Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Belajar dari Tragedi Study Tour SMK Lingga Kencana
14 Mei 2024 13:01 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Muhammad Ivan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setidaknya, jika kita menghitung mundur pemberitaan dari pencarian google tahun 2003-2023 terdapat sederet kecelakaan study tour di mana korban sebagian besar adalah siswa, di antaranya: tahun 2003, SMK Yapemda, Sleman, Yogyakarta (korban tewas 54 orang); tahun 2014, SMA Al-Huda, Cengkareng, Jakbar (korban tewas 9 orang); Tahun 2019, MAN Surade, Sukabumi (Korban tewas 2); tahun 2020, SMK Muhammadiyah 1 Gondangrejo. Karanganyar (korban tewas 2, siswa hanya luka-luka); tahun 2023, SMPN 3 Garut (korban luka-luka 17 orang), SMPN 3 Mojosongo, Boyolali (Korban luka-luka 6 siswa), dan yang baru-baru ini terjadi tahun 2024, SMK Lingga Kencana (Korban tewas 11 orang). Berita ini mungkin hanya sebagian kecil saja dari kasus kecelakaan yang melibatkan program study tour sekolah.
ADVERTISEMENT
Sebagai warga yang menghabiskan sebagian umurnya di Kota Depok, kecelakaan yang menewaskan 11 orang (9 siswa, 1 guru, dan 1 warga Subang) dan puluhan siswa lainnya luka-luka (berat dan ringan) membuat saya shock dan tak mampu membayangkan bagaimana perasaan orang tua siswa yang anaknya menjadi korban. Sangat ironis, ajang study tour perpisahan yang seharusnya riang gembira dan menjadi kenangan di masa tua nanti, menjadi perpisahan selama-lamanya.
Study tour hakikatnya memberi banyak hal positif bagi siswa, di sinilah siswa berhadapan langsung dengan pengalaman lapangan. Guru yang terlibat juga lebih mudah untuk menerangkan hal-hal baru kepada siswa karena selama ini pembelajaran dibatasi ruang kelas dan pagar sekolah. Study tour ibarat keluar dari penjara sekolah yang membosankan, memberi kebebasan siswa untuk mengeksplorasi berbagai hal dengan cara menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Belajar dari tragedi bus yang melibatkan siswa SMK Lingga Kencana, kita mungkin patut mengevaluasi study tour menjadi lebih profesional dan terencana dengan baik, serta melibatkan berbagai unit dan aparat pemerintah. Apalagi melibatkan puluhan sampai ratusan siswa dengan anggaran yang tidak sedikit harus dikeluarkan orang tua siswa.
Berdasarkan data BPS, ada 399.376 unit sekolah di Indonesia pada tahun ajaran 2022/2023. Jumlah itu naik tipis 1,18% dari tahun ajaran sebelumnya 394.708 unit sekolah. Bayangkan saja, jika 10 persennya saja melakukan study tour, bukankah ini bisnis menggiurkan bagi industri pariwisata. Sayangnya, ada sedikit oknum yang ingin untung sendiri tanpa memikirkan keselamatan penumpang dan masyarakat yang terdampak karena kecelakaan tersebut.
Study Tour Harus Kreatif
Kesan yang muncul dalam study tour bagi kalangan menengah ke bawah, atau keluarga yang anaknya masuk melalui jalur afirmasi, begitu memberatkan. Ada istilah “ikut tidak ikut, wajib bayar”, inilah yang membuat pada akhirnya orang tua harus berpikir keras bagaimana mendapatkan dana tambahan agar anaknya ikut study tour.
ADVERTISEMENT
Padahal, study tour jika dibuat kerangka lebih kreatif dapat melibatkan sumbangan dari orang tua yang mampu (sistem subsidi) dan sponsor untuk turut meringankan beban kalangan siswa yang berasal dari sosial ekonomi lemah. Lokasi tujuan yang lebih jauh, tentu akan membutuhkan akomodasi lebih banyak, dengan asumsi bahwa study tour menggunakan bus dianggap masih lebih ramah kantong orang tua dibandingkan transportasi lainnya.
Secara matematika, anggaran biaya study tour selama ini juga masuk akal, kadar masuk akalnya biasanya hasil rapat orang tua dan sekolah, untuk tahap ini dianggap tidak ada masalah. Yang lemah pada saat akan melakukan study tour adalah pada sistem pengecekan kondisi bus karena kepercayaan berlebih kepada pihak travel yang sebelumnya berhasil dan sukses di tahun sebelumnya. Kita tidak bicara berapa korban yang tewas, jika terjadi luka-luka ringan saja karena kondisi bus yang tak layak, kita pun tidak dapat mentolerir.
