Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Anies Baswedan: Saya Tak Berminat Menjadi Pengkhianat
20 Agustus 2018 11:43 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Muhammad Husnil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
(Anies menggendong Naufal, cucu Ibu Saidah di Bukit Duri. Foto: Detik.com)
ADVERTISEMENT
Terhitung tiga kali dalam tiga kesempatan Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra, menawari Anies untuk menjadi pendampingnya dalam pemilihan presiden 2019. Beberapa partai politik dan dua organisasi masyarakat Islam besar satu-dua kali mendekati dan mendorongnya untuk maju sebagai capres dari poros ketiga. Bahkan hingga menit-menit terakhir sebelum deklarasi kedua pasangan Jokowi-Makruf Amin dan Prabowo-Sandi, usaha pembentukan poros ketiga yang akan mengusung Anies sebagai capres masih berjalan.
Itu dari sisi elite. Dari sisi masyarakat, sejak Juni 2018 muncul sejumlah kelompok atau gerakan yang meminta Anies maju sebagai capres. Di antaranya, kelompok ustadz dan ulama dalam kelompok Gerakan Indonesia untuk Indonesia, Komunitas Warga Kediri Raya, Jawa Timur, Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera, dan ada pula anak-anak muda yang memasangkan Anies-Muhaimin Iskandar (Amin). Dalam pandangan mereka, Anies pantas memimpin Indonesia dan bisa mengalahkan petahana.
ADVERTISEMENT
Tapi, jawaban Anies kepada mereka hampir sama: 1. Terima kasih dan merasa terhormat bisa mendapatkan tawaran-tawaran tersebut. “Saya satu di antara 250 juta warga Indonesia,” katanya. 2. Dia punya amanah di Jakarta yang mesti dia tuntaskan. “Amanah ini tak kalah berat,” katanya.
Kepada partai dan ormas yang menawarinya untuk membentuk poros ketiga, dia memberikan jawaban tambahan dan ini menjadi urutan pertama: saat Prabowo maju sebagai capres, dia tidak akan maju. “Selama beliau mencalonkan diri, saya tak minat,” katanya. “Jangan harap saya menyatakan bersedia (menjadi capres), apalagi menjadi poros ketiga. Tidak mungkin.”
Di acara Mata Najwa edisi Drama Orang Kedua dia mengungkapkan ulang kalimatnya dan menambahi, “Saya memiliki komitmen (di Jakarta), dan saya tak tidak ingin dicatat sebagai pengkhianat.”
ADVERTISEMENT
Memang, nama Anies selalu disebut dalam peta Pilpres 2019 di berbagai sigi yang dilakukan lembaga-lembaga suvei. Sejak 2017. Namanya ada dalam 3 besar, baik sebagai capres apalagi cawapres.
Menanggapi pernyataan dan fakta itu Anies hanya tersenyum dan mengungkapkan berbagai alasan kepada yang bertanya, yang secara substansi tak keluar dari 3 alasan di atas. Pernah dia mengatakan, “Saya kan bertugas di Jakarta”. Ketika Partai Gerindra mengumumkan nama Prabowo sebagai capres, jawaban Anies lebih mudah, “Kan sudah ada calon presidennya, Pak Prabowo.”
Tapi, publik seakan tak percaya dengan jawaban-jawaban Anies. Bahkan, Detik.com pernah membuat laporan bahwa makin hari jawaban yang Anies berikan terkait pilpres 2019 ini berubah-ubah. Semula menutup kemungkinan, tapi akhirnya membuka peluang dirinya bisa maju. Padahal, menurut Anies, jawaban yang dia berikan kepada media itu tetap konsisten.
ADVERTISEMENT
Melihat rekam jejaknya dalam politik, selama ini memang Anies tak pernah keluar dari komitmen.
Kalau kita cermati, pada 2014 dia menjadi juru bicara pasangan Jokowi-JK setelah dia menuntaskan Konvensi Calon Presiden yang digelar Partai Demokrat. Dia sendiri masuk dalam gelanggang konvensi setelah mendapatkan undangan, bukan mengajukan lamaran. Setelah Jokowi-JK menang, dia dipilih menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dua tahun kemudian dia dicukupkan Jokowi. Pada titik ini, tak ada niat Anies untuk keluar dari barisan. Juga tak berminat. Tapi, dia dikeluarkan tanpa seorang pun tahu apa alasan sebenarnya kecuali Presiden Jokowi sendiri.
Tapi, dua bulan kemudian dia dicalonkan Gerindra dan PKS dan oleh tokoh yang pernah menjadi lawan politiknya pada 2014: Prabowo. Bagi Anies, ini jalan kenegarawanan. Tidak ada pikiran tentang ego personal, melainkan Prabowo memilih jalan perbaikan.
ADVERTISEMENT
Saat itu Anies tak ada di dalam lingkaran siapa pun, tak terkait afiliasi atau kelompok mana pun; bukan anggota partai dan tidak pula masuk dalam barisan pemerintah. Dia mandiri, sebagai Anies. Sekarang ini dia menjalani amanah sebagai Gubernur DKI Jakarta yang diusung Gerindra dan PKS dan promotor utamanya adalah Prabowo. Sesuai rekam jejak hidupnya, Anies takkan keluar jalur sekarang ini.
