Meningkatnya Kasus Perceraian Pada Masa Pandemi COVID-19

Muhammad Ilham Arfandi
Mahasiswa dari Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
14 Oktober 2021 15:28 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ilham Arfandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi cerai atau perceraian. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerai atau perceraian. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Kementrian Kesehatan Indonesia, perkembangan kasus COVID-19 pertama kali muncul di kota Wuhan pada tanggal 30 Desember 2019. Virus Corona ini menyebar sangat cepat bahkan sampai ke seluruh belahan dunia. Hingga hari ini negara yang terkonfirmasi terkena virus Corona mencapai 237 negara termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 merupakan sebuah permasalahan global yang tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, melainkan berdampak pula pada sektor perekonomian dan berdampak pada permasalahan kependudukan, salah satunya peningkatan kasus perceraian akibat dari pandemi COVID-19.
Selain dalam Indonesia mengalami penurunan di sektor perekonomian secara global, pandemi COVID-19 telah berdampak kepada perubahan peta ekonomi rumah tangga, baik dalam hal pemasukan dan pengeluaran. Sehingga, tidak jarang kehidupan rumah tangga kehilangan fungsi keseimbangannya yang mengakibatkan mereka sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup dan banyak dari mereka yang menyelesaikan masalahnya dengan perceraian.
Selama pandemi COVID-19 penyumbang faktor terbesar pasangan suami istri melakukan perceraian yaitu karena perselisihan atau pertengkaran dan masalah ekonomi (Tristanto, 2020). Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memutus rantai penyebaran virus Corona dengan menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Social distancing, dll. Kebijakan ini menuntut masyarakat untuk melakukan aktivitas dari rumah, seperti kegiatan belajar, beribadah, hingga bekerja.
ADVERTISEMENT
Dampak dari pandemi COVID-19 ini telah menurunkan peluang mereka dalam menghasilkan pendapatan sehari-harinya, bahkan sampai 1.943.916 pekerja yang di PHK secara besar-besaran yang terdiri dari 114.340 perusahaan (Yamali & Putri,2020). Akibat dari faktor tersebut mengakibatkan ketidakstabilan finansial dalam rumah tangga, sehingga suami tidak lagi memberi nafkah kepada keluarganya dan tidak memenuhi kebutuhan hidupnya, yang akhirnya menimbulkan permasalahan di dalam rumah tangga yang tidak menutup kemungkinan terjadinya perceraian.
COVID-19 menyumbangkan angka perceraian dalam jumlah yang tinggi di Indonesia. Saat awal penerapan pembatasan social berskala besar (PSBB) pada bulan April dan Mei 2020, perceraian di Indonesia di bawah 20.000 kasus, namun pada bulan Juni dan Juli 2020, jumlah perceraian meningkat menjadi 57.000 kasus (Hadayanti, 2021;Subardhini, 2021). Jumlah kasus gugatan cerai melonjak hingga 80 persen yang diajukan ke Pengadilan Agama mayoritas diajukan oleh pihak istri.
ADVERTISEMENT
Jika ditinjau lebih jauh, peningkatan kasus perceraian paling tinggi terjadi di provinsi Jawa Tengah . Provinsi Jawa Tengah sebagai wilayah paling banyak mengalami peningkatan kasus perceraian. Berdasarkan data Pengadilan Agama Kabupaten Banyumas, mencatat pada bulan Juni 2020 sebagai bulan menuju new normal terdapat peningkatan sebesar 48 kasus, dibandingkan keadaan normal bulan Januari 2020 bila jumlah tersebut disandingkan saat pandemi pada bulan Maret-Mei ada peningkatan sebanyak 464 kasus. Hal ini bermakna bahwa dalam suatu hari terdapat sekitar 24 pasangan yang mendaftarkan perceraiannya.
Keadaan ekonomi yang semakin sulit di masa pandemi, menjadi salah satu alasan kuat terjadinya konflik yang terjadi di dalam hubungan suami istri. Banyak suami yang di PHK pada masa pandemi yang mengakibatkan ketidakstabilan finansial dalam rumah tangga, sehingga suami tidak lagi memberi nafkah kepada keluarganya dan tidak memenuhi kebutuhan hidupnya, yang akhirnya menimbulkan permasalahan di dalam rumah tangga yang tidak menutup kemungkinan terjadinya perceraian.
ADVERTISEMENT
Fauziah et al. (2020) dalam analisisnya menjelaskan bahwa selama pandemi COVID-19, angka perceraian di Indonesia meningkat akibat kesulitan ekonomi yaitu sebesar 5 persen. Akibat pandemi COVID-19, perubahan ekonomi yang terjadi tidak mampu diterima oleh semua keluarga (Wijayanti, 2020). Ada keluarga yang tidak memeliki cukup tabungan untuk menghadapi kondisi darurat dan secara tiba-tiba seperti pandemi ini. Akhirnya kerap terjadi konflik, masing-masing memiliki keinginan serta gagasan yang ingin dihargai dan dilaksanakan, sementara pihak lainnya memiliki harapan yang berbeda (Wijayanti, 2020).
Selain itu, pandemi COVID-19 merupakan masalah bagi seluruh pasangan suami istri khususnya bagi pasangan yang menikah di bawah umur. Hal tersebut dikarenakan pasangan yang menikah di bawah umur belum siap mengatasi lika-liku pertikaian yang mereka jumpai seperti pada saat pandemi COVID-19. Ketidaksiapan pasangan tentu berhubungan dengan tingkat kedewasaan, dan cara berpikir, serta bertindak dalam mengambil keputusan di rumah tangga.
ADVERTISEMENT