Ketika Mudik Dilarang

Muhammad Iqbal PhD Psikolog
Seorang Psikolog Bekerja sebagai seorang konselor pernikahan dan Owner Rumah Konseling, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Periode 2016-2021.Saat Dosen Tetap Psikologi Universitas Paramadina. Ketua STIE Swadaya Jakarta
Konten dari Pengguna
26 April 2021 11:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Iqbal PhD Psikolog tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ketika Mudik Dilarang
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Lebaran Idul Fitri Tahun 2021 segera tiba, tidak terasa sudah setahun lebih pandemi covid-19 terjadi, setelah tahun 2020 pemerintah membuat kebijakan larangan mudik, kali ini pemerintah kembali akan menerapkan kebijakan larangan mudik saat pandemi sebagaimana tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Kebijakan ini tentu saja menuai pro dan kontra, karena mudik adalah budaya masyarakat muslim di seluruh dunia dan nusantara yang dilakukan saat hari raya idulfitri.
Dari beberapa referensi, Secara etimologi, kata "mudik" dalam istilah Betawi juga mengartikan "menuju udik" (pulang kampung). Dalam Bahasa minang mudik juga diartikan mudiak atau pergi ke suatu tempat atau mudiak juga bisa diartikan ke arah Utara, ke arah bagian atas dan ke arah hulu.
Demikian juga dalam Bahasa Melayu, mudik di artikan sebagai kepulangan, seperti kata pepatah “Hilir-Mudik” yang artinya ke sana-kemari atau mondar-mandir.
com-Ilustrasi kemacetan kala mudik Lebaran Foto: Shutterstock
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Mudik disamaartikan dengan pulang kampung adalah kegiatan perantau/pekerja migran untuk pulang ke kampung halamannya. Jadi secara harfiah makna mudik dapat artikan sebagai adalah aktivitas pergi dari suatu ke tempat ke tempat lain dengan tujuan untuk kembali mengunjungi tempat asalnya bertemu dengan orang tua, kerabat dan sanak saudara untuk merayakan hari raya.
ADVERTISEMENT
Mudik juga bisa terjadi pada dalam kota, luar kota bahkan luar negeri, sehingga mudik merupakan sesuatu yang tidak hanya bersifat lokal maupun global. Dalam konteks mudik lebaran maka dapat didefinisikan sebagai sebuah perjalanan dari tempat tinggal menuju kampung halaman dengan tujuan silaturahmi untuk merayakan lebaran Hari Raya Idul Fitri.
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang merantau, baik di dalam dan luar negeri, mudik adalah sebuah rutinitas, karena mereka masih memiliki orang tua dan keluarga di kampung halaman, ada istilah yang selalu menjadi rujukan dalam Bahasa Jawa yaitu “mangan ora mangan sing penting kumpul” walaupun tidak memiliki uang, yang penting bisa kumpul.
Sehingga dengan slogan ini terkadang para perantau mengupayakan bagaimanapun harus bisa pulang, walaupun kehidupan susah dan keuangan terbatas. Demikian juga dengan para pekerja musiman di kota-kota besar mudik adalah kesempatan bagi mereka untuk kembali kepada keluarga karena kampung halaman adalah rumah mereka.
ADVERTISEMENT
Namun ada pula mudik yang tidak wajib, yaitu bagi mereka yang sudah tidak memiliki orang tua di kampung halaman, mereka hanya ingin ziarah atau bersilaturahmi dengan kerabat dan handai taulan sehingga masih bisa di tunda. Mudik dalam bentuk silaturahmi ini biasanya tidak dilakukan setiap lebaran, namun sesuai kebutuhan dan kondisi keuangan, misalnya Ketika ada yang pesta pernikahan, ada yang meninggal dunia, atau ada acara adat keluarga.
