Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Rivalitas Tiongkok dan Amerika Serikat di Negara - Negara Pasifik
6 Mei 2025 10:53 WIB
·
waktu baca 11 menitTulisan dari Muhammad Husen tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pontianak (5/5/2025) - Selama beberapa dekade, kawasan negara - negara di pasifik dinilai terabaikan di mana peninggalan perang dan amunisi menjadi simbol kehadiran lama AS. Ketika ketegangan Perang Dingin mereda, perhatian AS pun mengendur memberi ruang bagi negara lainkhususnya Tiongkok untuk memperluas pengaruh mereka terutama sejak awal 2000-an.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini diperparah dengan kebijakan AS yang sempat menutup kedutaan dan menghentikan program-program sosial seperti Peace Corps, sementara Tiongkok secara aktif menawarkan bantuan pembangunan dan ekonomi. Situasi tersebut menciptakan dilema bagi negara-negara Pasifik yang terpaksa memilih tawaran yang paling menguntungkan secara praktis.
Namun, AS mulai menunjukkan langkah-langkah pemulihan hubungan salah satunya dengan hampir selesainya perundingan perjanjian strategis bersama negara-negara Pasifik seperti Palau, Mikronesia, dan Kepulauan Marshall. Kesepakatan ini bertujuan untuk memperkuat kehadiran AS di tengah upaya Tiongkok memperluas pengaruhnya di kawasan tersebut.
Meskipun secara resmi tidak ada kerja sama militer antara Kepulauan Solomon dan Tiongkok, keberadaan pakta keamanan rahasia yang ditandatangani tetap memicu kekhawatiran negara-negara Barat. Langkah ini dianggap sebagai sinyal melemahnya posisi strategis AS dan sekutunya di Oseania, yang selama ini menjadi mitra utama kawasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, AS memperkuat upaya pendekatan diplomatik dengan berbagai negara Pasifik. Namun, respons terhadap perjanjian keamanan Tiongkok menunjukkan bahwa AS sempat terlambat merespons perubahan geopolitik yang terjadi secara cepat di wilayah tersebut. Keputusan Kepulauan Solomon untuk menolak kedatangan kapal militer AS baru-baru ini, serta pembatasan akses untuk kapal asing dianggap sebagai isyarat politik yang memperkuat dugaan adanya pengaruh luar dalam kebijakan negara tersebut.
Keterlibatan Tiongkok di negara - negara pasifik dinyatakan bukan untuk menggantikan kekuatan lain melainkan untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan. Namun demikian, kekhawatiran tetap muncul mengenai model pendekatan Tiongkok yang dianggap mencerminkan unsur-unsur kepemimpinan otoriter. Ada pandangan bahwa AS perlu meningkatkan investasinya dalam diplomasi fisik seperti pembukaan kembali kedutaan besar di negara-negara Pasifik agar dapat bersaing secara efektif. Meski begitu, penduduk lokal menuntut jaminan bahwa kehadiran AS tidak hanya bersifat sementara atau didorong oleh persaingan geopolitik.
ADVERTISEMENT
Untuk membangun kembali kepercayaan, AS dinilai perlu menyusun kebijakan jangka panjang yang menyasar isu-isu krusial seperti perubahan iklim dan pemulihan pasca pandemi. Paket bantuan yang bersifat simbolis dan kurang ambisius dikhawatirkan tidak akan cukup memulihkan persepsi terhadap keseriusan AS.
