Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Moderasi Beragama dan Masjid Ramah Anak Versus Ekstremisme di Era Disrupsi
30 Januari 2024 6:59 WIB
Tulisan dari Muhammad Ibrahim Hamdani, S,I,P, M,Si tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejumlah problematika terkait fenomena ekstremisme, terorisme, konflik bernuansa Suku, Agama, Ras dan Adat Istiadat (SARA), serta disintegrasi bangsa di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah dibahas secara spesifik dalam pertemuan para pengurus masjid.
ADVERTISEMENT
Tepatnya dalam acara Orientasi Pelopor Penguatan Moderasi Beragama Bagi Perempuan Pengurus Masjid Di Wilayah Jawa Barat. Acara ini berlangsung sejak Selasa hingga Jumat (23 - 26/01/2024) di Hotel Aston, Kelurahan Pasteur, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung.
Kegiatan ini diikuti oleh 50 peserta perempuan pengurus masjid, antara lain dari Departemen PPMAK Pimpinan Wilayah (PW) DMI Provinsi Banten, Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Acara ini diselenggarakan oleh Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) - Sekretariat Jenderal (Setjen) Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia (RI) bekerja sama dengan Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI). Khususnya oleh Departemen Pembinaan Potensi Muslimah, Anak dan Keluarga (PPMAK) PP DMI.
Selain itu, peserta lainya berasal dari sejumlah pengurus badan otonom DMI, yakni Korps Muballighah DMI, Badan Koordinasi Majelis Taklim Masjid (BKMM), Badan Pembina Taman Kanak-Kanak Islam (BPTKI) DMI dan Perhimpunan Remaja Masjid (PRIMA) DMI.
ADVERTISEMENT
Seperti dikutip dari laman https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43848676 , para peserta membahas fenomena seorang remaja perempuan berusia 15 tahun (pada 2015), Nurshadrina Khaira Dhania, yang berhasil meyakinkan 26 anggota keluarganya untuk berangkat ke Raqqa, wilayah kekuasaan kelompok ekstrem ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria), di Suriah.
Dari jumlah itu, tujuh orang diantaranya ditangkap oleh Pemerintah Republik Turki di perbatasan dekat Suriah, lalu mereka dideportasi ke Indonesia, termasuk pamannya, Iman Santosa alias Abu Umar. Pertama kali Nur mengenal ISIS dari pamannya, Iman Santosa. Jadi hanya 19 orang angota keluarga Nur yang sampai di Raqqa, Suriah.
Hal penting lainnya ialah ayah Nur, Dwi Joko, yang ternyata adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dwi Joko menjabat sebagai Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Badan Pengusahaan Kawasan Batam. Namun ia mengambil cuti pada Agustus 2015, lalu berangkat ke Suriah melalui Turki.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, setelah empat bulan tinggal di asrama di Raqqa, Suriah, Nur merasa sangat menyesal dan ingin segera keluar dari wilayah pendudukan ISIS, bahkan ingin kembali ke Indonesia. Penyebabnya, kenyataan hidup di Raqqa tidak sesuai dengan propaganda yang disebarluaskan oleh ISIS, bahkan banyak hal dalam kehidupan sehari-hari yang justru bertentangan dengan syariat Islam.
Misalnya, janji ISIS untuk membayar lunas utang-utang pamannya, Iman Santosa, ternyata tidak dipenuhi. Bahkan Nur sering melihat konflik dan perkelahian selama di Asrama. Kondisinya pun kotor, banyak orang dan tidak terawat. Nur dan kakak perempuannya pun sempat diajak menikah beberapa kali oleh para kombatan ISIS. Namun mereka berdua menolaknya karena kaget, syok, dan tidak bersedia sehingga pernikahan itu batal.
ADVERTISEMENT
Meskipun akhirnya keluarga Nur mendapatkan fasilitas rumah sendiri dari ISIS, termasuk pengobatan keluarganya yang sakit, janji ISIS untuk memberikan pekerjaan tanpa mengikuti wajib militer tidak ditepati. Uang perjalanan dari Indonesia hingga ke Raqqa, Suriah, pun ternyata tidak diganti.
Setelah melalui banyak tantangan dan kesulitan, akhirnya keluarga Nur berhasil keluar dari Raqqa, Suriah, melalui Irak. Mereka bekerja sama dengan seorang penyelundup dan sempat dua kali mengalami kegagalan. Akhirnya, mereka sampai di Indonesia pada 2017.
Tepatnya setelah kehilangan neneknya yang wafat karena sakit di usia 78 tahun, serta seorang kerabat lainnya. Jadi jumlah keluarga Nur tinggal tersisa 17 orang. Mereka juga sempat tinggal di kamp Ain al-Issa di Suriah, sebelum akhirnya dipulangkan ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal menarik dalam acara ini ialah fasilitator meminta sejumlah peserta untuk memerankan fenomena terorisme dan kasus extremisme ini dalam drama. Tentu tidak harus persis sama, cukup mendekati kisah nyata saja, bahkan kreatifitas drama diperbolehkan selama tidak merusak substansi kisahnya.
