Konten dari Pengguna

Ajakan Wakaf Uang di Tengah Multikrisis

M Huda Prayoga
Alumni Ponpes Al-Ishlah Lamongan 2011, Kader Muhammadiyah, Alumni Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI), Mahasiswa Magister Bahasa dan Sastra Arab FAH UIN Ciputat.
9 Februari 2021 21:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Huda Prayoga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Peresmian Brand Ekonomi Syariah Tahun 2021. Foto: Tangkapan Layar Video YouTube Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Peresmian Brand Ekonomi Syariah Tahun 2021. Foto: Tangkapan Layar Video YouTube Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Belum lama ini, Presiden Jokowi meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) di Istana Negara. Pemerintah berharap GWNU mampu memperluas lagi cakupan pemanfaatan wakaf, tidak lagi terbatas pada tujuan ibadah, tetapi juga ditransformasikan menjadi wakaf produktif yang memiliki kontribusi dalam menurunkan angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta pembangunan di bidang sosial-ekonomi.
ADVERTISEMENT
Gerakan atau ajakan berwakaf uang ini sebetulnya bukan hal baru, karena gerakan serupa telah diluncurkan Presiden SBY pada 8 Januari 2010 silam. Bedanya, ajakan Presiden Jokowi kali ini disampaikan di tengah multikrisis: krisis ekonomi yang sangat berat akibat pandemi COVID-19 ditambah lagi krisis kepercayaan di masyarakat akibat maraknya kasus-kasus korupsi berskala besar yang melibatkan pejabat negara dan lembaga keuangan seperti kasus ASABRI.
Indonesia memiliki potensi wakaf yang sangat besar. Presiden Jokowi memprediksi potensi aset wakaf per tahun mencapai 2.000 triliun dan potensi wakaf uang dapat menembus angka 188 triliun. Angka ini sering dikaitkan dengan jumlah populasi penduduk muslim di Indonesia dan semangat berderma masyarakat yang tinggi. Laporan Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index tahun 2018 menempatkan Indonesia sebagai negara yang penduduknya paling dermawan di dunia.
ADVERTISEMENT
GNWU era Presiden Jokowi mendapat respons dan sentimen negatif di media sosial, terutama Twitter. Misalnya, data yang terungkap dari perbincangan antara jurnalis Republika, Nashih Nashrullah dengan Wakil Ketua Komisi Infokom MUI, Ismail Fahmi menunjukkan dalam dua hari setelah peluncuran GWNU, ada total 12.607 cuitan; sebanyak 6.300 cuitan negatif, dan 5.711 cuitan positif, sementara yang bernada netral terdapat 567 cuitan. Sejumlah opini negatif terhadap GWNU muncul, seperti kekhawatiran wakaf uang yang terkumpul bakal digunakan untuk membiayai pembangunan proyek APBN, dan membayar defisit anggaran pemerintah, serta tudingan lainnya.

