Konten dari Pengguna

Dampak RUU Penyiaran pada Kebebasan Pers dan Independensi Media di Indonesia

Muhammad Ilham
Saya Muhammad Ilham, mahasiswa yang sedang semangat menjalani perkuliahan di Universitas Medan Area
17 Juli 2024 6:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ilham tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber:https://www.canva.com/design/DAGLE67CWts/3kR92eojbJsgIZpLyn6_mQ/edit?utm_content=DAGLE67CWts&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton
zoom-in-whitePerbesar
Sumber:https://www.canva.com/design/DAGLE67CWts/3kR92eojbJsgIZpLyn6_mQ/edit?utm_content=DAGLE67CWts&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
RUU Penyiaran di Indonesia merupakan upaya penting untuk menyesuaikan regulasi penyiaran dengan perkembangan teknologi dan dinamika sosial saat ini. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas siaran, melindungi kepentingan publik, dan mendukung keberagaman serta pluralisme di industri penyiaran.
ADVERTISEMENT
Namun, terdapat beberapa kekhawatiran yang perlu diperhatikan. Pertama, potensi pembatasan kebebasan pers dan independensi media, yang dapat berdampak negatif pada kebebasan berekspresi. Kedua, dampak regulasi yang ketat terhadap pelaku industri kecil dan baru, yang mungkin kesulitan untuk bersaing dengan pemain besar yang lebih mapan.
Oleh karena itu, penting bagi RUU ini untuk dirancang dan diimplementasikan secara transparan, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dan memastikan adanya mekanisme pengawasan yang adil dan akuntabel. Dengan pendekatan yang tepat, RUU Penyiaran dapat menjadi landasan yang kuat untuk industri penyiaran yang lebih sehat dan berkelanjutan di Indonesia.
RUU Penyiaran terbaru di Indonesia menimbulkan kekhawatiran mengenai dampak potensial terhadap modal sosial pers. Beberapa pasal dalam RUU ini, seperti pemberian kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik, dinilai bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 sehingga berpotensi mengurangi independensi pers. Tujuh pasal tersebut mengundang perbincangan publik khususnya di kalangan awak media. Diantaranya, Pasal 8A ayat (1) huruf Q; Pasal 28A ayat 1-3; Pasal 34F ayat (2) huruf E; Pasal 42 ayat 2; Pasal 50B ayat (2) huruf C; Pasal 50B ayat (2) huruf K; dan Pasal 51E.
ADVERTISEMENT
Dalam penjabaran pasal di atas, ada salah satu yang paling disoroti dalam kasus RUU Penyiaran dalam dunia pers adalah pelarangan jurnalisme investigatif dan konten yang dianggap mengandung pencemaran nama baik dan fitnah dapat. Dalam hal ini adalah 50 B ayat (2) huruf C dan K. Dalam konteks upaya untuk memperketat kontrol atas konten media, pembatasan produk jurnalisme investigatif dapat membatasi kemampuan pers untuk memantau dan mengungkap permasalahan sistemik dan aktivitas ilegal. Selain itu, pengendalian konten oleh otoritas penyiaran, sebagaimana dituangkan dalam RUU Penyiaran yang baru, dipandang sebagai ancaman terhadap independensi media. Kendati pengendalian tersebut bertujuan untuk melindungi masyarakat dari konten berbahaya, justru ini memunculkan kekhawatiran bahwa pihak berwenang seperti KPI akan menyalahgunakan kewenangannya dalam membatasi akses masyarakat terhadap informasi penting dan kontroversial. Sehingga mengurangi ruang untuk beragam perspektif dan opini. Kombinasi kendala hal teknis jurnalisme investigatif dan kontrol konten oleh otoritas penyiaran terkesan membentuk paksa kerangka peraturan yang dapat menghambat kebebasan media secara keseluruhan. Hal ini menekankan pentingnya menyeimbangkan perlindungan kebebasan berekspresi dengan persyaratan peraturan yang tepat untuk menjamin kualitas dan integritas informasi yang diberikan kepada publik.
ADVERTISEMENT
RUU Penyiaran jelas menimbulkan ancaman serius terhadap kebebasan dan independensi pers di Indonesia. Dengan menggunakan kekerasan simbolik, negara dapat mempertahankan kontrolnya atas media, membungkam perbedaan pendapat, dan membatasi keragaman sudut pandang yang tersedia bagi masyarakat. Hal ini tidak hanya melemahkan norma-norma demokrasi seperti kebebasan berpendapat dan kebebasan pers, tetapi juga mengikis kepercayaan mendasar antara media dan audiensnya.
RUU Penyiaran juga memiliki dampak signifikan terhadap industri media digital di Indonesia. Dengan peraturan yang lebih ketat, ada kekhawatiran bahwa inovasi dan kebebasan berekspresi di platform digital dapat terhambat. Pembatasan konten dan kontrol yang ketat oleh otoritas penyiaran dapat membatasi ruang kreatif bagi pembuat konten digital dan mengurangi keberagaman informasi yang tersedia bagi masyarakat. Namun, jika diimplementasikan dengan bijak dan melibatkan pemangku kepentingan dari industri digital, RUU ini juga bisa menjadi alat untuk memastikan kualitas dan akurasi informasi, serta melindungi masyarakat dari konten yang merugikan. Menyeimbangkan regulasi dan kebebasan adalah kunci untuk membina lingkungan media digital yang sehat. RUU Penyiaran perlu diterapkan dengan bijak untuk memastikan perlindungan informasi dan inovasi dalam media digital, serta menjaga kebebasan berekspresi yang seimbang.
ADVERTISEMENT