Sementara itu, Tiongkok telah melakukan langkah-langkah aktif melalui diplomasi iklim, menggelar pertemuan dengan berbagai negara Pasifik untuk membahas isu perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut, isu yang sangat relevan dan sensitif bagi kawasan tersebut. Keberhasilan AS dalam membangun kembali kehadiran dan alternatif kebijakan yang kredibel di kawasan ini akan menjadi tolok ukur keseriusannya dalam merespons kebangkitan pengaruh Tiongkok secara global. Jika gagal, bisa saja negara-negara lain menilai AS tengah mengalami kemunduran strategis di panggung internasional.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar negara di Kepulauan Pasifik menerapkan pendekatan kebijakan luar negeri yang netral dengan prinsip "friends to all and enemies to none” atau (bersahabat dengan semua dan tidak bermusuhan dengan siapa pun) dalam merespons meningkatnya ketegangan geopolitik antara dua kekuatan besar yaitu Amerika Serikat dan Tiongkok. Pendekatan ini bertujuan untuk merumuskan kepentingan nasional baik jangka pendek maupun jangka panjang melalui hubungan bilateral secara ad hoc termasuk dengan negara-negara besar.
Kebijakan tersebut dipilih oleh banyak negara berkembang di kepulauan pasifik sebagai strategi menjaga netralitas dalam persaingan geopolitik yang semakin sengit. Dalam pertemuan Forum Kepulauan Pasifik (PIF) yang berlangsung di Rarotonga, salah satu topik utama yang dibahas adalah bagaimana kawasan ini semakin menjadi ajang persaingan kekuatan global. Meski demikian, fokus utama kawasan tetap pada isu perubahan iklim, meskipun ketertarikan strategis dari kekuatan besar terus meningkat.
ADVERTISEMENT
Kehadiran Tiongkok di kawasan Pasifik ditandai melalui program pembangunan infrastruktur Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) yang didanai melalui pinjaman, meskipun ada penolakan di beberapa negara karena kekhawatiran terhadap beban utang. Walaupun bantuan keuangan Tiongkok telah menurun sejak 2016, hubungan tetap dijaga dengan beberapa negara, termasuk melalui kerja sama keamanan.
Di sisi lain, Amerika Serikat memperkuat keterlibatannya di kawasan melalui dukungan ekonomi dan strategis. Perjanjian kerja sama pertahanan dengan negara terbesar di kawasan memberikan akses militer kepada Amerika Serikat ke beberapa pelabuhan utama. Selain itu, inisiatif teknologi seperti pembangunan kabel internet bawah laut, diluncurkan bersama Australia sebagai bagian dari strategi Indo-Pasifik yang mendukung tatanan kawasan yang bebas dan terbuka.
Meski ada kerja sama pertahanan yang semakin erat, negara-negara Pasifik tetap menjaga posisi netral mereka dalam persaingan kekuatan besar. Upaya pembangunan yang dilakukan oleh kedua kekuatan besar itu memang selaras dengan prioritas kawasan seperti yang tercantum dalam Strategi 2050 untuk Benua Pasifik Biru, namun juga menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi konflik akibat rivalitas tersebut.
ADVERTISEMENT
Kawasan ini membutuhkan kerja sama regional untuk menangani isu-isu strategis seperti keamanan maritim, perubahan iklim, dan keamanan digital. Negara-negara anggota Forum Kepulauan Pasifik sangat bergantung pada bantuan dari mitra pembangunan, termasuk Amerika Serikat dan Tiongkok. Dalam konteks ini, usulan untuk menjadikan Pasifik sebagai zona damai muncul sebagai bentuk komitmen kawasan terhadap nilai-nilai seperti perdamaian, harmoni, dan stabilitas, sejalan dengan prinsip-prinsip regionalisme Pasifik.
Meskipun ketergantungan pada mitra eksternal tetap ada, negara-negara Pasifik menekankan bahwa kepentingan kawasan harus diutamakan dalam menjalin hubungan dengan kekuatan besar. Untuk mempertahankan posisi netral dan mencegah konflik, solidaritas antaranggota forum menjadi kunci utama dalam menghadapi dinamika geopolitik global yang berkembang.