Misalnya, dalam pemntasan drama selama hampir 100 menit itu, ada peserta yang berperan sebagai Nur, Ayah Nur, teman Nur, kepala sekolah-nya Nur, polisi, teroris ISIS, media massa, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama, dan Kementerian Sosial.
Ada pula peserta yang berperan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Tokoh Masyarakat, Tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Tokoh Muhammadiyah, Ulama, dan pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Turki dan Suriah.
Proses bermain peran dalam kasus ini sedikit banyak membantu para peserta untuk memahami lebih jauh kasus dan fenomena yang terjadi tentang 26 anggta keluarga Nur itu.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, dalam sambutannya, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Barat, Drs. H. Ajam Mustajam, M.Si., menyatakan bahwa program Penguatan Moderasi Beragama merupakan lompatan besar dalam menghadapi berbagai perubahan yang berlangsung cepat di era disrupsi saat ini.
“Era disrupsi saat ini ditandai dengan perubahan besar di bidang teknologi informasi dan pesatnya digitalisasi, seperti hadirnya internet, IoT (Internet of Things), smart phone (telepon genggam cerdas) dan aplikasi zoom (teknologi audio visual digital). Konsep Moderasi Beragama menjadi lompatan besar di era disrupsi saat ini,” tuturnya pada Selasa (23/01/24) sore.
Sumber: Departemen PPMAK PP DMI / PKUB Kemenag RI
Tepatnya saat Kakanwil Kemenag Provinsi Jabar, Drs. H. Ajam Mustajam, M.Si., memberikan kata sambutan dan membuka secara resmi acara ini.
ADVERTISEMENT
“Konsep Moderasi Beragama bertujuan untuk menghadapi perubahan yang berlangsung serba cepat di era disrupsi saat ini, khususnya di Indonesia. Harapannya, keutuhan wilayah Negara Kesatuan RI (NKRI) yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hinga Pulau Rote, dapat tetap terjaga,” ujar Drs. H. Ajam Mustajam, M.Si.
Kita, lanjutnya, tidak ingin ada lagi konflik Poso, Sampit dan Ambon jilid kedua. Kita harus menjaga kerukunan antar umat beragama di Indonesia. “Apalagi di Indonesia ini terdapat enam agama, lebih dari 600 suku bangsa dan lebih dari 17.000 pulau,” imbuhnya.
Sumber: Kemenag RI / Depatemen PPMAK PP DMI
Lebih lanjut, Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Barat itu menyoroti konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia, mulai dari Eropa hingga Timur Tengah. Saat ini, ungkapnya, perang antara Rusia versus Ukraina terus terjadi di Eropa, begitu pula perang antara zionis Israel melawan bangsa Palestina sedang terjadi di Timur Tengah.
ADVERTISEMENT
“Padahal luas wilayah Indonesia itu hampir sama dengan kawasan Timur Tengah yang terdiri dari 32 negara, juga sebanding dengan luas wilayah Benua Eropa. Itu sebabnya konsep moderasi beragama sangat diperlukan di Indonesia,” ucapnya.
Sumber: Departemen PPMAK PP DMI / Kemenag RI
Konsep moderasi beragama, ucapnya, memiliki sejumlah karakteristik, antara lain bersifat akomodatif terhadap tradisi dan budaya yang tidak merusak NKRI, serta menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama, serta menerima kenyataan adanya perbedaan dan persamaan di tengah kemajemukan NKRI.
“Misalnya di Jawa Barat, kita mengenal filosofi budaya Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh dan Silih Wangi di masyarakat Sunda. Lalu ada pula ajaran Tri Tangtu di Buana yang dicetuskan oleh Prabu Siliwangi. Jadi Insya Allah, Bapak dan Ibu para pengurus masjid, muballigh dan muballighah, akan mendapatkan banyak ilmu di sini,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya Ketua Pimpinan Pusat (PP) DMI Bidang Pembinaan Potensi Muslimah, Anak dan Keluarga (PPMAK), Dr. Hj. Maria Ulfah Anshor, M.Si., dalam sambutannya, menyatakan bahwa Program Masjid Ramah Anak, Lanjut Usia (Lansia), Penyandang Disabilitas dan Perempuan bersifat seiring dan sejalan dengan konsep Moderasi Beragama.
