Mengapa Harus Menunggu Perayaan Besar untuk Memberi?

Muhammad Ifan Fadillah
Mahasiswa Universitas Hasanuddin
Konten dari Pengguna
10 Agustus 2020 14:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ifan Fadillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hewan kurban untuk Idul Adha di Turki didandani sebelum disembelih Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Hewan kurban untuk Idul Adha di Turki didandani sebelum disembelih Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Beberapa hari yang lalu umat islam merayakan salah satu hari besarnya, yakni Idul Adha. Biasanya perayaan umat islam ini akan diselingi dengan pemotongan hewan kurban dan tidak lupa memberikannya kepada masyarakat miskin yang berada di sekitar kompleks tempat pemotongan hewan kurban dilakukan. Sebuah momentum perayaan yang hikmat “sebenarnya.”
ADVERTISEMENT
Untuk di kota tempat tinggal saya yakni Makassar, dilansir dari SindoNews.com, data dari Dinas Peternakan Sulsel Tahun 2020, dari total jumlah hewan kurban yakni 100.007, yang terbagi dalam hewan ternak sapi berjumlah 69.376 ekor, lalu kambing dan kerbau masing-masing 20,695 dan 9.936 ekor. Di Indonesia sendiri, dilansir dari katadata, Kementerian Pertanian menyatakan stok hewan kurban lokal masih cukup untuk kebutuhan idul Adha, yakni sebanyak 1.802.618 ekor, walaupun lebih rendah 3,5 % dari tahun yang lalu.
Di dekat rumah saya sendiri, ada sekitar 7-10 sapi dan belasan kambing yang diikat di sekitaran masjid. Tak lupa sang pemilik hewan kurban ramai-ramai memberikan informasi kepada beberapa orang khususnya orang miskin untuk mengambil daging sapi miliknya yang akan dibagikan di masjid saat setelah melakukan salat idul Adha.
ADVERTISEMENT
Tetapi saya melihat ada suatu anomali di masyarakat kita saat ini. Apa itu? Yakni persoalan menunggu momentum untuk mengaktualisasi kebaikan. Pernah kah kita mempertanyakan, mengapa hanya di perayaan-perayaan besar saja kita melihat masifnya pemberian makanan untuk orang miskin? Mengapa aktivitas itu tidak masif saat hari-hari biasanya?
Apakah ini terjadi hanya karena iming-iming imbalan amal yang berlipat ganda saat perayaan besar itu datang? Ataukah mungkin aktivitas memberikan makanan kepada orang miskin hanya bentuk prestise orang kaya, yang terkesan hanya bersifat formalitas, dalam artian untuk menungggu momentum untuk mengaktualisasikannya? Agar bisa menjadi bahan pembicaraan kepada sanak keluarga dan tetangga jika dirinya telah melakukan kurban dan memberikannya kepada orang miskin. Entah, saya-pun juga tidak mengetahuinya secara pasti.
ADVERTISEMENT
Padahal kita semua tahu bahwa aktualisasi kebaikan tidak bergantung dengan moment-moment besar datang. Ketika kita mempunyai sarana dan potensi untuk menyebarkan segala macam kebaikan termasuk memberikan makanan kepada orang miskin, maka hal itu haruslah segera untuk kita lakukan.
Penting juga diingat bahwa kondisi pandemi ini sebenarnya memaksakan kita untuk menguatkan rasa solidaritas antar umat manusia agar rasa solidaritas itu bisa masif dan berkelanjutan, apalagi di tengah krisis ekonomi dan krisis kesehatan yang membuat jutaan manusia mati, belum lagi persoalan pemutusan hubungan kerja. Pandemi Covid-19 ini melululantahkan ekonomi dunia, dilansir dari BBC, Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa pandemi virus merusak ekonomi dunia dan diperkirakan lebih buruk dari perkiraan sebelumnya. IMF memprediksi output ekonomi dunia tahun ini akan menyusut hampir 5% atau hampir 2% lebih buruk dari perkiraan yang dirilis pada bulan April.
ADVERTISEMENT
Selain itu dilansir dari CNBC Indonesia, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono mengatakan bahwa sudah sebanyak 3,05 juta orang pekerja di Indonesia yang terdampak PHK atau dirumahkan akibat virus corona ini, sejak tanggal 3 Maret 2020.
Semua dampak ini membuat semakin banyak masyarakat kita jatuh dalam jurang kemiskinan bahkan sampai mungkin harus mati kelaparan. Pertanyaannya lantas muncul, apakah kita harus menunggu momentum datang, agar bisa memberikan bantuan kepada masyarakat miskin khususnya yang berada di sekeliling kita?
Menutup tulisan ini, saya cuma ingin memberikan informasi bahwa perut orang miskin tidak menunggu momentum perayaan besar datang. Jika memang waktunya orang miskin itu mati kelaparan karena tidak punya makanan, maka terjadilah hal yang demikian. Kita pastinya tidak mau hal itu terjadi, tetapi menunggu momentum memberikan bantuan makanan kepada orang miskin mungkin bisa menjadi salah satu sebab hal itu terjadi.
ADVERTISEMENT
Terakhir saya punya pertanyaan singkat, mengapa dalam beberapa kesempatan kita sering mendengarkan pertanyaan yang ditujukan kepada orang miskin seperti “ Apakah Ibu/Bapak sudah makan hari ini?” biasanya hanya ditanyakan saat hari besar datang, apalagi saat momentum perayaan Idul Adha ini.
Silahkan menjawab sendiri dan jangan lupa kita semua haruslah terus menerus refleksi diri sendiri.
Selamat Idul Adha 1441 H/2020 dan maaf terlambat hehe