ADVERTISEMENT
Integritas Sekolah
Karena kondisi trauma siswa dan orang tua, saya yakin bukan hanya di Depok, namun juga daerah lain, banyak orang tua yang menjadi mutegroup, tidak mau berpendapat, karena ketiadaan dana, dan lebih banyak pasif (tidak berani) khawatir nanti ada kesan, yang tidak ikut study tour akan dibeda-bedakan nilai rapornya atau dipersulit. Apalagi dalam persekawanan di grup WA siswa, seolah yang tidak ikut ini, seperti tidak mendukung dan mempersulit pendanaan, batal study tour akan merenggangkan hubungan mereka di sekolah.
Miniatur sekolah sebenarnya sama dengan miniatur politik, yang berbeda pendapat, seperti tidak dihiraukan. Pernah saya menyarankan kepada orang tua siswa lainnya, dalam membuat kegiatan, baiknya memikirkan 30 persen siswa yang berasal dari jalur afirmasi, yang mungkin tidak berkenan kalau ada sumbangan.
ADVERTISEMENT
Perkara biaya pendidikan gratis di sekolah negeri tidak mutlak gratis, ditambah dengan biaya study tour, sumbangan untuk guru yang akan pensiun atau guru tertentu, sebenarnya hal ini juga sangat tidak etis. Saya kira jangan memberikan sumbangan apa pun kepada guru, sampai nilai rapor diberikan, karena sumbangan dalam bentuk apa pun akan menjadikan guru di posisi yang tidak mudah juga, apalagi harus memberikan nilai rapor anak secara objektif.
Saya tidak menyalahkan sumbangan apalagi hadiah dalam bentuk apa pun, namun etikanya harus dilaksanakan setelah penerimaan rapor siswa dan dilakukan di luar sekolah. Berbeda dengan di Jepang, orang Indonesia bernama @zahra.rabbiradlia yang sudah menetap di Jepang, hendak memberikan oleh-oleh khas Indonesia kepada guru di Jepang, namun ditolak mentah-mentah. Jawabannya sederhana, "Maaf, kami tidak bisa menerimanya karena kami adalah PNS (Pegawai Negeri Sipil) menjadi pegawai pemerintah”.
ADVERTISEMENT
Integritas guru menjadi bagian dari integritas sekolah ditentukan pula dari cara orang tua memperlakukan guru. Dalam proyek study tour, orang tua boleh tidak setuju untuk tidak mengikutsertakan anaknya dan menjadi proyek yang sifatnya tidak diwajibkan. Untuk sementara, sampai bisnis transportasi berjalan dengan profesional, bukan asal-asalan menjalankan bisnis, hanya memikirkan untung daripada nyawa anak-anak bangsa yang tewas karena moral hazard oknum, saya pikir study tour tidak dianjurkan terlebih dahulu.
Saya pikir jika ada masukan study tour jangan terlalu jauh lokasinya, itupun keliru, karena yang menyebabkan celaka adalah kondisi bus yang sudah terlampau tua, hanya diperbagus bagian kulitnya, namun ringsek di dalamnya, kondisi mesin sampai body bus.
Perlu Unit Khusus
Pembahasan terhadap oknum, pihak PO Bus Fajar Putra dan travel Will in Tour perlu diusut lebih dalam lagi oleh aparat hukum, mengingat kecelakaan yang menewaskan 11 orang terjadi karena kelalaian dan moral hazard karena ingin mendapat keuntungan dari study tour ini.
ADVERTISEMENT
Jika dalam setahun saja, ada ratusan sampai ribuan study tour, saya yakin bahwa Kementerian pendidikan dan kementerian/lembaga lainnya atau dinas pendidikan dan dinas terkait (kemenpar, disparbud, dishub, dan dinas lainnya) dapat membentuk satu unit khusus untuk kebutuhan masif sekolah terkait study tour. Dengan tujuan, pihak PO atau travel yang ingin bekerja sama dengan sekolah untuk mengadakan study tour dapat diverifikasi dan diawasi secara ketat oleh pemerintah, mulai dari segi keamanan bus, pembiayaan, sampai kondisi jalan menuju lokasi study tour. Dengan demikian, sekolah tidak dapat seenaknya menentukan PO Bus atau travel tertentu dan teredukasi pula dengan adanya unit khusus study tour tersebut.