Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Revolusi Mental POLRI
16 Oktober 2022 23:44 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Muhammad Iqbal PhD Psikolog tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Muhammad Iqbal, Ph.D Psikolog
Alumni PPRA-54 Lemhannas RI
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa bulan belakangan ini, institusi Polri kembali mengalami goncangan, setelah ramai sebelumnya kasus Kadiv Propam Irjen FS membunuh ajudannya, penembakan gas air mata di Kanjuruhan Malang oleh anggota Polri yang merenggut 132 nyawa, kini kasus terbaru adalah kasus Irjen TM yang di tangkap karena di duga menjual barang bukti Narkoba.
Ada banyak lagi kasus-kasus tindak pidana yang dilakukan oleh oknum anggota polri seperti beking judi, pungli, selingkuh, penyalahgunaan narkoba, pemerasan, kekerasan, arogansi, gaya hidup mewah, merampok, pelaku pencabulan/perkosaan, budaya setoran, bahkan isu homoseksual oleh sekelompok oknum di tubuh polri yang sempat ramai di media massa
Apa yang di tampilkan di hadapan publik saat ini adalah ibarat fenomena gunung es, yang tentu saya menunjukan kelemahan institusi Polri, sehingga wajar saja bila indeks persepsi kepercayaan masyarakat kepada institusi Polri menurun drastis jauh dibawah Kejaksaan dan KPK sebagai institusi penegak hukum
ADVERTISEMENT
Anggota Polri yang seharusnya menegakan hukum, malah terdepan dalam pelanggaran hukum, wajar saja akhirnya kepercayaan masyarakat menurun drastis dan tentu saja bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, ini tentu saja situasi yang berat karena posisi Polri saat ini dimata masyarakat berada pada titik terendah
Akhirnya Presiden RI Joko Widodo memanggil seluruh pimpinan polri dan memberikan pengarahan langsung yang menunjukan bahwa kondisi saat ini dalam keadaan krisis yang luar biasa, sehingga memerlukan aksi yang luar biasa pula sebagaimana yang sudah di canangkan pemerintah yaitu revolusi mental. Presiden menilai masih banyak terjadi pungli, kesewenang-wenangan, mencari-cari kesalahan, gaya hidup mewah, serta respon yang lamban dalam menyikapi berbagai keluahan dan pemberitaan
Revolusi Mental di tubuh polri sangat diperlukan dengan segera, karena Polri adalah aparat penegak hukum, yang tentu saja harusnya mampu menegakkan hukum menjadi contoh, bila ini terus terjadi dikhawatirkan akan terjadi pembangkangan hukum dan perlawanan dari masyarakat. Polri adalah garda terdepan dalam keamanan, ketertiban dan penegakan hukum, lalu kenapa malah terdepan melanggar hukum?
ADVERTISEMENT
Apalagi era digital, dimana tingkat kepekaan masyarakat begitu tinggi, media sosial "nitizen" memantau berbagai macam kejadian yang ini tentu saja menjadi kekuatan moral melawan pelanggaran dan kesewenangan, permasalahan yang terjadi bukanya hanya pada individu anggota namun juga pada institusi yang sudah melembaga dan membudaya
Bagaimana membenahinya?
Membenahi institusi Polri bukanlah hal yang mudah, karena Polri sebuah institusi yang memiliki kekuasaan yang besar di Negara ini, dengan kekuasaannya tanpa disadari membentuk karakter dan memiliki budaya organisasi sendiri yang sudah terjadi turun temurun dan tentu saja sulit merubahnya, perubahan budaya organisasi tentu saja memerlukan waktu dan tahapan bahkan akan ada perlawanan dari pihak-pihak yang selama ini mendapatkan keuntungan.
Manajemen perubahan harus segera dilakukan, khususnya dalam membentuk budaya organisasi baru, internalisasi nilai-nilai dan karakter bangsa serta penegakan aturan hukum yang jelas sehingga menimbulkan efek jera
ADVERTISEMENT
Pertama : Pastikan rekruitmen, seleksi, promosi bebas biaya dan pungli
Dalam berbagai kesempatan institusi berupaya proses rekruitmen, seleksi dan promosi bebas biaya, namun pada faktanya hal ini tidak mudah, karena masih saja terjadi "uang" menjadi salah satu indikator untuk bisa masuk ataupun menduduki posisi di tubuh kepolisian. Dalam kasus terbaru yang terungkap di Sumatera Selatan, seorang Kapolres yang mengaku setiap bulan harus menyetor uang kepada atasannya dalam jumlah yang besar, bahkan ada oknum anggota Polri di daerah yang mundur karena merasa bersalah karena ketika masuk ia menyogok dengan uang, dan ia sadar mundur dengan suka rela. Bila anggota Polri untuk menduduki jabatan tertentu harus membayar maka bisa dipastikan ia akan berpikir untuk balik modal, akhirnya muncullah ide memeras, menjebak, menjual barang bukti, mencari kesalahan hingga pungli dalam memberikan layanan
ADVERTISEMENT
Pembenahan dalam aspek SDM ini harus segera di perbaiki, apalagi ketika gaya hidup mewah disorot oleh masyarakat dan Presiden, kok malah Kapolri menunjuk anggota Polri terkaya sebagai Kapolda Jawa Timur, ada apa dengan keputusan ini? tentu saja penunjukan tersebut tidak sensitif dan tidak peka dengan situasi dan kondisi saat ini