Mudik adalah Terapi Jiwa
Dalam perspektif psikologi, mudik adalah melepaskan kerindungan berkumpul dengan orang tersayang untuk merayakan hari kemenangan, rindu yang terpendam serta nostalgia akan kampung halaman bertemu dengan orang tua dan saudara merupakan salah satu cara mencapai kebahagiaan.
Demikian juga bagi masyarakat perkotaan yang saat ini hidupnya sangat tergantung dengan internet dan media sosial yang penuh dengan “rekayasa” dan tidak apa adanya. Dalam keluarga saat ini banyak didapati keluarga yang jarang bertegur sapa, komunikasi yang kaku karena mereka focus kepada ruang maya, buka ruang nyata, seperti game online, film, media sosial yang akhirnya mereka menjadi keluarga seperti pohon yang kering.
ADVERTISEMENT
Mudik bisa menjadi sarana terapi bagi keluarga yang sudah terlalu terkontaminasi dengan ruang maya, sehingga hidupnya tidak seimbang. Selama perjalanan menuju mudik akan terjadi interaksi, komunikasi dan kelekatan, demikian juga di kampung halaman yang biasanya di pedesaan, susah sinyal, sehingga anak-anak bebas dari gadget, game, film, media sosial dan mereka bebas bermain di alam dan itu semua adalah terapi alam yang bisa memulihkan pikiran, perasaan dan perilaku bebas dari adiksi.
Hasil Penelitian
Pada tahun 2020, saya (Muhammad Iqbal) dan Dhani Irmawan peneliti Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana melakukan penelitian tentang mudik, riset tersebut berjudul “Perilaku Mudik Saat Pandemik Covid-19”. Penelitian ini dilakukan secara online pada H-2 sebelum lebaran Tahun 2020, pada saat pemerintah sudah mengumumkan pelarangan mudik. Responden penelitian adalah adalah masyarakat yang berdomisili di Jabodetabek, pengumpulan data berlangsung pada tanggal 21-26 Februari 2020.
ADVERTISEMENT
Jumlah responden yang didapatkan berjumlah 109 orang yang berasal dari berbagai profesi, yaitu karyawan swasta, mahasiswa, wirausaha, dosen, professional, ASN/TNI/Polri.
Sikap Terhadap Larangan Mudik
Dari hasil Analisa data menunjukkan bahwa 91.7% responden menyatakan bahwa mereka mematuhi larangan mudik oleh pemerintah
Perasaan Responden Saat adanya larangan mudik dari pemerintah
Sejumlah 45% responden merasa sedih, 36.7% biasa saja dan 11% merasa kecewa atas kebijakan larangan mudik oleh pemerintah
Anjuran Mudik Virtual
Demikian juga dengan anjuran mudik virtual oleh pemerintah, 45% responden mendukung anjuran mudik virtual, dan 42.2% responden menganggap biasa saja dan 11% tidak mendukung
Sikap Responden Terhadap Larangan Mudik
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa sebanyak 45% responden menyatakan bahwa responden merasa sedih, 36,7% menjawab perasaannya biasa saja serta 11% menyatakan kecewa. Hal ini juga memperlihatkan bahwa aktivitas mudik memiliki arti tersendiri bagi mereka yang merantau.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 37,6% responden juga menyebutkan bahwa mereka belum mengetahui kapan rencana mudik yang akan dilakukan berikutnya. Sebanyak 22% menyatakan setelah lebaran tahun ini juga mereka akan mudik. Sejumlah 17,4% responden menyatakan akan melakukan aktivitas mudik di tahun depan. Masyarakat sudah bisa menerima kenyataan bahwa tahun 2020 ini mereka tidak bisa mudik.
Aktivitas Mengisi Waktu saat tidak mudik
Ketika tidak bisa mudik, responden mengkonfirmasi sebanyak 69,7% melakukan aktivitas silaturahmi melalui telepon atau dengan video call untuk tetap berkomunikasi dengan keluarga di kampung halaman. Sebanyak 17,4% menyebutkan dengan istirahat di rumah saja. Mereka lebih memikirkan kondisi kesehatan orang tua serta sanak keluarga di kampung halaman ketika memutuskan tidak mudik.