Dalam Majalah Tempo edisi 11 Agustus 2018 Anies disebut memiliki tim yang dia persiapkan untuk memasuki gelanggang Pilpres 2019. Tapi, Anies menyatakan bahwa penyebutan “tim” itu tidak tepat. “Kalau tim itu berarti ada rencana. Ini tidak ada rencana sama sekali,” katanya. Menurutnya, yang ada adalah staf Anies yang menampung semua masukan dan partisipasi dari warga, termasuk mereka yang mendorongnya sebagai capres atau cawapres 2019. Tak ingin mengecewakan dan menjaga perasaan mereka, Anies mendengarkan permintaan mereka dan meminta stafnya untuk mencatat semua masukan yang mampir. “Tidak lebih,” katanya.
ADVERTISEMENT
Chozin Amirullah, staf Anies yang dipercaya mengelola relawan dan pengaduan dari masyarakat, menyatakan bahwa tidak ada perintah atau arahan dari Anies. “Tapi, mereka (masyarakat) berkirim pesan untuk memastikan bahwa suara mereka sampai ke Pak Anies. Juga kami merekam apa harapan dan keinginan mereka,” katanya.
Pertimbangan paling penting lain bagi Anies: tak ingin mengkhianati warga yang telah memilihnya.
Dia teringat kepada warga Kampung Akuarium yang menitipkan harapan besar kepadanya, agar kondisi mereka kehidupan mereka menjadi lebih baik. Sekarang, mereka tinggal di shelter sementara yang lebih layak untuk menjadi hunian dibanding sebelumnya. Tahun depan, mereka akan membangun tempat tinggal mereka sendiri yang idenya berasal dari mereka dan sesuai dengan kebutuhan mereka.
ADVERTISEMENT
Juga, dia ingat kepada Ibu Saidah di Bukit Duri yang memberinya selendang agar dia menimang anak-anak Jakarta. Pula, kepada warga Jakarta lain yang telah memilihnya. Mereka berharap besar kepada Anies agar Anies membela mereka, menjadi wakil mereka.
Karena itu, demi mengingat mereka Anies bertekad untuk tak meninggalkan Jakarta. Ini soal warisan baik yang ingin dia tinggalkan.
Dan memang, sampai sekarang warisan yang dia tinggalkan selalu baik, entah sebelum masuk dalam pemerintahan maupun saat dia menjadi pejabat. Tidak ada kebijakan atau warisan yang dia tinggalkan memiliki efek buruk.
Misalnya, warisan dia tentang profil penulis atau editor di belakang buku setiap pelajaran. Peraturan resminya bernama Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Buku yang Digunakan Oleh Satuan Pendidikan.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari lalu ada seorang teman yang bercerita bahwa dia keberatan atas isi buku pegangan anaknya di sekolah. Karena ada profil dan nomor kontak penulis buku itu maka dia langsung mengutarakan keberatannya kepada si penulis. Terjadi dialog dan interaksi antara orang tua siswa dan penulis untuk mengetahui argumen masing-masing. Tercipta kesalingpemahaman.
Nah, pencantuman profil sesiapa yang terlibat dalam penyusunan dalam buku pegangan di sekolah adalah warisan kebijakan Anies saat menjadi Mendikbud. Baginya, pendidikan adalah interaksi. Dan interaksi itu bukan hanya antara murid dan guru, melainkan seluruh komponen yang ada di dalam ruang pendidikan maka mereka harus berinteraksi, saling mengenal dan berbagi.
Tapi memang, rata-rata warisan baik Anies ini bukan berupa infrastruktur keras sehingga tak bisa diperlihatkan dan tak tampak langsung. Yang dia tinggalkan adalah infrastruktur lunak yang justru akan bisa dipetik dalam hitungan tahun. Sebagaimana pernah dia ungkapkan beberapa tahun lalu. “Mengubah Indonesia itu seperti membelokkan kapal tangker. Kita belokkan sekarang, perlu waktu lama untuk merasakan dan melihat belokannya. Bukan seperti speed boat yang langsung berbelok ketika diputar setirnya.”
ADVERTISEMENT
Di Jakarta ini, dia baru perubahan-perubahan besar. Yang paling utama adalah keberpihakannya kepada masyarakat yang lemah dan dilemahkan.
Pada 27 Juli 2018 warga yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kota yang terdiri dari warga kampung Akuarium, Jakarta Utara meminta Anies tetap di Jakarta sebagai Gubernur. Anies menanggapi mereka dengan, “Saya terharu bapak ibu datang panas-panas menyampaikan ke sini. Semua yang direncakan akan dituntaskan. Tidak akan berhenti di tengah jalan. Saya janji semua yang direncanakan akan dituntaskan.”
Sekarang, selain masyarakat Kampung Akuarium, warga Jakarta sudah melihat komitmennya membangun Jakarta.
Menanggapi keputusan Anies, banyak orang yang mengirimkan rasa terima kasih dan hormatnya. Pada Jumat pagi 10 Agustus 2018, sebuah telepon masuk ke ponsel Anies, dari temannya saat mahasiswa dulu dan sekarang menjadi tokoh penting sebuah organisasi masyarakat Islam di Indonesia. Dia ini yang mengajak Anies bertemu dan salah satu yang mengusulkan poros ketiga. Meskipun Anies tak menerima idenya sebagai capres 2019, temannya malah menyampaikan salut dan hormat atas Anies yang mau memegang komitmen.
ADVERTISEMENT
Ada lagi, misalnya Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, pada Rabu 15 Agustus 2018 bercuit di akun Twitter-nya, “Berbeda dengan Gubernur sebelumnya, @aniesbaswedan berusaha keras menepati janjinya menuntaskan amanah di Jakarta. Meski permintaan dan peluang besar beliau menjd Capres sangat lebar. Hal ini perlu kita apresiasi.”