Kedua : Kepemimpinan di Polri memerlukan "role model" keteladanan dari pimpinan tertinggi, Polri memiliki Jenderal Pol Hoegoeng yang kisah keteladanannya melegenda bisa menjadi sebuah "role model". Pimpinan Polri perlu merubah gaya kepemimpinan dari yang ingin dilayani menjadi budaya melayani, kesederhanaan, berbagi serta membuang sifat arogansi. Kapolri dan pejabat utama Polri perlu menunjukan bahwa mereka adalah pemimpin yang layak diteladani
Ketiga : Mengubah Kurikulum Pendidikan Kepolisian
ADVERTISEMENT
Posisi sebagai anggota Polri dengan kekuasaan yang luar biasa sangat memungkin bertindak sewenang-wenang, untuk itu Pendidikan karakter dan integritas sangat penting, bagaimana pendidikan Polri bukan hanya mengasah kemampuan akademik namun juga mental dan spiritual
Kepekaan terhadap kesukutan rakya, gaya hidup serta nilai-nilai Pancasila perlu ditanamkan lebih dalam, termasuk mempelajari kisah para senior Polri/pemimpin yang dikenang karena integritasnya seperti Jenderal Soedirman, Jenderal Polisi Hoegoeng dan Jaksa Baharudin Lopa
Keempat : Merubah Citra
Untuk merubah citra tentu saja memerlukan sebuah usaha yang besar, ada banyak anggota Polri yang masih baik, bersahaja, jujur dan melayani, namun jarang terekspose, untuk itu mereka-mereka yang baik ini harus di tampilkan. Persepsi yang diperoleh bukan saja hanya karena pemberitaan yang buruk tentang kasus-kasus yang terjadi, namun juga dari pengalaman langsung masyarakat beriterasi dengan institusi Polri, mulai dari pungli, pemerasan, mencari-cari kesalahan, bekingan, arogansi, untuk itu citra polisi sebagai pengayom masyarakat harus benar-benar dilakukan, bukan hanya sekedar pencitraan semata
ADVERTISEMENT
Polisi-polisi baik yang saat ini ada di tubuh Polri mungkin hanya bisa diam, karena mereka tak mampu merubah, untuk itu perlu ada seleksi dan promosi yang berkeadilan dalam penempatan posisi pimpinan Polri, khususnya bagian SDM, Propam, Itwasum yang selama ini terindikasi gagal dalam melakukan pembinaan, pengawasan, penempatan serta pengembangan anggota. Reformasi pada sektor ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, bagaimana kepemimpinan anggota Polri benar-benar mengayomi, melindungi dan menciptaan keamanan dan ketertiban
Kelima : Pimpinan Polri perlu melakukan permohonan maaf secara terbuka kepada masyarakat, bersih-bersih di tubuh Polri harus dimulai dari para pimpinan dan orang terdekat dari Kapolri dan Kapolri sendiri sebagai Pimpinan tertinggi. Ketegasan dan Soliditas pimpinan sangat penting, kewajiban melaporkan LHKPN bagi anggota, penegakan hukuman maksimal dari para pelanggar kode etik serta konsistensi pimpinan (tidak tebang pilih) sangat diperlukan sebagaimana pepatah " Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari"
ADVERTISEMENT
Revolusi Mental di tubuh Polri dimulai dari contoh pimpinan tertinggi, pengawasan yang ketat serta pendidikan yang berkesinambungan sangat diperlukan membentuk anggota Polri yang berkarakter. Budaya organisasi yang sudah lama terbentuk harus segera di ubah menjadi budaya organisasi yang sederhana namun menyentuh aspek yang paling bawah
Sejak Januari 2021 Visi Polri di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Presisi yang merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan. Konsep yang selama ini menjadi slogan Polri ternyata hanya masih pada taraf kata-kata belum sampai menginternalisasi dalam kehidupan anggota Polri itu sendiri, sebagaimana yang disampaikan Presiden Jokowi, konsep Presisi terlalu "menjelimet"
Konsep presisi terlalu melangit, padahal untuk mendapat kepercayaan dari masyarakat, Polri hanya memerlukan kata-kata yang singkat dan padat yaitu jujur, adil, sederhana, bebas pungli, melindungi, berani dan tidak arogan serta jadi teladan
ADVERTISEMENT
Revolusi mental di tubuh polri bisa dimulai dari rekruitmen, seleksi dan promosi bebas pungli, lalu kemudian dilanjutkan dengan pendidian karakter serta pola kepemimpinan yang mengayomi serta profesional dalam melaksanakan tugas. Atribut dan seragam Polri yang militeristik harus segera di ubah, pemakaian sejata laras panjang dan senjata otomatis sangat tidak tepat, karena Polri adalah institusi sipil bukan militer.
Pendekatan pendekatan spiritualitas dan religiusitas berbasis agama sangat penting dilakukan, karena apa yang terjadi adalah masalah akhlak, sabar, kontrol diri dan menyalahgunakan kekuasaan, bila sesama anggota Polri aja bisa saling bunuh, apalagi kepada rakyat.
Apa yang saat ini terjadi adalah fenomen gunung es yang tentu saja bila dibiarkan akan menjadi 'bom" waktu bagi Negara ini. Suara-suara para politisi, akademisi agar Polri dibawah Kementerian bukan isapan jempol, bila Polri tidak berbenah, peran Polri akan diperkecil. Selama ini anggaran Polri cukup besar berbanding institusi lainnya, sudah seharusnya Polri berbenah diri dan membalasnya dengan perilaku yang menciptakan keamanan dan ketertiban kepada masyarakat, buka malah membuat kegaduhan.
ADVERTISEMENT
Muhammad Iqbal,Ph.D Psikolog
Sejak 2017 menjadi pengajar tema " Revolusi Mental" di Lemhannas RI/ Dosen Psikologi Universitas Paramadina
IG @muhammadiqbalpsy