Wakaf Uang di Indonesia dan Realisasinya

Wakaf uang di Indonesia telah berjalan selama kurang lebih dua dekade. Kebolehan wakaf uang merujuk pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanggal 11 Mei Tahun 2002 dan Undang-undang (UU) nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yang kemudian disusul dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 42 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan PP nomor 25 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan UU tentang Wakaf. Serta Peraturan Badan Wakaf Indonesia (BWI) tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf.
ADVERTISEMENT
Wakaf uang di dalam ketentuan UU nomor 41 tahun 2004 pasal 16 ayat 3 dikategorikan ke dalam wakaf benda bergerak. UU wakaf juga membolehkan wakif (pihak yang berwakaf; baik perseorangan atau organisasi maupun badan hukum) melakukan wakaf uang secara berjangka. Artinya, ketika wakif memilih wakaf uang berjangka, maka nazir (pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya) mempunyai kewajiban mengembalikan uang wakaf secara utuh kepada wakif atau ahli warisnya, sesuai jangka waktu yang telah ditentukan.
Ketentuan yang membolehkan wakaf uang secara berjangka dapat dilihat di pasal 1 ayat 1 UU wakaf yang menerangkan tentang definisi wakaf, kemudian dipertegas lagi di pasal 6 yang menyebutkan bahwa jangka waktu menjadi salah satu unsur wakaf yang harus dipenuhi. Jadi, wakif bisa memilih mewakafkan uangnya secara berjangka (muaqqat) atau secara permanen (mu’abbad).
ADVERTISEMENT
Dalam praktiknya, wakaf uang dari wakif dikelola dan menjadi tanggungjawab nazir, baik nazir perseorangan atau organisasi maupun badan hukum. Dalam hal ini, wakif mempunyai wewenang untuk memilih pihak yang dipercaya sebagai nazir. Jumlah nazir di Indonesia sangat banyak, misalnya Badan Wakaf Indonesia (BWI), Lazis Muhammadiyah, Lazis Nahdlatul Ulama, Dompet Dhuafa, Aksi Cepat Tanggap (ACT), Rumah Zakat, hingga nazir yang berada di universitas. Data per 31 Juli 2020 menyebutkan jumlah nazir untuk wakaf uang yang terdaftar di BWI sebanyak 254 nazir.
Secara teknis, wakif mewakafkan uangnya ke nazir melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU), kemudian dilakukan akad dan disebutkan tujuan peruntukan wakafnya. Dengan demikian, tudingan bahwa wakaf uang akan digunakan pemerintah untuk menutup defisit anggaran, bakal dikorupsi dan sejumlah opini negatif lainnya terhadap negara, tentu tidak berdasar, karena tidak ada uang wakaf yang masuk ke kas negara atau APBN, semua masuknya ke nazir.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) Kemenag, Prof. Kamaruddin Amin menjelaskan wakaf uang yang terkumpul akan diinvestasikan oleh nazir ke berbagai macam produk keuangan syariah yang resmi. Seperti, deposito, mudharabah, musyarakah, bahkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk. Hasil investasi syariah wakaf uang, apapun jenisnya, sebanyak 90 persen akan dimanfaatkan untuk program pemberdayaan umat, dengan membagikannya kepada penerima manfaat wakaf (mauquf 'alaih), sedangkan 10 persennya dapat digunakan nazir sebagai pengelola aset wakaf. Sedangkan nilai pokok wakafnya tidak akan berkurang sama sekali.
Salah satu bentuk instrumen sukuk adalah Cash Waqf Linkend Sukuk (CWLS). Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Prof. Mohammad Nuh menjelaskan CWLS merupakan request BWI kepada pemerintah, dalam hal ini kementerian keuangan (Kemenkeu) untuk disiapkan instrumen untuk investasi wakaf uang yang menjamin keamanan nilai uang agar tidak berkurang dengan jaminan imbal hasil yang kompetitif. Hal penting yang harus digarisbawahi adalah menginvestasikan uang wakaf ke CWLS sifatnya opsional, dalam hal ini, nazir lah yang memiliki wewenang penuh untuk menentukan.
ADVERTISEMENT
Data dari BWI, sejak mulai digalakkannya wakaf uang di Indonesia hingga 20 Januari 2021, menyebutkan bahwa total akumulasi wakaf uang sebesar Rp 819,36 Miliar. Dengan rincian wakaf melalui uang (untuk diwujudkan dalam bentuk bangunan, tanah, dan lainnya) sebesar Rp 580,53 miliar dan murni wakaf uang sebesar Rp 238,83 miliar. Angka ini tentu sangat jauh dari potensi wakaf uang per tahunya yang diprediksi Presiden Jokowi mencapai 188 triliun.

Tantangan GNWU

Literasi masyarakat tentang wakaf di Indonesia masih tergolong rendah. Laporan hasil Survei Indeks Literasi Wakaf (ILW) tahun 2020 yang dibuat oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI), Pusat Kajian Strategis BAZNAS dan Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama Republik Indonesia menerangkan bahwa Nilai Indeks Literasi Wakaf secara Nasional secara keseluruhan mendapatkan skor 50,48 persen dan masuk dalam kategori rendah, terdiri dari Nilai Literasi Pemahaman Wakaf Dasar sebesar 57,67 persen dan Nilai Literasi Pemahaman Wakaf Lanjutan sebesar 37,97 persen.
ADVERTISEMENT
Indeks Literasi Wakaf (ILW) masih kalah, jika dibandingkan dengan Indeks Literasi Zakat (ILZ) masyarakat yang sudah masuk kategori sedang, yaitu 66,78 persen. Berkembangnya sejumlah opini negatif, dan bahkan hoaks-hoaks tentang GNWU serta masih kurangnya awareness akan wakaf, boleh jadi faktor utamanya ialah rendahnya tingkat literasi masyarakat tentang wakaf.
Faktor kepercayaan masyarakat terhadap nazir sebagai pihak pengelola wakaf uang, juga sangat perlu diperhatikan. Faktor ini bermuara pada kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) nazir dalam melakukan inovasi dan tata kelola harta wakaf. Dalam kaitannya wakaf uang, SDM yang memiliki pemahaman mumpuni soal akuntansi dan keuangan dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan utamanya.
Dan tak kalah penting, di tengah era kemajuan teknologi saat ini, tentu menuntut adanya sistem transformasi digital dalam pengelolaan wakaf, yang akan berdampak pada kemudahan para wakif dalam melakukan wakaf serta sebagai bentuk transparansi lembaga pengelola wakaf, sehingga masyarakat juga dapat ikut melakukan pengawasan terhadap harta wakaf dan memastikan peruntukannya.
ADVERTISEMENT
oleh: M. Huda Prayoga