Fenomena kerajaan baru menandai kebangkitan gerakan milenarisme

Muhammad Irfan Hilmy
Founder of LEFT INDONESIA
Konten dari Pengguna
25 Januari 2020 3:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Irfan Hilmy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat
Melihat fenomena kemunculan kerajaan – kerajaan baru di Indonesia belakangan waktu ini menjadi fenomena menarik yang menyita perhatian banyak masyarakat Indonesia. Media televisi nasional setiap harinya menyajikan berita terkait fenomena tersebut untuk ditonton jutaan pasang mata. Menariknya lagi, dengan sajian berita yang terkonsentrasi pada fenomena kerajaan baru, masyarakat seolah ditidurkan dengan kasus – kasus yang sedang hangat saat ini. Sebut saja isu Jiwasraya, Asabri, dan KPK vs PDIP yang seolah sedang baik – baik saja. Terlepas dari berpindahnya konsentrasi publik kepada fenomena kerajaan baru, ada hal yang lebih menarik untuk melihat fenomena ini dari sudut pandang yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Dalam kajian sosiologis, kemunculan fenomena seperti ini disebut sebagai Neotribalisme atau tribalisme modern. Sebelum adanya masa tribalisme modern, telah dikenal tribalisme purba yang mengedepankan rasa sukuisme dan primitif dalam kelompok. Masyarakat tribalisme purba digerakkan oleh sentimen yang tidak berasal dari intelektualitas, awamnya digerakkan oleh etnosentrisme suku yang menyebabkan para pengikutnya bersedia mati untuk sukunya. Pada masyarakat tribalisme purba lahirnya konflik awamnya dikarenakan perebutan lahan pangan yang menjadi sumber makanan. Sedangkan lahirnya gerakan Neotribalisme didasari pada kesamaan emosi dan pola berpikir yang salah sehingga tercipta solidaritas kelompok yang pada akhirnya melahirkan fanatisme buta. Pola berpikir yang salah dapat meliputi pemahaman sejarah dan penguasaan sumber daya.
Kehadiran gerakan kerajaan baru akhir – akhir ini sebenarnya memiliki kemiripan ciri dengan gerakan yang muncul pada awal tahun 2000. Sebut saja salah satunya adalah Yayasan Misi Islam Ahlusunnah Wal Jama`ah (Yamisa). Yayasan tersebut menjanjikan para pengikutnya dengan iming – iming dana revolusi yang dapat mereka cairkan hingga 8 Triliun banyaknya. Selain itu para pengikutnya juga di iming – imingi gaji yang besar setiap bulannya namun sebelumnya para calon pengikut harus memberi setoran kepada Yamisa. Ada pula dua kelompok lainnya yaitu, Yayasan Amalillah dan Swissindo dengan motif yang hampir sama dengan Yamisa. Ketiga kelompok yang muncul di awal tahun 2000 ini memiliki kesamaan latar belakang yaitu untuk mensejaterahkan para anggotanya dengan menggunakan harta karun Soekarno yang dipercayai tersimpan di Bank Swiss. Pada dasarnya, hadirnya berbagai kelompok ini mengatasnamakan perjuangan berlatar ekonomi yang dibentuk dengan narasi yang berbeda – beda.
ADVERTISEMENT
Ketua Yamisa ditetapkan sebagai tersangka
Motif dan gerakan kelompok yang lahir pada awal tahun 2000-an tersebut sekiranya memiliki corak kesamaan seperti yang muncul akhir – akhir ini. Dua peristiwa yang menyita perhatian publik yaitu kemunculan Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire yang mengklaim sebagai dua kerajaan yang memiliki serta beranggotakan seluruh negara – negara di Dunia. Kesamaan terletak pada latar belakang kehadiran yang berusaha mengentaskan masalah perekonomian para anggotanya bahkan di klaim seluruh masyarakat dunia, seperti yang dilakukan oleh Keraton Agung Sejagat dengan menjanjikan iming – iming gaji para anggotanya. Salah satu anggota dari Keraton Agung Sejagat bahkan dijanjikan gaji 500 Dollar per bulannya bila ingin menjadi Development Comittee yang dibentuk oleh raja Keraton Agung Sejagat. Namun, perbedaan yang terdapat diantara kelompok – kelompok ini adalah terkait narasi bentuk kelompok dan sejarah yang seolah dijadikan legitimasi bagi kerajaan. Sehingga yang membuat corak kehadiran berbagai kelompok menjadi berbeda hanyalah narasi yang membangun kelompok kerajaan baru yaitu narasi sejarah dan budaya versi kerajaan mereka sendiri. Dengan latar belakang perjuangan ekonomi para kelompok ini dengan mudah merekrut para pengikutnya untuk mengikuti serta mempercayai kelompok tersebut. Hal tersebut sebenarnya menjadi sindiran keras bagi pemerintah dalam usaha mensejaterahkan rakyatnya. Maka hal ini berjalan seperti anekdot dengan alur cerita berbagai kelompok ini hadir sebagai pengganti pemerintah yang belum mampu memberikan kesejahteraan penuh kepada rakyatnya. Dengan kata lain gerakan ini bila ditelaah lebih mendalam mengandung unsur sarkas untuk memberikan dorongan pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.
