Konten dari Pengguna

Tangkal Hoaks dan Kampanye Hitam demi Menjaga Integritas Pemilu 2024

Muhammad Haikal Adz Dzaky Aisy
Seorang mahasiswa di Politeknik Negeri Jakarta yang mengambil program studi Penerbitan (Jurnalistik). Minat saya terfokus pada bidang komunikasi, penulisan, dan desain grafis.
10 Juli 2023 7:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Haikal Adz Dzaky Aisy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi tangkal hoaks dan kampanye hitam (sumber: pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi tangkal hoaks dan kampanye hitam (sumber: pixabay)
ADVERTISEMENT
Penyebaran hoaks dan kampanye hitam semakin merajalela menjelang Pemilihan Umum 2024. Data laporan Mafindo menunjukkan peningkatan jumlah hoaks, mencapai 664 hoaks pada tahun 2023. Hoaks menyerang tokoh politik, partai politik, dan pendukungnya, merusak kredibilitas dan mempengaruhi proses kampanye.
ADVERTISEMENT
Hoaks berpotensi mempengaruhi akal sehat pemilih dan merusak integritas pemilu. Hoaks yang tak terkendali dapat mengganggu kedamaian masyarakat dan memicu konflik. Kampanye hitam juga menggunakan informasi palsu, fitnah, dan pencemaran nama baik untuk menjatuhkan lawan politik.
Selama tahun 2023, berbagai hoaks yang disebar oleh pendukung dan buzzer tidak berbeda dengan situasi pemilihan sebelumnya. Hoaks tersebut melibatkan isu politik identitas, seperti isu SARA, dan tuduhan-tuduhan korupsi. Bahkan, terdapat hoaks berupa manipulasi konten yang mengarah ke hal-hal mesum atau pornografi.
Banyak pengamat yang telah memberi peringatan bahwa hoaks tidak hanya berpotensi mempengaruhi akal sehat para pemilih, tetapi juga dapat merusak integritas proses penyelenggaraan pemilu. Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan, penyebaran hoaks yang tak terkendali dapat mengganggu kedamaian masyarakat, yang pada akhirnya dapat menyebabkan konflik terbuka dalam masyarakat.
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Sebagai contoh isu penjegalan bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan yang dijagokan akan bertarung menjadi pengganti Joko Widodo belum juga mendapatkan kepastian. Eks Gubernur DKI Jakarta itu tak kunjung mendapatkan ‘tiket’ untuk berlaga di Pemilu 2024. Padahal ia sudah dideklarasikan partai NasDem sebagai bakal capres.
ADVERTISEMENT
Muncul anggapan ada upaya-upaya menjegal Anies melangkah ke gelanggang pesta demokrasi lima tahunan. Seperti peningkatan status hukum kasus dugaan korupsi Formula E ke tahap penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terkesan dipaksakan. Anies pun sempat dipanggil sebagai saksi terkait kasus balapan mobil listrik yang digelar saat ia menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Kemudian isu Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra disebut-sebut masih punya 'PR' terkait kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Menurut catatan penyelidikan Komisi Nasional (Komnas) HAM, Prabowo terlibat dalam sejumlah kasus pelanggaran HAM kategori berat, dan salah satunya kasus penculikan aktivis 1997-1998.
Serta beredarnya di media sosial postingan foto yang diklaim merupakan bacapres PDI Perjuangan yakni Ganjar Pranowo sedang bermesraan dengan Maria Ozawa. Postingan itu beredar awal bulan Mei. Salah satu akun ada yang mengunggahnya di Facebook.
Ilustrasi hoaks. Foto: Shutter Stock
Penyebaran hoaks dan kampanye hitam ini jelas kontraproduktif bagi perkembangan demokrasi di Tanah Air. Tindakan menjatuhkan lawan politik melalui berbagai propaganda negatif, selain tidak sehat, sering kali pula menyebabkan kredibilitas tokoh dan lembaga politik yang mendukungnya rusak.
ADVERTISEMENT
Internet dan teknologi informasi memberikan celah bagi kampanye hitam dan penyebaran hoaks. Media sosial menjadi tempat subur untuk menyebarkan informasi palsu, mencemarkan nama baik calon politik dan partai politik.
Youtube, Facebook, Twitter, Instagram, dan WhatsApp menjadi wadah penyebaran hoaks yang cepat dan tanpa batasan geografis. Penyebaran hoaks dan kampanye hitam melalui media sosial memiliki dampak yang signifikan.
Ilustrasi hoaks. Foto: Shutter Stock
Informasi palsu dapat menyesatkan dan mempengaruhi pandangan publik. Perlu upaya untuk menangkal hoaks dan kampanye hitam dalam Pemilu 2024, dengan memverifikasi informasi sebelum membagikannya dan meningkatkan literasi digital masyarakat.
Diperlukan kerja sama antara pemerintah, lembaga pemilu, dan masyarakat dalam menyaring dan melawan penyebaran hoaks. Regulasi yang lebih ketat, kampanye edukasi, dan penegakan hukum terhadap penyebar hoaks dan kampanye hitam menjadi langkah yang perlu diambil.
ADVERTISEMENT
Pemilu harus menjadi ajang kontestasi yang sehat dan berintegritas. Tangkal hoaks dan kampanye hitam, prioritaskan diskusi yang berbasis fakta, visi, dan program kerja. Dengan demikian, masyarakat dapat memilih dengan bijak dan mendukung proses demokrasi yang berkualitas.