Tiongkok memandang negara-negara kepulauan di Pasifik sebagai bagian dari strategi perluasan pengaruhnya. Dalam satu dekade terakhir, upaya tersebut dilakukan melalui pendekatan terhadap elit lokal, kerja sama dengan lembaga-lembaga kawasan, serta peningkatan investasi. Salah satu contohnya adalah penggunaan dana pembangunan daerah pemilihan di Kepulauan Solomon untuk mendukung agenda yang sejalan dengan kepentingan Tiongkok. Meskipun secara formal dana ini ditujukan untuk pembangunan publik, dalam praktiknya sering digunakan sebagai alat politik yang memperkuat posisi kelompok pro-Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Di wilayah lain seperti Tonga, perusahaan-perusahaan asal Tiongkok terlibat dalam proyek infrastruktur penting, termasuk pembangunan fasilitas air bersih, sektor perikanan, perlengkapan kepolisian, hingga pembangunan gedung pemerintahan bernilai jutaan dolar. Sebagian besar utang luar negeri negara tersebut juga berasal dari Tiongkok. Di Palau, terdapat upaya infiltrasi terhadap media lokal oleh aparat keamanan Tiongkok, meski belum berhasil. Sementara itu, tekanan ekonomi dan diplomatik dilakukan terhadap negara-negara yang masih menjalin hubungan dengan Taiwan, termasuk dengan menghentikan pariwisata dari Tiongkok. Di sisi lain, Tiongkok bersedia memenuhi permintaan bantuan finansial negara-negara kecil yang tidak dapat dipenuhi oleh Taiwan.
Strategi Tiongkok di kawasan ini memiliki pola yang cukup konsisten, dimulai dari investasi komersial yang dijalankan oleh warga negara Tiongkok yang secara hukum diharuskan mendukung kegiatan intelijen nasional hingga pengembangan proyek-proyek bergengsi dan strategis, seperti pelabuhan dan infrastruktur digital. Tujuan utamanya adalah untuk memperoleh kendali atas wilayah-wilayah strategis yang bisa digunakan untuk memproyeksikan kekuatan di luar garis pertahanan Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Di Kepulauan Solomon, sebuah perjanjian keamanan ditandatangani yang memungkinkan pengerahan aparat kepolisian dan militer Tiongkok, dengan dalih menjaga ketertiban dan melindungi investasi mereka. Hal ini menunjukkan fokus Beijing pada pengaruh di sektor penegakan hukum, yang juga tercermin dalam berbagai dokumen kebijakan yang menyerukan pelatihan polisi dan dialog kerja sama keamanan. Meskipun usulan ini tidak diterima secara luas oleh negara-negara di kawasan, tampaknya tujuannya lebih kepada membangun pengaruh jangka panjang.
Beijing menyangkal bahwa pengaruh keamanannya di Pasifik bertujuan membangun pangkalan militer. Namun, rekam jejaknya di tempat lain menunjukkan sebaliknya, seperti pembangunan fasilitas strategis di Djibouti, Sri Lanka, Kamboja, dan Pakistan. Tiongkok juga memiliki kecenderungan untuk mengaburkan niat sebenarnya dalam membangun kehadiran fisik, seperti yang terjadi di Laut Cina Selatan dan Afrika.
ADVERTISEMENT
Kehadiran aparat keamanan Tiongkok dan pelatihan yang mereka berikan kepada polisi lokal berpotensi menjadi alat untuk menghambat pergerakan militer Amerika Serikat di kawasan tersebut, memperkuat kontrol atas jalur komunikasi laut, serta meningkatkan kemampuan pengumpulan intelijen. Di wilayah Rantai Kepulauan Kedua dan Ketiga, Tiongkok juga semakin dekat dengan wilayah AS dan Australia, seperti Guam.
Dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok telah melakukan latihan militer di dekat Guam dan meluncurkan serangan siber terhadap infrastruktur penting di wilayah tersebut, termasuk sistem komunikasi dan maritim. Guam sendiri merupakan wilayah strategis bagi pertahanan Amerika, dengan kehadiran pangkalan udara dan laut penting serta puluhan ribu personel militer.