ADVERTISEMENT
Kelompok ini hadir seolah sebagai mesias atau juru selamat yang berjanji akan mengentaskan permasalahan ekonomi anggotanya bahkan klaim hingga seluruh dunia. Gerakan ini dapat disebut sebagai Milenarisme atau Mesianisme yaitu gerakan yang percaya terhadap kemunculan juru selamat atau ratu adil yang menyelamatkan anggotanya dari ketertindasan dan pertentangan kelas. Dalam kepercayaan masyarakat tradisional jawa dengan adanya Pralambang Jayabaya yang memuat pengharapan akan datangnya seorang ratu adil dan telah banyak mempengaruhi alam pikiran dan sosio kultural masyarakat tradisional jawa. Dampak dari kepercayaan tentang kedatangan ratu adil menurut Harijadi S. Hartowardojo adalah di satu pihak ratu adil memberi pengharapan sedang di pihak lain menimbulkan sikap – sikap fatalistis karena orang menjadi pasrah dalam menghadapi masalah. Gerakan ini muncul karena keresahan sosial yang disebabkan oleh pertemuan beberapa sebab yang saling berkaitan satu sama lainnya.
ADVERTISEMENT
Di Jawa, gerakan milenarisme ini dapat terlihat jelas dari lahirnya aksi – aksi sosial petani di Jawa dalam melawan kolonialisme Belanda. Sebagai contoh awal yaitu pada tahun 1886 terjadi peristiwa Ciomas, yaitu suatu aksi sekelompok rakyat dalam rangka menyalurkan rasa kebencian terhadap pemerintah kolonial Belanda. Aksi tersebut dipimpin oleh Muhammad Idris sebagai ledakan rasa permusuhan terhadap tuan – tuan tanah serta agen – agennya, akibat pungutan – pungutan yang dirasa memberatkan. Pada tanggal 20 Mei 1886, Muhammad Idris melakukan penyerangan pada suatu pesta upacara tahunan yang dihadiri oleh pegawai – pegawai tuan tanah. Serangan tersebut mengakibatkan terbunuhnya 40 korban jiwa serta 70 orang lainnya luka – luka. Muhammad Idris pun mendapat gelar Penembahan dan seorang pemimpin yang lain bernama Arpan mendapatkan peran sebagai Imam Mahdi. Peristiwa Ciomas didasari oleh ideologi agama dan kepentingan ekonomi masyarakat Ciomas yang tertindas saat itu.
ADVERTISEMENT
Peristiwa lainnya terjadi di Cililitan Besar pada tanggal 5 April 1916 yang bermula dari diadilinya seorang petani kecil bernama Taba. Pengadilan saat itu menghukum denda Taba namun ia tidak mampu membayarnya sehingga rumah Taba disita dan dilelang dengan harga murah. Akhirnya, Entong Gendut dan Maliki Modin yang memimpin perkumpulan penduduk mengadakan demonstrasi dengan menari topeng di depan Villa Nova bersama para penduduk lainnya. Saat itu Entong Gendut dimintai keterangan oleh polisi dan berusaha ingin menangkapnya, namun seketika sekumpulan orang keluar dari semak – semak sehingga Entong Gendut tidak sampai ditangkap oleh polisi. Lima hari setelahnya, polisi mendatangi rumah Entong Gendut dan disambut dengan sebilah tombak olehnya seraya memproklamirkan diri sebagai raja yang tidak tunduk pada siapapun. Seketika pula sekelompok pasukan Entong Gendut keluar dari semak – semak yang membuat petugas melarikan diri. Dalam peristiwa ini Sang Wedana ditangkap dan dihadapkan kepada Entong Gendut, lantas dihadapannya Entong Gendut berkata sebagai Imam Mahdi pelindung tanah jawa, tidak lama setelah itu terjadi pertempuran yang akhirnya menewaskan Entong Gendut akibat ia tertembak.
ADVERTISEMENT
Foto Entong Gendut
Tentu masih ada beberapa pergerakan rakyat yang kemudian melahirkan istilah atau kepercayaan sebagai ratu adil. Seperti HOS Tjokroaminoto yang dianggap pula sebagai ratu adil karena SI-nya ataupun Samin Sursentika seorang petani yang pemberani dan tokohnya melahirkan gerakan Saminisme. Lahirnya gerakan Milenarisme ini banyak dilandasi oleh faktor latar belakang ekonomi dan penindasan yang terjadi pada masanya. Hal tersebut seperti yang terjadi seperti saat ini, lahirnya kelompok kerajaan baru seperti Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire karena latar belakang ekonomi dengan tujuan membebaskan anggotanya dari permasalahan ekonomi. Sekiranya Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire sudah seperti layaknya seorang ratu adil yang diutus untuk mengentaskan kemiskinan dan penindasan sehingga menegaskan kebangkitan gerakan Milenarisme.
ADVERTISEMENT