Konten dari Pengguna

Politik Identitas: Membangun Persatuan atau Memecah Belah?

Muhammad Haikal Adz Dzaky Aisy
Seorang mahasiswa di Politeknik Negeri Jakarta yang mengambil program studi Penerbitan (Jurnalistik). Minat saya terfokus pada bidang komunikasi, penulisan, dan desain grafis.
11 Juli 2023 6:17 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Haikal Adz Dzaky Aisy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Politik identitas telah menjadi isu yang hangat dan kompleks dalam dunia politik modern. Praktik politik identitas melibatkan strategi dan taktik untuk memobilisasi massa berdasarkan identitas seperti suku, agama, ras, atau gender demi mendapatkan dukungan politik atau keuntungan elektoral. Namun, politik identitas juga seringkali menjadi sumber polarisasi sosial dan konflik yang merugikan masyarakat secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks politik di Indonesia, politik identitas memainkan peran yang signifikan, terutama menjelang pemilu 2024. Praktik politik identitas berusaha memanfaatkan ciri khas suku, budaya, agama, etnis, dan kesamaan lainnya.
Namun, politik identitas yang ekstrem dapat memberikan kesan negatif, terutama di negara demokrasi seperti Indonesia, di mana dukungan seharusnya didasarkan pada penilaian individu bukan semata-mata kesamaan identitas.
Salah satu contoh nyata politik identitas di Indonesia adalah penggunaan agama sebagai alat politik oleh elite politik. Mereka memanfaatkan agama kelompoknya untuk memperoleh kekuasaan dan mendapatkan simpati masyarakat agar memperoleh suara mayoritas dalam pemilihan. Paradoksnya, elite politik seringkali menggunakan isu agama untuk menyebarkan stigma buruk guna menjatuhkan lawan politik.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya itu, dalam persaingan politik antara laki-laki dan perempuan, gender menjadi identitas yang muncul. Begitu pula dengan situasi di mana dua calon memiliki suku yang berbeda, isu perbedaan suku menjadi sorotan bagi pendukung kedua kubu. Dalam pemilu, politik identitas seringkali menjadi hal yang lumrah terjadi.
Praktik politik identitas yang tidak terkendali dapat memiliki dampak negatif yang serius bagi masyarakat. Konflik sosial berbasis identitas dapat mengancam stabilitas dan persatuan bangsa. Selain itu, fokus yang berlebihan pada politik identitas juga bisa mengaburkan isu-isu substansial yang lebih penting seperti perekonomian, pendidikan, dan kesehatan.
Karena itu, penting bagi kita untuk mewaspadai dan mengkritisi praktik politik identitas yang berpotensi memecah belah masyarakat. Pemimpin politik perlu memusatkan perhatian pada kepentingan bersama dan membangun persatuan, bukan memanfaatkan perbedaan identitas sebagai alat politik.
ADVERTISEMENT
Kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya inklusi dan keragaman dalam politik dan kehidupan sosial juga perlu ditingkatkan.
Dalam konteks politik identitas yang semakin kompleks, dialog terbuka serta menghormati perbedaan menjadi kunci penting. Dukungan politik seharusnya didasarkan pada gagasan dan program kerja yang substansial, bukan semata-mata pada identitas.
Hanya dengan memprioritaskan persatuan dan kepentingan bersama yang lebih besar, kita dapat membangun masyarakat yang harmonis dan berpegang pada nilai-nilai demokrasi.
.