Konten dari Pengguna

Perempuan dalam Hindu: Pilar Spiritual dan Penjaga Tradisi di Tengah Arus Zaman

Muhammad Huzni Attantowi
Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Memiliki minat pada pelestarian aksara dan budaya Jawa, serta fokus pada kajian literasi klasik dan penulisan kreatif berbasis budaya lokal.
12 Mei 2025 12:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Huzni Attantowi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perempuan dan gerbang pura: simbol harmoni antara spiritualitas, budaya, dan peran mulia dalam ajaran Hindu. Sumber gambar: Pexels - Alex Azabache
zoom-in-whitePerbesar
Perempuan dan gerbang pura: simbol harmoni antara spiritualitas, budaya, dan peran mulia dalam ajaran Hindu. Sumber gambar: Pexels - Alex Azabache
ADVERTISEMENT
Dalam ajaran Hindu, perempuan bukan sekadar sosok domestik. Mereka adalah simbol kekuatan spiritual, pelaksana utama ritual, serta penjaga nilai-nilai dharma dalam keluarga dan masyarakat. Di Bali, misalnya, kehidupan keagamaan masyarakat Hindu sangat kental dengan kehadiran perempuan. Mereka terlibat dalam persiapan upacara, membuat persembahan, serta mendampingi setiap tahapan yadnya dengan ketulusan hati.
ADVERTISEMENT

Beryadnya: Perempuan dan Kehidupan yang Dipersembahkan

Konsep beryadnya dalam Hindu menekankan pentingnya mempersembahkan segala hal kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Bagi perempuan Hindu, beryadnya bukan sekadar kewajiban spiritual, melainkan gaya hidup yang meresap dalam peran mereka sehari-hari. Mereka menjadi tokoh utama dalam harmonisasi kehidupan spiritual dan sosial, terutama dalam menyusun dan melaksanakan ritual.

Perempuan sebagai Sumber Kehidupan dan Reinkarnasi

Dalam susastra Hindu, perempuan disebut sebagai sarana terwujudnya Punarbhawa atau reinkarnasi. Istilah Sukla Swanita menggambarkan perempuan sebagai "bibit kehidupan" — sumber lahirnya generasi baru. Tak heran jika perempuan dipandang sangat mulia dan harus dihormati sebagaimana disebutkan dalam Manawa Dharmasastra.
Mereka juga diyakini sebagai manifestasi dari sakti, kekuatan spiritual yang menyertai para dewa. Dewi-dewi seperti Saraswati, Sri, dan Parwati adalah contoh nyata bagaimana perempuan dihormati dan dimuliakan dalam ajaran Hindu.
ADVERTISEMENT

Ibu, Istri, dan Benteng Moralitas

Dalam keluarga Hindu, perempuan menjalankan peran ganda. Sebagai ibu, ia adalah pendidik utama. Ia menanamkan nilai dharma, membentuk karakter anak dengan ajaran Tri Kaya Parisudha—berpikir, berkata, dan berbuat yang baik. Ibu dianggap sebagai sumber kesejahteraan, seperti disebut dalam Manawa Dharmasastra Bab III Sloka 55.
Sebagai istri, perempuan menjalankan Pativrata Dharma, yaitu kesetiaan dan pengabdian kepada suami. Sosok Sita dalam Ramayana menjadi gambaran ideal: setia, sabar, dan teguh mendampingi Rama dalam suka dan duka.
Dan sebagai penjaga moralitas, perempuan Hindu turut menjaga keberlangsungan nilai-nilai spiritual dalam masyarakat. Mereka aktif dalam upacara keagamaan, mengajarkan kebaikan, serta menjadi tokoh penting dalam pelestarian budaya dan ajaran.
Perempuan Bali mengenakan pakaian tradisional dan membawa persembahan dalam prosesi upacara. Sumber gambar: Pexels - Balinese women in traditional attire.

Tantangan Zaman dan Perubahan Peran

Zaman terus berubah. Perempuan Hindu kini menghadapi tantangan seperti materialisme, gaya hidup instan, dan pergeseran nilai-nilai tradisional. Namun justru di sinilah pentingnya perempuan sebagai benteng budaya. Pendidikan yang merata, keterlibatan dalam ruang publik, hingga digitalisasi ajaran menjadi peluang baru bagi perempuan Hindu untuk tetap relevan dan berpengaruh.
ADVERTISEMENT

Larangan ke Pura: Antara Kesucian dan Spiritualitas Alternatif

Salah satu hal yang sering dipertanyakan adalah larangan perempuan menstruasi untuk masuk ke pura. Dalam ajaran Hindu, kondisi ini disebut Cuntaka—keadaan tidak suci secara jasmani dan rohani. Namun bukan berarti mereka dilarang beribadah sepenuhnya.
Hindu mengenal dua cara sembahyang: Niwerti Marga (melalui doa/mantra dalam hati) dan Prawerti Marga (melalui upacara di pura). Perempuan dalam keadaan Cuntaka tetap bisa beribadah dari rumah, karena Tuhan hadir dalam setiap makhluk, sebagaimana disebut dalam Svetasvatara Upanishad VI.II:

Penutup: Perempuan Hindu, Tiang Dharma Zaman Ini

Di balik setiap upacara, doa, dan harmoni sosial dalam masyarakat Hindu, ada peran besar perempuan yang tidak bisa diabaikan. Mereka bukan hanya pelaksana, tapi juga pemakna. Di tengah tantangan zaman, mereka tetap menjadi penjaga nilai-nilai spiritual dan budaya.
ADVERTISEMENT
Perempuan dalam Hindu bukan berada di balik layar, tetapi berdiri sejajar sebagai pilar utama peradaban. Merekalah tiang dharma—yang tegak menjaga keseimbangan, dari rumah tangga hingga masyarakat.