Obat Rindu Saat Tidak Mudik
ADVERTISEMENT
Untuk mengobati rasa rindu dengan kampung halaman, beberapa cara dilakukan oleh responden. Sebanyak 94,5% menyebutkan bahwa mereka akan tetap berkomunikasi dengan keluarga di kampung halaman menggunakan telepon/video call.
Kemudian seiring dengan perkembangan teknologi sebanyak 55% responden memilih untuk menggunakan video call untuk berkomunikasi agar dapat melihat kondisi dan keadaan keluarganya. Sedangkan 25,7% menggunakan media sosial untuk menanyakan kabar dan 18,3% menggunakan telepon.
Perbandingan Memberikan Hadiah Ketika Mudik dan Ketika Tidak Mudik
Selain menanyakan kabar dan ingin mengobati rasa rindu, ada aktivitas lain yang juga menjadi kebiasaan yang baik di masyarakat adalah dengan memberi hadiah lebaran atau membagikan uang kepada saudara di kampung halaman. Hal ini dikonfirmasi dengan responden yang menjawab sebanyak 89% responden memberikan hadiah atau uang lebaran tersebut Ketika mudik.
ADVERTISEMENT
Begitu juga ketika ada larangan mudik, sebanyak 78% responden menyatakan tetap mengirimkan hadiah atau uang ke kampung halaman untuk tetap berbagi dengan orang tua dan sanak saudara dengan jumlah nominal yang bervariasi.
Hal ini dilakukan untuk paling tidak mengurangi rasa sedih dan perasaan bersalah karena tidak bisa mengunjungi kampung halaman. Namun menunjukkan bahwa frekuensi memberi hadiah lebih besar Ketika mudik, artinya pendapatan tambahan penghasilan/hadiah bagi saudara di kampung halaman berkurang
Sikap keluarga di kampung
Ketika tidak bisa mudik, responden penelitian ini menyebutkan bahwa keluarga yang ada di kampung halaman akan merasa sedih dan juga kecewa. Hal ini terlihat dari sebanyak 42.2 % menyatakan kesedihan tersebut serta 31.2 % merasa tidak meriah/tidak ramai, dan 10.1% merasa diabaikan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
1. Mudik lebaran adalah salah satu budaya positif bangsa yang merupakan bagian dari merayakan hari kemenangan setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadhan, sehingga bagi mereka yang masih memiliki orang tua di kampung halaman mudik adalah sebuah keharusan.
2. Imbauan larangan mudik oleh pemerintah patuhi oleh masyarakat, walaupun tidak bisa digeneralisasi bahwa semua orang dilarang mudik, karena ada beberapa elemen masyarakat yang masih memiliki orang tua di kampung halaman, pekerja musiman, pekerja migran dari luar negeri dan kesempatan mudik hanya ada ketika waktu libur lebaran.
3. Kehadiran media sosial dan teknologi informasi sangat membantu dalam mengobati rasa rindu saat hari lebaran tiba dengan mengadakan lebaran virtual dengan sanak saudaran, namun kebijakan larangan mudik akan berdampak kepada perekonomian di kampung halaman, karena Ketika tidak mudik hadiah ataupun pemberian uang kepada sanak saudara juga berkurang.
ADVERTISEMENT
4. Pelarangan mudik akan semakin dipatuhi jika pemerintah konsisten dengan kebijakannya, karena masih dibukanya lokasi wisata, masuknya warga negara asing dari luar negeri telah menimbulkan polemik dan dianggap kebijakan yang inkonsisten
5. Kebijakan mudik juga harus diawali oleh keteladanan para pemimpin khususnya pejabat karena mereka memiliki celah dengan menggunakan modus melaksanakan tugas negara ataupun surat tugas khusus.
Muhammad Iqbal, Ph.D Psikolog
CEO Rumah Konseling