“Departemen PPMAK PP DMI dan Kemenag RI telah bekerja sama membuat modul pelati-han dan materi pembelajaran tentang Program Masjid Ramah Anak, Lansia, Penyandang Disabilitas dan Perempuan. Modul pelatihan ini mengutamakan dakwah yang merangkul, bukan memukul, mengajak, bukan mengejek, dan membina, bukan menghina,” tuturnya.
Dasar hukumnya, lanjut Dr. Maria Ulfah, adalah adanya Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman antara DMI dengan Kemenag RI.
ADVERTISEMENT
“Program ini menjadi kontribusi besar dari segenap pengurus DMI, Kemenag RI dan pengurus masjid, serta seiring dan sejalan dengan konsep Moderasi Beragama dari Kemenag RI,” ujarnya pada Selasa (23/01/24).
Menurutnya, sejumlah masjid di Indonesia juga terpilih menjadi program percontohan bagi Masjid Ramah Anak, Ramah Lansia dan Ramah Penyandang Disabilitas.
“Alhamdulillah, masjid-masjid percontohan itu juga mendapatkan bantuan dana dan fasilitas dari Kemenag RI senilai RP 50 juta per masjid, termasuk penyimpanan data digital di Sistem Informasi Masjid (SIMAS) yang dikelola oleh Kemenag RI,” paparnya.
Selain itu, ungkapnya, Masjid Ramah Anak juga sesuai dengan Konvensi Perlindungan Hak Anak yang ditetapkan oleh United Nations’s Children’s Fund (UNICEF). “Semoga pelaksanaan Program Masjid Ramah Anak semakin maju dan berkembang di Indonesia,” ungkap Dr. Maria Ulfah Anshor, M.Si.
Turut hadir dan memberikan laporan kegiatan Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Tata Usaha (TU) Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kemenag RI, Desmon Andrian, S.E., M.AB. Hadir juga Sekretaris Departemen PPMAK PP DMI, Prof. Dr. Hj. Kustini Kosasih, M.Si., dalam acara ini.
ADVERTISEMENT
Kemudian, terdapat dua orang pemateri sekaligus fasilitator utama dalam pelatihan ini, antara lain Dr. Hj. Iklillah Muzayyanah Dini Fajriyah, M.Si., yang juga Dosen dan Peneliti di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI).
Pemateri dan fasilitator lainnya dalam kegiatan ini ialah Prof. Dr. Muhbib Abdul Wahab, M.Ag., yang juga Dosen dan Peneliti di Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah di Kota Tangerang Selatan, Banten.
ADVERTISEMENT
Seperti dikutip dari laman resmi Kemenag RI, http://www.kemenag.go.id , definisi dari Moderasi Beragama ialah cara pandang, sikap dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandaskan prinsip adil, berimbang dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.
ADVERTISEMENT
Moderasi beragama bukanlah upaya memoderasikan agama, melainkan memoderasi pemahaman dan pengalaman kita dalam beragama.
Berdasarkan pantauan penulis, secara umum, kedua pemateri membahas tentang metode Analisa Puncak Gunung Es (Iceberg Analysis) sebagai alat untuk membedah dan memahami aneka ragam persoalan di wilayah Indonesia secara ilmiah dan terstruktur. Adapun pendekatannya menggunakan konsep moderasi beragama.
“Tedapat sembilan kata kunci dalam konsep moderai beragama, yakni Kemanusiaan, Kemasalahatan Umum, Adil, Berimbang, Taat Konstitusi, Komitmen Kebangsaan, Toleransi, Anti Kekerasan, dan Apresiasi Terhadap Tradisi,” tutur Dr. Hj. Iklillah Muzayyanah Dini Fajriyah, M.Si., pada Selasa (23/01/24) malam.
Adapun unit analisa dalam Iceberg Analysis, lanjutnya, ialah Event, kasus dan peristiwa, yakni fakta dan realitas berbasis data; Pola dan Tren, yakni perilaku masyarakat yang terlihat; Sistem Struktur, yakni hukum, adat dan kebijakan; serta Mental Model, yakni perspektif, nilai dan keyakinah hidup.
ADVERTISEMENT
"Kemudian ada Rethinking atau Refleksi Mental Model, Redesigning atau Pengarusutamaan Moderasi Beragama pada kebijakan, program dan kegiatan, serta Reframing atau Memastikan perilaku moderat dengan indikator terukur," ucapnya.
Satu unit analisa lainnya dalam Iceberg Analysis, ungkapnya, ialah Reacting atau Respon Baru yang Moderat. Iceberg Analysis juga dikenal dengan istilah U Process karena lukisan alur berpikirnya yang seperti huruf U. "Metode Analisa Puncak Guneng Es ini ditemukan oleh Ernest Hemingway,” imbuh Dr. Hj. Iklillah Muzayyanah Dini Fajriyah, M.Si.
Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si.
Direktur Bidang Media, Komunikasi dan Informasi PP PRIMA DMI.