Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengapa Marak “Banting Harga” Pada Tender Konstruksi Pemerintah?
20 Agustus 2024 14:52 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Iqbal Mutaqin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah pertemuan dengan para pengusaha konstruksi, Presiden Joko Widodo mengangkat isu maraknya banting harga dalam tender proyek konstruksi pemerintah. Beliau mengatakan, "Urusan lelang, urusan harga penawaran. Ini Gapensi, kan, tidak pernah lepas dari harga penawaran. Yang saya lihat dari jauh biasanya banting-bantingan harga supaya menang proyek. Bener enggak? Kompetisi itu baik, bersaing itu baik. Tapi kalau sudah membanting harga itu tidak baik.” (Joko Widodo, 31 Juli 2024) .
ADVERTISEMENT
Pernyataan Presiden Jokowi mengenai “supaya menang” dan “kompetisi” sangat relevan dalam menjelaskan fenomena maraknya banting harga di kalangan kontraktor. Motivasi untuk memenangkan tender ditambah dengan kemudahan syarat dalam pengadaan pemerintah telah menciptakan situasi dimana perang harga menjadi hal yang umum. Statistik dari hasil tender konstruksi di Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa mayoritas harga pemenang tender berada di kisaran 80% dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau bahkan lebih rendah.
Angka dan Implikasinya
Data dari Kementerian Keuangan selama periode 2021 hingga 2024 menunjukkan bahwa mayoritas tender dimenangkan oleh kontraktor yang menawarkan harga rendah. Sekitar 75% tender dimenangkan oleh kontraktor dengan harga di kisaran 80% dari HPS atau bahkan lebih rendah. Sebaliknya, kontraktor yang memenangkan tender dengan harga di kisaran 85% dan 90% HPS hanya mencakup sekitar 10% dari tender, sementara hanya sebagian kecil tender yang menghasilkan harga di atas 96% HPS.
HPS yang disusun oleh pemilik pekerjaan telah memperhitungkan berbagai aspek untuk memastikan kualitas pekerjaan yang optimal. Dari sisi teknis, komponen biaya dalam HPS dirancang untuk memenuhi semua kebutuhan guna mencapai hasil yang terbaik. Dari segi kewajaran biaya, nilai HPS dihitung berdasarkan harga pasar yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaran legal dan materialnya.
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan regulasi pengadaan, nilai HPS dari pemilik pekerjaan juga telah direviu kewajarannya setidaknya tidak dua kali. Yang pertama dilakkukan bersama tim teknis dan konsultan perencana saat sebelum HPS ditetapkan, sedangkan reviu kedua dilakukan oleh panitia lelang sebelum tender dimulai. Dengan demikian, semakin besar jarak selisih antara harga kontrak dengan HPS, semakin tinggi pula risiko terhadap kualitas hasil pekerjaan.
Terkait dengan risiko yang muncul akibat rendahnya harga kontrak, studi yang dilakukan oleh Mutaqin, M.I. (2023) mengungkapkan bahwa fenomena banting harga membuat kontrak konstruksi sangat rentan terhadap eksploitasi. Setelah persaingan harga yang ketat pada tahap tender, kontraktor sering mencari celah untuk mendapatkan tambahan pembayaran melalui adendum kontrak. Dalam situasi ini, kualitas pekerjaan juga berpotensi terpengaruh, di mana kontraktor berusaha tetap meraih keuntungan meskipun mereka telah melakukan penawaran dengan harga yang sangat rendah.
ADVERTISEMENT
Peran Regulasi dalam Persaingan Harga
Menariknya, fenomena perang harga di tender konstruksi sebenarnya merupakan akibat dari regulasi pemerintah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, persyaratan tender menjadi lebih longgar. Pelonggaran ini dimaksudkan untuk mendukung iklim kemudahan berusaha, seperti dihapuskannya syarat kemampuan keuangan dan naiknya batasan nilai tender khusus untuk usaha kecil, dari Rp2,5 miliar menjadi Rp15 miliar.
Semangat kemudahan ini tentunya mengurangi hambatan bagi pelaku usaha untuk mengikuti tender. Dengan hambatan yang lebih rendah, jumlah peserta tender meningkat, sehingga menciptakan iklim persaingan yang sangat kompetitif. Regulasi tender pemerintah di sektor konstruksi yang menekankan persaingan harga dibandingkan rekam jejak dan kualitas juga semakin mendorong fenomena banting harga.
ADVERTISEMENT
Apabila kita memeriksa detail persyaratan kualifikasi dan teknis tender konstruksi sesuai Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021, akan terlihat bahwa persyaratan tender lebih bersifat pemenuhan dokumen administratif yang tidak menunjukkan kualitas kontraktor. Berikut adalah uraian standar persyaratan pada tender konstruksi pemerintah:
Dari uraian persyaratan di atas, dapat diketahui bahwa kredibilitas dan kualitas kontraktor bukanlah merupakan syarat yang dipertandingkan dan dirangking. Setelah memenuhi semua syarat minimal, maka harga menjadi elemen yang sangat menentukan dalam memenangkan tender.
Upaya Menghadapi Fenomena Banting Harga
Dalam menghadapi fenomena banting harga, pemilik pekerjaan dan panitia lelang berupaya mengambil langkah-langkah inovatif tanpa melanggar aturan. Beberapa upaya tersebut termasuk menambah persyaratan di luar standar minimal yang telah diatur dalam Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Beberapa tambahan persyaratan untuk menaikkan standar peserta, diantaranya adalah:
1. Kepemilikan tempat usaha, dengan alamat yang tetap dan jelas;
2. Pengaturan keikutsertaan perusahaan cabang;
3. Surat pernyataan mengenai kewajaran harga;
4. Syarat dukungan material utama dari distributor resmi; dan
5. Pengalaman pekerjaan sejenis dengan referensi baik.
Penambahan persyaratan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kredibilitas peserta tender. Sehingga hanya kontraktor yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat dipertandingkan harganya. Syarat tambahan di atas juga memberikan sinyal kepada kontraktor yang kredibel supaya memberikan harga penawaran yang wajar.
Dengan upaya tersebut, diharapkan proses lelang dapat berjalan lebih transparan dan adil, serta mengurangi praktik banting harga yang sering kali merugikan semua pihak. Peningkatan kualitas peserta tender tidak hanya akan berkontribusi pada hasil pekerjaan yang lebih baik, tetapi juga pada keberlangsungan industri konstruksi yang lebih sehat dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT