, bisa jadi tidak semua orang bisa menyisihkan harta untuk membantu Palestina. Namun yang hampir sebagian besar daripada kita bisa lakukan adalah untuk terus menyuarakan gambar menyakitkan yang bermunculan dari Gaza. Aksi di udara menjadi penting untuk membangun kesadaran terhadap pelanggaran kemanusiaan yang terjadi. Inilah yang menjadi aksi kecil kita untuk Palestina, aksi kecil untuk menghadirkan kembali hak kemanusiaan di sana.