Konten dari Pengguna

Keadilan Yang Dimuliakan: Menjamin Kesetaraan Kaum Jelata

Muhammad Haidar Rahman
Mahasiswa aktif S1 pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di Universitas Muhammadiyah Surabaya
27 April 2025 12:04 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Haidar Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pid.kepri.polri.go.id/sistem-penegakan-hukum/
zoom-in-whitePerbesar
https://pid.kepri.polri.go.id/sistem-penegakan-hukum/
ADVERTISEMENT
Dalam masyarakat yang optimal, penegakan hukum seharusnya menjadi yang paling utama untuk mencapai keadilan. Namun, kenyataan sering kali menunjukan bahwa keadilan sering diabaikan, terutama ketika penegakan hukum tidak di lakukan secara setara. Masyarakat sering merasakan hukum yang tumpul ke atas dan runcing ke bawah, yang merasakan ketidakpuasan dan keraguaan terhadap keadilan. Mulai dari korupsi, hingga ketidakadilan yang terstruktur. Penegakan hukum di butuhkan lembaga yang diisi oleh orang-orang yang dedikasih, amanah, dan jujur sehingga menghasilkan lembaga otonom. Maka dari itu, penegakan hukum berkeadilan di butuhkanya kerja dan usaha yang maksimal antarlembaga orang-orang di dalamnya. Permasalahan penegakan hukum di Indonesia tak kunjung selesai, sebab masih kurangnya dedikasih, amanah, dan jujur.
ADVERTISEMENT
Bagaimana sistem hukum di beberapa negara berjalan akan sangat mempengaruhi bagaimana jalannya sistem pemerintahan di negara tersebut. Dalam opini ini, hukum merupakan peran penting yang akan memaparkan buruk baiknya suatu pemerintah. Oleh karena itu, perlu kita ketahui lebih dalam terkaitnya permasalahan-permasalahan penegakan hukum yang ada di Indonesia. Mengutip prinsip-negara-hukum-indonesia Pancasila sebagai dasar negara menjadi sumber utama hukum di Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi acuan utama dalam pembentukan dan pelaksanaan hukum di Indonesia. Salah satu diantaranya, yaitu sila ke 5 yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Akan tetapi, pada realitanya, keadilan berulang kali terjadi di negara ini, utamanya terkait dengan konteks hukum.
Mengambil cerita tentang Khalifah Umar Menegur Gubernur Amr bin Ash dikutip dari sirah-nabawiyah/khalifah-umar-menegur-gubernur-amr-bin-ash- Ketegasan Khalifah Umar kepada Amr bin Ash bukan kali itu saja. Amr bin Ash berencana akan membangun sebuah masjid besar di tempat gubuk tersebut dan otomatis harus menggusur gubuk reot Yahudi itu. Lalu dipanggil lah si Yahudi itu untuk diajak diskusi agar gubuk tersebut dibeli dan dibayar dua kali lipat. Akan tetapi si Yahudi tersebut bersikeras tidak mau pindah karena dia tidak punya tempat lain selain di situ. Karena sama-sama bersikeras, akhirnya turun perintah dari Gubernur Amr bin Ash untuk tetap menggusur gubuk tersebut. KH Abdurrahman Arroisi dalam salah satu jilid bukunya 30 Kisah Teladan (1989) menjelaskan, si Yahudi merasa dilakukan tidak adil, menangis berurai air mata, kemudian dia melapor kepada khalifah, karena di atas gubernur masih ada yang lebih tinggi. Dia berangkat dari Mesir ke Madinah untuk bertemu dengan Khalifah Sayyidina Umar bin Khattab. Sepanjang jalan si Yahudi ini berharap-harap cemas dengan membanding bandingkan kalau gubernurnya saja istananya begitu mewah, bagaimana lagi istananya khalifahnya? Kalau gubernrunya saja galak main gusur apalagi khalifahnya dan saya bukan orang Islam apa ditanggapi jika mengadu?” Sesampai di Madinah dia bertemu dengan seorang yang sedang tidur-tiduran di bawah pohon Kurma, dia hampiri dan bertanya, bapak tau dimana khalifah Umar bin Khattab? Dijawab orang tersebut, ya saya tau, Di mana Istananya? Istananya di atas lumpur, pengawalnya yatim piatu, janda-janda tua, orang miskin dan orang tidak mampu. Pakaian kebesarannya malu dan taqwa. Si Yahudi tadi malah bingung dan lalu bertanya sekarang orangnya di mana pak? Ya di hadapan tuan sekarang. Gemetar Yahudi ini keringat bercucuran, dia tidak menyangka bahwa di depannya adalah seorang khalifah yang sangat jauh berbeda dengan gubernurnya di Mesir.
ADVERTISEMENT
Cerita tentang Khalifah Umar bin Khattab dan Amr bin Ash ini mengandung beberapa pelajaran berharga yang dapat diambil untuk konteks Indonesia, terutama dalam hal kepemimpinan, keadilan, dan perlakuan terhadap semua warga negara, tanpa memandang latar belakang agama atau etnis. Berikut adalah beberapa arti dan pelajaran yang bisa diambil:
Keadilan dan Perlakuan Setara: Khalifah Umar menunjukkan bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa memandang siapa pun. Dalam konteks Indonesia, penting bagi pemerintah dan pemimpin untuk memastikan bahwa semua warga negara, termasuk minoritas, diperlakukan dengan adil dan tidak didiskriminasi.