Sementara itu, fokus kebijakan luar negeri AS di kawasan Pasifik cenderung terbatas, lebih berorientasi pada negara-negara di Rantai Pulau Pertama seperti Jepang, Taiwan, dan Filipina. Namun, Tiongkok secara simultan membangun kapasitas proyeksi kekuatan di wilayah lain, termasuk melalui kehadiran polisi dan militer di Fiji, serta investasi infrastruktur di pelabuhan.
ADVERTISEMENT
Beberapa negara kepulauan Pasifik masih menikmati hubungan eksklusif dengan AS melalui perjanjian Compact of Free Association (COFA). Namun, jika perjanjian ini tidak diperbarui tepat waktu, AS berisiko kehilangan akses militer strategis dan pengaruh geopolitik di kawasan tersebut, membuka peluang bagi Tiongkok untuk memperluas jangkauannya.
Selain tantangan geopolitik, negara-negara kepulauan Pasifik juga menghadapi isu krusial lainnya seperti pembangunan ekonomi, infrastruktur, dan perubahan iklim. Negara-negara mitra seperti AS perlu menjawab kebutuhan ini secara nyata agar tetap menjadi pilihan utama. Ini mencakup peningkatan patroli laut, penegakan hukum atas pelanggaran zona ekonomi eksklusif, serta dukungan terhadap demokrasi dan integritas pemilu di kawasan.
Pendekatan politik uang oleh Tiongkok juga telah berdampak terhadap proses demokrasi, termasuk penundaan pemilu di beberapa negara dan dukungan terhadap kandidat pro-Tiongkok melalui aliran dana tak resmi. Untuk mengimbangi pengaruh ini, negara-negara mitra perlu mendorong transparansi, memperkuat media independen, dan memastikan sistem pemilu yang adil. Bagi Tiongkok, negara-negara kepulauan di Pasifik merupakan bagian vital dari strategi Indo-Pasifik dan ambisi globalnya untuk membentuk tatanan dunia baru.
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, penerbangan komersial yang melintas di atas Laut Tasman, antara Australia dan Selandia Baru, terpaksa dialihkan setelah mendapat peringatan dari angkatan laut Tiongkok mengenai latihan tembak langsung di wilayah tersebut. Hal ini menandakan upaya terbaru Tiongkok untuk memperluas pengaruhnya di Pasifik Selatan. Selama beberapa tahun terakhir, Tiongkok semakin fokus pada penguatan hubungannya dengan negara-negara kepulauan Pasifik, terutama yang baru-baru ini mengalihkan pengakuan mereka dari Taipei ke Beijing, dengan tujuan menawarkan berbagai kesepakatan pembangunan dan keamanan.
Meskipun Tiongkok telah berusaha menggali pengaruh lebih dalam dengan mengusulkan kesepakatan besar di luar Forum Kepulauan Pasifik banyak negara anggota forum menolak kesepakatan tersebut yang menunjukkan bahwa bahkan negara kecil sekalipun dapat menolak pengaruh besar. Meskipun demikian, upaya Tiongkok di kawasan ini tidak berakhir dengan kegagalan tersebut.
ADVERTISEMENT
Persaingan antara Amerika Serikat dan Tiongkok di Pasifik semakin intens. Namun, masing-masing negara memiliki pendekatan yang berbeda. Tiongkok cenderung berfokus pada pencapaian kekuasaan melalui hubungan diplomatik dan proyek infrastruktur sedangkan Amerika Serikat lebih menekankan pada pengembangan sumber daya manusia dan bekerja sama dengan negara-negara regional melalui mitra seperti Australia dan Selandia Baru.
Sementara Amerika berupaya untuk mengalahkan Tiongkok mereka perlu berhati-hati agar tidak terjebak dalam jenis persaingan yang sama dengan Beijing. Pendekatan Tiongkok yang seringkali besar-besaran dan boros dalam membangun pengaruh perlu diwaspadai. Dalam konteks ini, Amerika Serikat perlu menilai dengan cermat apa yang menjadi fokus persaingan ini dan bagaimana meresponsnya dengan tepat.
