Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Konsumsi Konten Instan Sebabkan Otak Alami Pembusukan
5 Maret 2025 10:20 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Ilhamsyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Di era modern yang serba digital ini, setiap orang tidak pernah bisa lepas dari gadget setiap waktu. Akan tetapi, tahukan kalian jika mengonsumsi konten singkat yang receh di media sosial dapat menyebabkan brainrot. Brainrot juga sering dianggap sebagai situasi dimana otak mengalami kebusukan, dalam artian otak tersebut jarang digunakan. Terus kenapa si mengonsumsi konten instan di media sosial bisa menyebabkan brainrot? Yuk kita sama-sama simak lebih lanjut dalam pembahasan artikel ini!
ADVERTISEMENT
Brainrot, Apa itu?
Merujuk pada kamus Oxford, Brainrot merupakan kemerosotan kondisi mental atau intelektual seseorang, sebagai akibat dari konsumsi berlebihan materi terutama konten online yang dianggap remeh atau tidak menantang. Brainrot merujuk pada kondisi di mana otak jarang digunakan untuk berpikir secara mendalam, sehingga daya analisis dan pemrosesan informasi menjadi lambat. Otak menjadi salah satu bagian tubuh terpenting dalam tubuh kita. Sama seperti otot yang harus dilatih agar tetap kuat, otak juga memerlukan stimulasi agar tetap optimal. Ketika kita berpikir, otak kita bekerja dan berkembang. Sebaliknya, jika kita terbiasa mengonsumsi informasi instan tanpa perlu berpikir kritis, kemampuan otak untuk menganalisis dan menyerap informasi pun menjadi tumpul.
Manusia vs. Hewan: Gunakan Akal atau Sekadar Insting
Kita semua tahu bahwa baik manusia maupun hewan memiliki otak, tetapi perbedaannya keduanya terletak pada bagaimana cara menggunakannya. Hewan bertindak berdasarkan insting, sementara manusia diberikan akal untuk berpikir. Bahkan Imam Al-Ghazali pernah berkata, "al-insanu hayawanun nathiq", yang berarti manusia adalah hewan yang berakal.
ADVERTISEMENT
Jika kita hanya menjalani hidup tanpa menggunakan akal untuk berpikir secara kritis, apa bedanya kita dengan hewan? Makan, tidur, dan bertahan hidup adalah kebutuhan dasar yang juga dilakukan oleh hewan. Namun, manusia memiliki kemampuan untuk menganalisis, berinovasi, dan menciptakan sesuatu. Sayangnya, jika kita terus-menerus mengandalkan informasi instan yang tidak memerlukan pemikiran mendalam, maka kemampuan berpikir kita akan semakin menurun.
Media Sosial dan Efek Brainrot
Salah satu penyebab utama brainrot di zaman sekarang adalah konsumsi berlebihan terhadap konten video singkat yang receh. Konten seperti ini memang menghibur, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan, hal tersebut dapat membuat otak kita terbiasa dengan pola pikir dangkal. Saat ini, hampir semua orang, terutama anak muda, hidup berdampingan dengan gadget 24/7. Media sosial telah menjadi tempat utama untuk mencari hiburan, dan tidak jarang kita menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk scrolling media sosial tanpa tujuan.
ADVERTISEMENT
Platform media sosial yang menyediakan video singkat, seperti (sebut saja tiktok), menjadi salah satu media yang memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap fenomena brainrot. Video yang ada di platform tersebut sering kali tidak membutuhkan pemikiran kritis. Misalnya, tren joget-joget tanpa makna, quotes tanpa sumber jelas, konten fear of missing out (FOMO), hingga penyebaran hoaks yang semakin marak dan tak terkendali.
Dampak Buruk dari Konten Instan
Ketika kita terlalu sering mengonsumsi konten singkat tanpa pemikiran mendalam, otak kita akan kehilangan kebiasaannya untuk berpikir kritis. Akibatnya, ketika dihadapkan pada persoalan yang membutuhkan analisis yang serius dan lebih mendalam, kita menjadi lebih lambat dalam memproses informasi dan mengambil keputusan.
Hal ini terlihat dari banyaknya komentar di media sosial yang sering kali tidak berbobot, penuh emosi, dan cenderung menyebarkan kebencian tanpa dasar. Jika dibandingkan dengan media sosial lain seperti Twitter, di mana kebanyakan pengguna setidaknya harus membaca isi dari postingan terlebih dahulu sebelum berkomentar. Meski begitu, Twitter juga mempunyai banyak sisi negatif, namun setidaknya ada usaha untuk memahami informasi sebelum berinteraksi.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Menghindari Brainrot?
Tidak ada yang salah dengan mencari hiburan melalui media sosial, tetapi jika dilakukan secara berlebihan, itu bisa menjadi masalah besar. Berikut beberapa cara untuk menjaga kesehatan otak dan menghindari brainrot. Seperti membaca buku, menulis jurnal, melakukan hobi yang produktif, dan mengurangi konten receh di media sosial. Membaca dapat melatih otak untuk berpikir dan menganalisis informasi secara mendalam. Selain itu, ketika kita menulis kita akan menstimulus otak untuk berpikir dalam menyusun kata-kata yang logis. Melakukan hobi yang produktif seperti bermain permainan yang mengasah otak juga dapat melatih daya pikir kita. Mengurangi konten receh di media sosial juga dapat mencegah penurunan kualitas otak kita.
Pada akhirnya, media sosial hanyalah tempat untuk mencari hiburan. Bagaimana kita menggunakannya akan menentukan dampaknya tergantung pada diri kita sendiri. Jika digunakan dengan bijak, media sosial bisa menjadi sumber informasi yang bermanfaat. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, ia bisa menjadi penyebab brainrot yang merusak cara kita berpikir. Jadi, mari kita lebih bijak dalam menggunakan media sosial dengan lebih bijak lagi dalam mengonsumsi konten di media sosial.
ADVERTISEMENT