Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Film Horor: Stereotip Islamophobia dan Desakralisasi Agama yang Terselubung
30 Maret 2024 16:41 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Ilhamsyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
lubung
Film horor menjadi salah satu media yang cukup digandrungi oleh masyarakat Indonesia, khususnya bagi anak muda yang senang memicu adrenalin mereka. Tontonan dan cerita yang merepresentasikan tentang hal-hal yang berbau mistis dan ghaib seakan tak pernah kehilangan pemintanya. Apalagi jika film tersebut membahas sesuatu yang berkaitan dengan unsur keagamaan, penonton seakan hadir di tengah narasi yang memberikan paradigma kehadiran hal-hal ghaib dalam kehidupan penonton. Akan tetapi bagaimana jika film tersebut adalah sebuah bagian dari propaganda Islamophobia dan desakralisasi terhadap nilai-nilai keagamaan? Dalam artikel ini penulis berusaha membahas dan menganalisis fenomena yang cukup ramai beredar di kalangan masyarakat saat ini.
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah muslim terbesar di dunia, hal ini membuat masyarakat Indonesia tidak bisa lepas dari aspek keislaman dalam kesehariannya. Begitu pula dalam aspek hiburan khususnya dalam industri film, perlahan banyak industri film di Indonesia yang mengangkat tema yang menggunakan atribut keagamaan. Tentunya dengan memasukan istilah dan simbol keagamaan, maka penonton akan semakin tertarik untuk mengulik dan menonton film tersebut, terutama masyarakat muslim yang menjadi mayoritas penduduk di Indonesia. Memasukan unsur keagamaan dalam sebuah karya visual membuat jiwa penonton seakan-akan hadir di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah telah mengungkap fenomena yang mengkhawatirkan terkait desakralisasi agama yang terselubung dalam film-film horor. Penelitian ini dilakukan dengan menyoroti bagaimana karakter-karakter antagonis dalam film-film horor sering kali memiliki atribut atau identitas yang secara tidak langsung dikaitkan dengan Islam, memperkuat citra negatif tentang agama tersebut. Dengan meninjau beberapa film horor terkenal, peneliti menemukan pola yang mencolok di mana Semisalnya pemimpin agama yang kalah dengan kekuatan setan, pada saat berdoa setan tetap mengganggu, hingga saat sholat dan melakukan ibadah pun dapat kerasukan setan. Selain itu terkadang penjahat yang terdapat dalam film tersebut menggunakan simbol-simbol yang berhubungan agama Islam. Hal tersebut dikahawatirkan dapat membangun stereotip desakralisasi terhadap agama dan Islamophobia yang berkembang di kalangan masyarakat nantinya.
menurut Svensson Lapian desakraliasai merupakan suatu upaya untuk menurunkan sifat religi dan mengedepankan rasionalitas dalam menghadapi suatu konflik. Desakralisasi yang terjadi dalam sebuah film horor banyak terjadi pada adegan-adegan peribadahan, hal ini tentunya akan membangun paradigma malas beribadah karena ada suatu sosok ghaib yang mengintai dan mengganggu. Sehingga paradigma tersebut akan menimbulkan kecemasan dalam diri seseorang bahkan dalam keadaan beribadah kepada Allah SWT. Terkadang beberapa ayat al-Qur’an juga disalahgunakan dalam film horor, seperti digunakan untuk ritual ajaran sesat dan ilmu hitam. Padahal dalam pembelajarannya seorang muslim tidak pernah diajarkan untuk menyalahgunakan ayat-ayat al-Qur’an.
ADVERTISEMENT
Penjelasan yang bias dari sebuah film horor menyebabkan paradigma yang bias pula, teruatama terhadap orang awam yang hidup di lingkungan tradisional yang syarat akan nilai mistis dan hal-hal ghaib. Propaganda Islamophobia dalam film horor adalah contoh bagaimana narasi media dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap agama dan budaya tertentu. Penting bagi kita untuk mempertanyakan dan memahami dampak sosial dari representasi media yang tidak seimbang hingga dapat memperkuat perspektif yang negatif terhadap agama.
Menurut penuturan beberapa narasumber yang telah menonton film horor yang memiliki kaitan dengan nuansa dan simbol agama Islam, film horor yang menggunakan simbol agama Islam dapat melemahkan mental dan iman, khususnya ketika kita mau beribadah terkadang terbesit hal-hal yang berbau horor dalam film tersebut. Sangat disayangkan sekali, karena sebagai umat muslim kita seharusnya bisa mempertebal iman kita dengan beribadah bukan menjadi takut beribadah karena kita memiliki paradigma bayang-bayang gangguan hal-hal ghaib. Hal tersebut menyebabkan kita menjadi tidak fokus dalam beribadah, padahal kita tahu bahwasannya kita sedang menghamba pada zat yang lebih tinggi dari segala ciptaan-Nya.
ADVERTISEMENT
Beberapa film horor juga membangun paradigma yang sesat, seperti adegan guru di salah satu pesantren yang mengajarkan hal-hal yang berbau musyrik dan mengarah pada kesesatan. Hal ini justru akan membangun paradigma yang negatif terhadap pondok pesantren karena gurunya mengajarkan aliran yang buruk, hal tersebut juga akan membangun perspektif anak untuk masuk ke pesantren karena memiliki nuansa horor. Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang diajarkan di pondok pesantren sebagai lembaga yang mencetak para ulama-ulama dan generasi penerus bangsa. Secara tidak langsung hal ini menjadi sebuah propaganda Islamophobia dengan mengembangkan stereotip yang negatif terhadap Islam dalam film horor tersebut.
Studi ini juga menyoroti perlunya kesadaran kritis dari penonton terhadap narasi yang disajikan dalam film-film populer, serta panggilan untuk produsen film untuk lebih bertanggung jawab dalam penggambaran karakter-karakter berdasarkan keberagaman yang sesungguhnya. Dengan menyoroti kecenderungan propaganda Islamophobia dalam film horor, tulisan ini diharapkan dapat memicu dialog yang lebih luas tentang pentingnya representasi yang inklusif dan adil dalam industri film global.
ADVERTISEMENT
Propaganda Islamophobia dalam film horor bukan hanya masalah kesehatan sosial dan mental saja, tetapi juga masalah hak asasi manusia dan keadilan. Dengan menyuarakan keprihatinan kita terhadap penggambaran yang bias dalam film-film tersebut, kita dapat berkontribusi pada penciptaan masyarakat yang lebih inklusif dan menghormati keberagaman budaya dan agama satu sama lain.