Tiongkok telah menginvestasikan miliaran dolar untuk pembangunan di Pasifik Selatan, namun meskipun jumlahnya besar, Amerika Serikat dan Australia masih memiliki kontribusi yang lebih signifikan. Namun, China telah mengumumkan keinginan untuk memperluas pengaruhnya melalui Prakarsa Jalur Sutra Maritim, yang mencakup beberapa negara Pasifik.
ADVERTISEMENT
Meskipun beberapa negara di kawasan ini tergoda untuk menerima bantuan pembangunan dari Tiongkok, mereka juga menyadari potensi bahaya dari ketergantungan pada Tiongkok. Sementara itu, Amerika Serikat melalui diplomasi terus meningkatkan jangkauannya, misalnya dengan membuka kedutaan baru dan memperkenalkan program-program untuk meningkatkan pembangunan manusia di kawasan Pasifik. Meskipun demikian, bantuan yang dijanjikan seringkali terlambat dicairkan.
Kedutaan besar Amerika di kawasan ini seringkali kekurangan staf dan layanan terbatas yang mengurangi daya tarik mereka dibandingkan dengan kehadiran Tiongkok yang lebih besar. Hal ini berimplikasi pada pengaruh yang lebih terbatas bagi Amerika Serikat.
Dalam hal pengaruh, meskipun Tiongkok berusaha menggagalkan tujuan Amerika, Washington harus memahami bahwa negara-negara Pasifik memainkan peran penting dalam persaingan ini. Negara-negara Pasifik memiliki kebebasan dan agensi yang dapat mereka manfaatkan untuk mendapatkan konsesi dari negara-negara besar. Oleh karena itu, negara-negara ini perlu merumuskan strategi yang lebih koheren untuk menghadapi persaingan ini.
ADVERTISEMENT
Menghadapi pengaruh Tiongkok, negara-negara Pasifik tidak ingin terjebak dalam persaingan besar antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Mereka berusaha untuk memanfaatkan ketegangan antara kedua negara besar tersebut demi kepentingan pembangunan mereka sendiri. Untuk itu, Amerika Serikat perlu bekerja sama lebih erat dengan mitra regional dan memperluas program seperti Perjanjian Shiprider, yang memberikan manfaat langsung bagi keamanan maritim kawasan ini.
Kesimpulan
Negara-negara di kawasan Pasifik saat ini berada dalam posisi strategis namun rumit, di tengah persaingan geopolitik antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang semakin intens. Setelah lama dianggap terabaikan, negara-negara Pasifik kini menjadi pusat perhatian karena signifikansi geografis dan politiknya. Tiongkok aktif memperluas pengaruh melalui investasi infrastruktur, bantuan ekonomi, kerja sama keamanan, serta pendekatan kepada elit lokal. Sebaliknya, AS yang sempat kehilangan pengaruh, kini berupaya memperbaiki hubungan melalui pembukaan kembali kedutaan, kerja sama strategis, dan program bantuan pembangunan.
ADVERTISEMENT
Namun, banyak negara Pasifik memilih pendekatan netral dengan prinsip bersahabat dengan semua dan tidak bermusuhan dengan siapa pun guna menjaga kedaulatan dan merumuskan kepentingan nasional jangka panjang. Fokus utama mereka tetap pada isu-isu mendesak seperti perubahan iklim, pembangunan ekonomi, dan stabilitas kawasan.
Meski begitu, persaingan dua kekuatan besar ini menimbulkan kekhawatiran atas potensi konflik dan tekanan politik. Oleh karena itu, negara-negara Pasifik mengedepankan solidaritas regional, memperkuat Forum Kepulauan Pasifik (PIF), serta mendorong gagasan menjadikan kawasan sebagai zona damai. Keberhasilan AS dan Tiongkok dalam menjalin hubungan yang saling menghormati, serta relevan dengan prioritas lokal, akan menentukan arah geopolitik Pasifik di masa depan.
Muhammad Husen, Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Tanjungpura Pontianak.