Transparansi dan Akuntabilitas: Ketika si Yahudi melapor kepada Khalifah, itu menunjukkan pentingnya adanya saluran untuk mengadukan ketidakadilan. Di Indonesia, penting untuk memiliki sistem yang memungkinkan masyarakat untuk menyampaikan keluhan dan mendapatkan keadilan, serta memastikan bahwa pejabat publik bertanggung jawab atas tindakan mereka.
ADVERTISEMENT
Empati dan Kemanusiaan: Reaksi Khalifah Umar terhadap keluhan si Yahudi menunjukkan pentingnya empati dalam kepemimpinan. Pemimpin di Indonesia perlu memiliki rasa empati terhadap semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang terpinggirkan.
Dengan menerapkan nilai-nilai ini, Indonesia dapat membangun masyarakat yang lebih adil, harmonis, dan sejahtera, di mana setiap individu merasa dihargai dan diperlakukan dengan baik, terlepas dari latar belakang mereka.
Oleh karena itu, terdapat berbagai faktor yang perlu diperhatikan dan ditekankan sebagai dasar mengapa Indonesia harus segera mengupayakan dan menerapkan hukum yang berkeadilan. Meskipun belum sepenuhnya terwujud, setidaknya ada upaya yang mengarah pada implementasi atau praktik penegakan hukum yang adil. Beberapa hal yang menjadi pendorong mendesak untuk segera ditegakkannya hukum berkeadilan di Indonesia adalah untuk mencegah terulangnya kasus-kasus serupa, seperti yang dialami oleh nenek berusia 92 tahun. Selain itu, penegakan hukum yang berkeadilan merupakan salah satu manifestasi dari nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ke-5, yang menekankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di antara beberapa alasan mendesak untuk segera menegakkan hukum berkeadilan di Indonesia adalah untuk mencegah terjadinya disintegrasi. Potensi perpecahan dalam masyarakat akan semakin besar jika mekanisme hukum di Indonesia tidak segera diperbaiki. Harmonisasi antar masyarakat yang seharusnya diproses melalui hukum akan memudar jika hukum itu sendiri tidak dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan yang berlaku. Dengan menerapkan hukum yang berkeadilan, kita dapat berkontribusi pada upaya pencegahan disintegrasi dalam masyarakat.
Selanjutnya, sangat penting dan mendesak untuk menerapkan atau mengupayakan penegakan hukum yang berkeadilan, terutama untuk mengurangi kesenjangan sosial yang ada di masyarakat. Secara umum, kesenjangan sosial berkaitan erat dengan aspek ekonomi, namun dalam konteks hukum, jika ketidakadilan dan penyalahgunaan hukum dibiarkan, maka akan muncul putusan-putusan yang memperburuk kesenjangan sosial. Jurang antara kelompok dan kelas masyarakat akan semakin lebar dan terlihat jelas jika hukum yang diterapkan tidak didasarkan pada moral atau etika keadilan.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, jika seorang pejabat publik terbukti melakukan korupsi dengan jumlah yang sangat besar, namun ketika diproses secara hukum ia menerima hukuman yang tidak sebanding dengan kejahatannya akibat adanya kesepakatan antara penegak hukum dan terdakwa, maka hal ini menciptakan ketidakadilan. Bahkan, dalam pelaksanaan hukuman, pelaku korupsi tersebut mungkin mendapatkan perlakuan istimewa dan tidak merasakan konsekuensi yang berarti dari tindakan kriminalnya. Di sisi lain, ketika seorang paruh baya atau individu miskin mencuri karena kebutuhan, hukum diterapkan dengan sangat keras dan tegas.
Oleh karena itu, akan semakin jelas terlihat adanya kesenjangan sosial di Indonesia jika penegakan hukum yang tidak konsisten dibiarkan, serta jika prinsip-prinsip hukum yang berkeadilan terus dilanggar.
Selain untuk mengatasi atau mengurangi kesenjangan sosial, penegakan hukum yang berkeadilan juga diharapkan dapat mencegah terciptanya sumber daya manusia (SDM) yang tidak berkualitas, yaitu individu-individu yang memiliki moral dan etika yang buruk. Hal ini penting karena jika norma-norma hukum, mekanisme hukum, dan hakikat hukum tidak dihormati dan dipatuhi, serta masih ada kompromi dalam menghadapi pelanggaran, maka kualitas SDM di negara tersebut akan terancam.
ADVERTISEMENT
Ketika tindakan melanggar hukum dibiarkan tanpa konsekuensi yang jelas, maka akan muncul budaya impunitas yang merusak integritas individu. Seperti pepatah Minang yang menyatakan, "kuat rumah karena sandi, rusak sandi rumah binasa; kuat bangsa karena budi, rusak budi bangsa binasa," menggambarkan bahwa kekuatan suatu bangsa terletak pada moral dan etika warganya. Jika nilai-nilai luhur, moral, dan etika diabaikan, maka akan terjadi kemerosotan kualitas SDM, yang pada gilirannya dapat mengakibatkan degradasi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu, penting untuk tidak meremehkan penegakan hukum yang berkeadilan. Jika nilai-nilai tersebut tidak dijunjung tinggi, maka dampaknya akan sangat serius, yaitu penurunan kualitas SDM yang dapat merugikan masa depan bangsa. Penegakan hukum yang adil dan konsisten akan membantu membentuk individu yang memiliki integritas, sehingga dapat berkontribusi positif bagi masyarakat dan negara.
ADVERTISEMENT